Sukses

Kaspersky: 1 dari 5 Orang di Asia Tenggara Masih Khawatir dengan Pembayaran Online

Laporan terbaru Kaspersky menunjukkan masih ada kekhawatiran untuk memakai pembayaran digital bagi konsumen di Asia Tenggara.

Liputan6.com, Jakarta - Pembayaran digital telah menjadi pilihan utama bagi banyak konsumen di Asia Tenggara dalam melakukan transaksi keuangan. Kendati demikian, laporan terbaru Kaspersky menunjukkan masih ada kekhawatiran untuk memakai pembayaran digital.

Lewat laporan berjudul 'Mapping a Secure Path for the Future of Digital Payments in APAC', Kaspersky menemukan satu dari lima pengguna layanan pembayaran digital di Asia Tenggara ternyata masih mengalami kecemasan saat melakukan transaksi online.

Studi tersebut menunjukkan kekhawatiran tertinggi terjadi pada kelompok tertua, yakni generasi bisu dengan persentase 30 persen. Lalu, di bawah kelompok senior ini ada generasi termuda sebesar 27 persen.

"Orang dewasa yang lebih tua bukan berasal dari era internet. Kekhawatiran mereka dapat dimengerti dan harus dilihat sebagai tindakan pencegahan melakukan kesalahan yang merugikan dan teknologi yang masih mereka pelajari," tutur Managing Director Kaspersky untuk Asia Pasifik, Sandra Lee dalam keterangan resmi, Senin (9/5/2022).

Kendati demikian, Sandra menuturkan, sebagian besar dari mereka sekitar 26 persen mempercayai platform pembayaran digital. Selain itu, karena mereka lebih berhati-hati, generasi tertua kerap menggunakan software antivirus.

Dalam studi ini tercatat lebih dari tiga di antara orang dewasa berusia 55 tahun ke atas atau sekitar 61 persen menunjukkan tingkat kepercayaan tinggi pada solusi keamanan dibandingkan kelompok usia yang lebih muda.

Sementara rata-rata, setengah dari semua generasi di Asia Tenggara atau sekitar 50 persen memahami pentingnya penggunaan software antivirus untuk melindungi uang dan data online mereka.

Selain itu, studi ini juga menunjukkan hampir seperempat atau sekitar 20 persen dari responden merasa penggunaan software antivirus sudah cukup. Lalu, sebesar 17 persen responden merasa tidak yakin atau tidak mengetahui antivirus dapat membantu mereka mengurangi risiko kerugian finansial.

Kendati demikian, studi ini juga mencatat ada sekitar 14 persen responden yang mengatakan software antivirus bukan alat penting untuk memerangi ancaman dunia maya sekaligus mengancam data keuangan dan properti.

"Oleh karena itu kami mendesak semua generasi melihat ke perspektif lebih dalam yaitu untuk melindungi perangkat mereka dengan alat yang tepat demi mengamankan tidak hanya data tetapi yang paling penting adalah uang dari hasil jerih payah mereka," ujar Sandra.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Tips Kaspersky

Tidak hanya itu, untuk membantu generasi senior memanfaatkan teknologi untuk lebih aman ketika beraktivitas online, para ahli Kaspersky menyarankan beberapa langkah berikut ini:

  • Memasang, meluncurkan, memperbarui, dan menggunakan perangkat serta aplikasi secara efektif merupakan masalah bagi beberapa pengguna yang lebih tua.
  • Pastikan aplikasi maupun program disetel agar diperbarui secara otomatis, sehingga mereka selalu memiliki versi terbaru dan teraman.
  • Manfaatkan solusi keamanan dapat meminimalkan risiko menjadi korban ancaman dunia maya sekaligus menjaga keamanan informasi keuangan. Sebagai contoh, pengguna bisa memanfaatkan Kaspersky Internet Security, Kaspersky Fraud Prevention, serta Kaspersky Safe Money.
  • Generasi lebih muda dapat membantu menjelaskan secara teratur pada generasi senior mengenai pentingnya internet yang aman dan praktik kebersihan dunia maya.
  • Dorong generasi senior menghubungi generasi lebih mudah jika mereka memiliki pertanyaan atau memerlukan bantuan di dunia digital
3 dari 5 halaman

