Sukses

Smartfren Ingin Ikut Lelang Frekuensi 2,1 GHz, Mau Buat 5G?

Smartfren mengaku tertarik untuk mengikuti lelang frekuensi 2,1 GHz, mau buat apa?

Liputan6.com, Jakarta - Smartfren mengaku berminat mendapatkan spektrum frekuensi 2,1 GHz untuk keperluan penyelenggaraan jaringan bergerak, yang beberapa waktu diumumkan oleh pemerintah.

"Kalau ditanya minat enggak, pasti berminat. Perkara masuk atau enggaknya, ya lihat nanti. Siapa sih yang tidak berminat dikasih spektrum, tetapi kan dapat atau tidaknya beda lagi," kata Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys, ditemui di Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Menurut Merza, rentang pita frekuensi 2,1 GHz yang ditawarkan pemerintah dalam seleksi lelang kali ini juga tidak terlalu besar, yakni hanya 2x5 MHz.

Dengan lebar pita tersebut menurutnya, pita frekuensi 2,1 GHz tersebut tidak cukup efektif jika dipakai untuk menggelar layanan 5G.

"Tentu kalau kita bicara hanya 2 x 5 MHz, enggak terasa 5G-nya, kecuali digabung dengan yang lain-lain. Tetapi secara teknologi, frekuensi 2 x 5 untuk 5G enggak mungkin," katanya.

Merza mengatakan, meski frekuensi yang dilelang tidak terlalu lebar, pemerintah dinilai harus segera melakukan lelang. Pasalnya, frekuensi merupakan sumber daya yang langsung untuk menggelar jaringan.

"Jangan sampai dibiarkan tidak terpakai, sayang. Jadi siapa pun yang berminat, akan menawar tentu dengan harga yang paling tinggi," kata dia.

Merza juga membeberkan perkembangan implementasi 5G Smartfren. Menurutnya, saat ini 5G Smartfren telah diimplementasikan untuk industri, terutama untuk mendukung kegiatan industri di perusahaan-perusahaan milik Sinar Mas, induknya.

Dalam menggelar layanan 5G, kata Merza, perusahaan telekomunikasi termasuk Smartfren perlu melihatnya secara holistik, terutama mengenai use case atau di sektor mana 5G diimplementasikan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Liat Use Case 5G

Merza menilai, sejauh ini ada berbagai use case yang sudah cukup dilayani dengan jaringan 4G. Sementara, beberapa use case lainnya yang dianggap sangat kritis memang harus pakai 5G.

"Jadi tidak semuanya akan dilayani dengan 5G. Contohnya industri, sekarang semua yang automated manufacturing, kalau tidak membutuhkan data yang besar dan diproses dalam waktu singkat, 4G pun bisa melayani," ujarnya.

"Jadi, sesuatu yang bukan mission critical, misalnya beda latensi 1 ms masih bisa, itu bisa dilayani dengan 4G. Hal-hal seperti ini harus didefinisikan sebelum kita mengimplementasikan use case tersebut. Tidak ujug-ujug manufacturing harus 5G, tetapi bisa saja kombinasi" katanya.

Dalam menentukan mana yang membutuhkan 5G dan mana yang belum perlu, Smartfren melakukan pengkajian use case.

Ia mencontohkan, dalam kasus mobil tanpa sopir atau autonomus, memang diperlukan layanan 5G.

"Karena telat mengambil keputusan sedetik, itu bisa nabrak. Makanya butuh 5G, karena 5G ini menjanjikan latensi yang sangat pendek dan reaksi yang sangat cepat," katanya.

3 dari 3 halaman

Tak Semua Industri Manufacturing Butuh 5G

Intinya, Merza menyebut tidak semua jenis industri harus dilayani dengan 5G, tetapi tergantung pada use case masing-masing. Dalam hal ini apakah butuh internet berkapasitas besar dengan latensi yang singkat, atau masih bisa dilayani dengan 4G.

Smartfren sendiri kini mengimplementasikan 5G untuk mendukung industri perkebunan milik Sinar Mas.

"Di perkebunan, sensor-sensor IoT kami tempatkan untuk mengukur air, pupuk, sampai ke buah sudah matang atau belum. Nanti diproses, sehingga tiap hari bisa ditentukan, mau metik yang mana, mau memupuk yang mana, menyiram yang mana, itu semua otomatis," katanya.

Begitu pula dengan 5G untuk pengguna end user. Smartfren masih melihat use case apa yang begitu memerlukan koneksi 5G. Namun ia menilai layanan 5G ini sifatnya menyasar pada pengguna yang tertarget, berbeda dengan teknologi 4G yang mutlak diperlukan oleh semua orang untuk bisa terhubung.

"5G menyasar ke user market yang berbeda-beda. Misalnya teman-teman TV, kalau siaran langsung, tidak ada yang lebih baik kecuali membawa van sendiri dan itu secara praktik berat, butuh banyak alat dan orang, selain itu biayanya tidak murah. Kalau di titik-titik tempat siaran langsung itu ada 5G, mereka yakin akan lebih memudahkan," katanya, menceritakan salah satu use case 5G untuk end-user.

(Tin/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.