Sukses

Mata Uang Lira Anjlok, Harga Produk Apple di Turki Melonjak

Berdasarkan laporan terbaru, Apple sudah kembali menjual produknya di Turki, tapi dibanderol dengan harga lebih tinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang Turki, Lira sempat dilaporkan jatuh ke rekor terendah terhadap dolar dengan nilai mencapai USD 13,44 per 1 Lira.

Hal ini dipicu setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membela pemotongan suku bunga kontrovesial bank sentralnya di tengah meningkatnya inflasi dua digit.

Kondisi ini juga sempat memicu Apple menyetop penjualan produknya di negara tersebut. Dikutip dari Quartz, Selasa (30/11/2021), sejak pekan lalu, konsumen di Turki tidak bisa membeli produk Apple.

Kendati demikian, sejak beberapa hari lalu, Apple sudah membuka kembali penjualan produknya secara online. Namun berdasarkan laporan, harga-harga perangkat besutan perusahaan Amerika Serikat itu naik cukup tinggi.

Dari situs resmi Apple Turki diketahui kenaikan harga produk-produk tersebut berkisar 1.000 (Rp 1,12 juta) hingga 3.000 lira (Rp 3,3 juta).

Sebagai contoh, iPhone 13 yang sebelumnya dijual dengan harga 11.999 lira (Rp 13.4 juta) kini dibanderol 14.999 lira (Rp 16,8 juta). Sementara untuk Apple Watch Series 7 kini dijual 5.399 lira (Rp 6 juta) dari sebelumnya 4.399 lira (4,9 juta).

Belum diketahui apakah harga ini nantinya akan kembali turun, Apple sendiri belum memberikan keterangan apa pun mengenai kondisi ini. Hanya yang pasti untuk sekarang, konsumen di Turki harus membayar harga lebih untuk produk yang ingin dibelinya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harga Pangan Naik

Sebagai informasi, 1 Lira diperdagangkan pada USD 12,72 pada Selasa sore pekan lalu waktu setempat. Kemudian turun sekitar 15 persen pada hari itu pada satu titik, menurut Reuters.

Erdogan membela pemotongan suku bunga bank sentral negaranya. Dia menyebut langkah itu sebagai bagian dari "perang ekonomi kemerdekaan," menolak seruan dari investor dan analis untuk mengubah arah.

Inflasi di Turki sekarang mendekati 20 persen, yang berarti harga barang-barang kebutuhan pokok bagi warga Turki – yang berpenduduk sekitar 85 juta – telah melonjak dan gaji mata uang lokal mereka sangat terdevaluasi.

3 dari 4 halaman

Lira Melemah Sejak Awal 2018

Mata uang Turki telah mengalami penurunan sejak awal 2018, karena berbagai hal. Seperti ketegangan geopolitik dengan Barat, defisit transaksi berjalan, menyusutnya cadangan mata uang, dan utang yang meningkat— ditambah lagi, penolakan menaikkan suku bunga untuk meredakan inflasi.

Presiden Erdogan telah lama menggambarkan suku bunga sebagai "musuh", dan bersikeras bahwa menaikkan suku bunga sebenarnya memperburuk inflasi, bukan sebaliknya.

Adapun kekhawatiran dari investor soal kurangnya independensi bank sentral Turki, yang kebijakan moneternya dipandang sebagian besar dikendalikan oleh Erdogan.

"Kami melihat eksperimen ekonomi yang salah tentang apa yang terjadi ketika bank sentral tidak memiliki kebijakan moneter secara efektif," kata Tim Ash.

Penurunan tajam terbaru dimulai Kamis lalu ketika bank sentral Turki memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin menjadi 15 persen. 

Menurut lembaga pemeringkat Fitch, pada Agustus 2021, 57 persen dari utang pemerintah pusat Turki terkait dengan mata uang asing atau dalam denominasi, yang berarti membayar utang itu memperburuk kondisi karena lira terus turun nilainya.

(Dam/Isk)

4 dari 4 halaman

Durasi penggunaan aplikasi smartphone di berbagai negara

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.