Ada 12 Juta Ancaman Online Targetkan Pengguna di Indonesia pada 2022

Di sisi lain, adopsi teknologi baru di Indonesia meningkat pesat sejak awal 2022. Menurut laporan Bank Dunia, adopsi teknologi dalam bisnis di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia, termasuk saat pandemi.

Adapsi teknologi digital yang begitu tinggi, diperlukan kewaspadaan dan kesadaran akan keamanan siber yang lebih besar dari seluruh pemangku kepentingan. Mulai dari sektor perusahaan, pemerintah, hingga penggunanya.

Alasan diperlukannya kewaspadaan atas keamanan karena penjahat dunia maya menyadari ada peluang yang terbuka bagi teknologi baru untuk tindakan berbahaya mereka.

Kaspersky menyebut, hampir 12 juta ancaman online menarget pengguna di Indonesia selama tiga bulan pertama 2022.

Mengutip keterangan resmi Kaspersky, Rabu (27/4/2022), selama periode Januari-Maret 2022, Kaspersky memblokir 11,8 juta ancaman dunia maya berbeda yang ditularkan melalui internet pada pengguna di Kaspersky Security Network di Indonesia.

Dari jumlah itu, 27,6 persen pengguna dalam negeri menjadi sasaran ancaman berbasis web.

Jumlah ancaman berbasis web meningkat 22 persen dibanding 9,6 juta upaya pada periode yang sama tahun 2021. Ancaman hanya sedikit menurun yakni 2 persen dari kuartal terakhir (Oktober-Desember) tahun 2021.

Karena adanya hampir 12 ancaman tersebut, Indonesia berada di urutan ke-60 di seluruh dunia dan peringkat pertama di Asia Tenggara, dalam hal bahaya yang ditimbulkan dari berselancar di web.

Di Asia Tenggara, pengguna di Indonesia adalah yang paling banyak mendapatkan ancaman web dengan jumlah 11,8 juta. Posisi berikutnya adalah Vietnam dengan jumlah 11,5 juta, Malaysia 9,8 juta, Filipina 9,2 juta, Thailand 4,6 juta, dan Singapura 1,5 juta.

4 dari 5 halaman

14 Juta Insiden Lokal

Sementara itu, dari Januari-Maret 2022, Kaspersky mendeteksi 14 juta insiden lokal di komputer para partisipan Kaspersky Security Network di Indonesia.

Secara keseluruhan, 29,9 persen pengguna dalam negeri diserang ancaman lokal selama periode ini dan menunjukkan penurunan 40 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Selain itu juga ada penurunan 15 persen dibanding kuartal tahun lalu.

Penurunan ancaman lokal ini bisa jadi terkait dengan pekerjaan jarak jauh secara berkelanjutan yang meminimalisasi penggunaan perangkat yang dapat dilepas (removable) di kantor, secara signifikan.

General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky Yeo Siang Tiong mengatakan, serangan siber yang dilakukan melalui taktik daring atau luring terbukti menargetkan individu dan bisnis dalam segala bentuk dan ukuran.

Yeo mengatakan, kemunculan berbagai tren digitalisasi di Indonesia akhir-akhir ini merupakan perkembangan yang menggembirakan, banyak orang merengkuh NFT, transaksi kripto, metaverse, dan investasi di kalangan generasi mudah.

"Namun, tren tersebut perlu disambut dengan kewaspadaan dari semua pihak yang terlibat, karena para pelaku kejahatan siber selalu menunggu tren berikutnya untuk dieksploitasi," kata Yeo. 

(Dam/Isk)

5 dari 5 halaman

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.