Sukses

Peneliti Nguping Nyanyian Paus Lewat Kabel Fiber Optik Bawah Laut

Para peneliti paus rupanya "menguping" nyanyian paus melalui bantuan kabel fiber optik bawah laut untuk mendapatkan informasi tentang si paus.

Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan ternyata sering "menguping" paus di wilayah Artik, Kutub Utara, menggunakan bantuan kabel fiber optik bawah laut. Pada Juli lalu, sekelompok ilmuwan menerbitkan hasil studi yang mengungkap praktik yang biasanya dipakai untuk memonitor aktivitas paus balin di Artik.

Para peneliti menyebut, studi serupa bisa mengubah cara para ilmuwan mengumpulkan data mengenai kehidupan laut.

Sekadar informasi, di lautan, kabel fiber optik berfungsi membawa lalu lintas internet ke seluruh dunia. Namun di samping itu, kabel fiber optik juga bisa jadi alat yang dipakai ilmuwan lapangan untuk mengumpulkan dan mengakses data secara real-time.

Salah satunya untuk mendeteksi gempa bumi dan gempa susulan yang tidak terdeteksi oleh stasiun seismik tradisional.

Dalam hal ini, kabel laut dipakai untuk mendeteksi suara paus. Penerapan ini jadi contoh pertama pemantauan satwa liar yang dilakukan melalui teknik bernama 'penginderaan akustik terdistribusi.'

"Dengan penginderaan akustik terdistribusi, kami bisa mendapatkan cakupan yang lebih baik," kata peneliti di Universitas Sains dan Teknologi Norwegia Lea Bouffaut, yang ikut menulis penelitian ini, seperti dikutip dari The Verge, Sabtu (24/9/2022).

Peneliti di K. Lisa Yang Center for Conservation Bioacoustics di Cornell University itu mengatakan, penginderaan akustik terdistribusi bisa membuka kemungkinan baru di lokasi yang sulit diakses, atau di wilayah di mana pemerintah tidak bisa mendanai proyek baru.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Metode Lain

Para peneliti paus biasanya menggunakan hidrofon untuk memantau aktivitas paus di air. Meski hidrofon menghadirkan data berkualitas baik, metode ini hanya mencakup wilayah terbatas. Pasalnya, hidrofon biasanya ditempatkan sekitar 10-20 Km satu sama lain.

Jarak relatif dekat ini memberi informasi ke ilmuwan tentang keberadaan paus. Metode ini mirip dengan triangulasi menara BTS untuk mendeteksi di mana panggilan telepon dilakukan.

Namun, karena laut berukuran sangat luas, jaringan hidrofon hanya bisa mengamati area yang kecil. Sementara, kabel fiber optik bisa merambah area dasar laut yang luas.

Adapun penginderaan akustik terdistribusi sudah dipakai untuk memeriksa kesehatan kabel bawah laut dan bisa memberi peringatan ke perusahaan komunikasi jika ada masalah dengan kabel. Misalnya jika ada masalah kabel putus.

Metode ini bekerja karena fiber atau serat di dalam kabel terhubung ke interogator, perangkat yang dipakai untuk mengukur apakah kabel serat optik berfungsi.

Interogator akan mengirimkan pulsa cahaya ke kabel serat optik secara berkala. Nah, suara atau getaran bisa mengganggu kabel dan pulsa yang melewatinya.

3 dari 4 halaman

Bisa Ketahui Apa yang Terjadi di Dekat Kabel Laut

Dengan mengamati perubahan cahaya yang mencapai interogator, peneliti bisa menentukan apa yang terjadi di dekat kabel. Misalnya saat ada jangkar kapal yang dijatuhkan di dekat kabel, atau saat ada paus yang bernyanyi di sekitar kabel.

Menurut Bouffaut, hasil dari pengamatan ini sebagai hidrofon virtual. Selama percobaan, para peneliti menempatkan hidrofon virtual dengan jarak sekitar empat meter. Selanjutnya data yang diterima dapat diinterpretasikan secara audio tetapi juga divisualisasikan.

Seperti bagaimana kabel fiber optik menangkap getaran dari gempa bumi, kabel juga bisa menangkap suara melalui getaran seismik yang memantul dari sirip paus jantan.

Sirip paus jantan ini rupanya bisa membuat lagu paus sirip melalui "serangkaian pulsa frekuensi pendek dan berulang yang memiliki kesamaan dengan ledakan senapan angin."

4 dari 4 halaman

Tambah Pemahaman Peneliti tentang Spesies Paus

Dengan lebih banyak data mengenai paus balin, peneliti bisa membantu mengisi kesenjangan besar untuk menambah pemahaman ilmuwan mengenai spesies paus.

Meski paus adalah spesies berukuran besar, peneliti tidak memiliki cukup informasi tentang berapa banyak spesies paus dan mengetahui apakah mereka terancam atau hampir punah.

"Kami perlu memiliki bukti ilmiah tentang apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya," kata Bouffaut.

Ia lebih lanjut menjelaskan, dengan kabel fiber optik, peneliti bisa mengetahui apakah paus sedang tersambar kapal, tersangkut alat tangkap, bermigrasi ke arah berbeda, atau ada di wilayah tertentu.

Informasi yang dikumpulkan juga dianggap penting untuk mengawasi paus, saat spesies ini terancam perburuan paus komersial. Kini, peneliti telah mengumpulkan data untuk studi mereka.

"Salah satu harapan saya, kita bisa memanfaatkan gagasan, karena kita bisa menerima data secara real-time dan menangani informasi tersebut secara real-time. Ini adalah suatu hal yang saya yakini bisa membantu, karena banyak masalah konservasi yang butuh pemantauan real-time," tuturnya.

(Tin/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.