Sukses

Perbarui Kebijakan Privasi, Meta Janji Tak Kumpulkan dan Jual Data Pengguna

Meta memperbarui kebijakan privasi dan persyaratan layanannya. Di dalamnya Meta juga mengklarifikasi dan menekankan perusahaan tidak mengumpulkan dan menjual data serta informasi pengguna.

Liputan6.com, Jakarta - Meta, induk dari Facebook dan Instagram, membuat revisi kebijakan layanan dan memperbarui kebijakan privasinya.

Tujuan update kebijakan privasi dan layanan tersebut adalah untuk memudahkan orang memahami sekaligus mencerminkan produk baru yang ditawarkan perusahaan.

"Kami menuliskan ulang dan mendesain kembali Kebijakan Privasi untuk membuatnya lebih mudah dipahami dan lebih jelas tentang bagaimana kami menggunakan informasi pengguna," kata Meta, dikutip dari Gizchina, Senin (30/5/2022).

"Persyaratan Layanan kami juga diperbarui, sehingga lebih baik dalam menjelaskan apa yang diharapkan dari kami dan bagi mereka yang memakai platform kami," tulis keterangan perusahaan.

Sekadar informasi, produk-produk yang ditawarkan Meta mencakup Facebook, Instagram, hingga Messenger.

Perusahaan menegaskan perubahan itu dalam bentuk, menebalkan beberapa baris, menambahkan keterangan dan ilustrasi alih-alih menyajikan informasi tersebut sebagai teks.

Tampaknya, perubahan Kebijakan Privasi dan Persyaratan Layanan ini dirancang untuk menenangkan regulator yang bertugas mengawasi media sosial dan transparansinya kepada konsumen di seluruh dunia.

Meta memberikan klarifikasi soal praktik pengumpulan data pengguna. "Meskipun teks terlihat berbeda, di bawah kebijakan yang diperbarui ini, Meta tidak mengumpulkan, menggunakan atau membagikan data pengguna. Dan kami masih tidak menjual informasi pengguna," kata Meta.

Menariknya, Meta juga mengklaim tidak mengumpulkan data pengguna "dalam cara baru". Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan terus mengumpulkan data pengguna, seperti yang dilakukannya selama ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Janjikan Pusat Privasi Control yang Lebih Aman

Sekadar informasi, sebelumnya dalam memo perusahaan yang sempat bocor, perusahaan tidak secara terang-terangan mengatakan pihaknya mengetahui data yang dikumpulkan dipakai untuk apa saja.

"Kami menambahkan penjelasan detail pada Kebijakan Privasi, meliputi bagaimana kami menggunakan dan membagikan informasi dengan pihak ketiga," kata Meta.

"Dan kami telah memasangkannya dengan Pusat Privasi dan kontrol baru untuk mengelola pengalamna Anda, seperti siapa yang melihat unggahan Anda dan topik yang ingin Anda lihat iklannya," kata Meta, menambahkan.

Meta dkk Diminta Transparan di Eropa

Masih terkait dengan platform media sosial, Uni Eropa sepakat dengan adanya kebijakan yang mengatur dunia online/ digital. Setelah negosiasi panjang, disepakati persyaratan luas mengenai undang-undang bernama Digital Service Act (DSA).

DSA akan memaksa perusahaan teknologi bertanggung jawab lebih besar atas konten yang muncul di platform mereka.

Mengutip The Verge, Minggu (24/4/2022), perusahaan teknologi bakal dibebani kewajiban baru, termasuk menghapus konten dan barang ilegal yang ada di platformnya, dengan lebih cepat.

3 dari 4 halaman

Perusahaan Diminta Transparan Soal Algoritma

Selain itu, perusahaan teknologi wajib menjelaskan kepada pengguna dan peneliti mengenai cara kerja algoritme mereka. Perusahaan juga wajib mengambil tindakan lebih tegas terhadap penyebaran misinformasi dan hoaks.

Jika tidak patuh, perusahaan teknologi seperti Google, Meta, dkk bakal menghadapi denda hingga 6 persen dari omzet tahunan mereka.

"DSA akan meningkatkan aturan dasar untuk semua layanan online di Uni Eropa," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dalam pernyataan.

Menurutnya, DSA akan memberikan efek praktis pada prinsip bahwa apa yang ilegal di dunia nyata juga harus ilegal di dunia maya.

"Makin besar ukurannya (perusahaan teknologi), makin besar tanggung jawab platform online-nya," kata Ursula.

Sementara itu, Kepala Komisi Uni Eropa untuk Persaingan Margrethe Vestager mengatakan, undang-undang DSA harus memastikan platform akuntabel atas risiko-risiko yang dibawa platform online terhadap masyarakat dan warga negara.

Digital Service Act berbeda dengan Digital Markets Act yang belum lama ini disetujui oleh komisi Uni Eropa. Kedua undang-undang ini berlaku bagi dunia teknologi, namun DMA fokus membuat persaingan setara bagi semua perusahaan teknologi.

 

4 dari 4 halaman

Larang Iklan Tertarget

Sementara, DSA fokus pada bagaimana perusahaan mengatur konten di platformnya. Oleh karena itu, DSA bakal berdampak langsung bagi pengguna internet.

Meskipun DSA dan DMA ini hanya berlaku bagi warga negara di kawasan Uni Eropa, dampak undang-undang ini bakal terasa di seluruh dunia.

Hal ini mengingat perusahaan teknologi global mungkin memutuskan lebih efisien jika menerapkan strategi tunggal untuk mengawasi konten dan mengambil peraturan Uni Eropa yang relatif ketat sebagai tolok ukur mereka.

Berikut adalah hal-hal yang diatur dalam Digital Service Act:

- Iklan tertarget dilarang berbasis agama, orientasi seksual, atau etnisitas individu. Anak di bawah umur tidak jadi subjek iklan tertarget.

- Larangan atas antarmuka membingungkan atau menipu, yang dirancang untuk mengarahkan pengguna membuat pilihan tertentu. Dalam hal ini, berhenti layanan berlangganan harus semudah saat pengguna mulai berlangganan.

- Platform online besar seperti Facebook harus membuat algoritmenya transparan bagi pengguna. Misalnya, bagaimana Facebook menyortir konten di News Feed pengguna atau menyarankan acara TV di Netflix.

(Tin/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.