Sukses

Bos Telegram dan WhatsApp Salahkan Apple dan Google Soal Spyware Pegasus

Bos Telegram dan WhatsApp kompak menyalahkan kurangnya langkah Apple dan Google dalam mengamankan perangkatnya dari spyware Pegasus.

Liputan6.com, Jakarta - Pembesut dan bos dua aplikasi pesan paling banyak dipakai, Telegram dan WhatsApp, mengomentari tentang software peretasan oleh Pegasus yang dibesut perusahaan Israel NSO Group. Baik Telegram dan WhatsApp sepakat, spyware Pegasus adalah bahaya nyata bagi privasi pengguna.

Orang-orang penting di Telegram dan WhatsApp mengatakan, mereka memiliki pengalaman buruk dengan software mata-mata smartphone serupa.

Bos WhatsApp, Will Cathcart, dulunya merupakan petinggi Gmail yang bertugas mengatasi spam di layanan email Google. Ia menyebut Pegasus merupakan ancaman privasi bagi smartphone.

Mengutip Phone Arena, Kamis (29/7/2021), Will Cathcart punya pengalaman buruk dengan Pegasus. Pada Oktober lalu, WhatsApp melayangkan gugatan hukum terhadap NSO Group, pembesut Pegasus.

Pasalnya Pegasus berupaya meretas setidaknya 1.400 akun milik tokoh publik yang menggunakan WhatsApp pada 2019. Peretasan ini seolah mementahkan fungsi dari fitur enkripsi end-to-end di WhatsApp.

"Pelaporannya cocok dengan apa yang kami lihat dalam serangan dua tahun lalu. Sangat konsisten dengan yang kami bicarakan saat itu," kata Will Cathcart dalam laporan The Guardian.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

iPhone Rentan Terhadap Pegasus

Ia menyebut iPhone milik Apple rentan terhadap peretasan Pegasus. Cathcart pun mengatakan Apple harusnya menyadari ancaman ini dan mengambil langkah seperti yang dilakukan oleh Microsoft.

"Saya harap Apple akan mengambil pendekatan yang sama. Tidak cukup mengatakan, kebanyakan pengguna mereka tak perlu khawatir mengenai Pegasus. Tidak cukup bicara 'oh ini hanya ribuan atau puluhan ribu yang menjadi korban'," kata Will Cathcart.

Pasalnya menurut Cathcart, spyware Pegasus berdampak pada jurnalis di seluruh dunia, pembela HAM di seluruh dunia, dan semua orang.

"Jika smartphone semua orang tidak aman, artinya semua perangkat tidaklah aman," katanya.

Senada, Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov mengatakan, Google dan Apple mungkin sengaja tidak peduli tentang eksploitasi ini.

Durov mengatakan, kedua perusahaan dimintai tolong pemerintah tetapi mengaku hanya memiliki celah kerentanan yang tidak berbahaya. Padahal menurut Durov, celah itu yang membuat skandal Pegasus meluas.

"Tools ini bisa meretas smartphone iOS dan Android dan tidak ada cara untuk melindungi perangkat kita darinya. Tidak masalah aplikasi apa yang digunakan, karena sistem telah dilanggar pada tingkat yang lebih dalam," kata Durov.

Lebih lanjut Durov mengatakan, berdasarkan keterangan dari Snowden di 2013 baik Apple maupun Google merupakan bagian dari program pengawasan global.

"Ini menyiratkan perusahaan-perusahaan tersebut menerapkan backdoor ke sistem OS mereka. Backdoor ini memungkinkan agen AS untuk mengakses informasi smartphone di dunia, di mana pun itu," katanya.

3 dari 3 halaman

Pavel Durov Pernah Jadi Korban Peretasan Spyware

Menurut Pavel Durov, NSA Group berdalih pihaknya hanya menjual software Pegasus kepada pemerintah dan agensi keamanan. NSO Group mengklaim, bukan berarti siapa pun bisa mengeksploitasi perangkat orang lain.

Bos Telegram ini juga mengakui, salah satu nomor teleponnya telah dibobol oleh software yang mirip seperti Pegasus sejak 2018. Namun, saat itu dirinya tidak merasa khawatir karena tidak ada informasi penting dari peretasan tersebut.

"Alat pengawasan ini bisa digunakan pada orang yang lebih penting dari saya. Keberadaan backdoor dalam infrastruktur software menciptakan tantangan besar pada umat manusia. Untuk itulah saya menyerukan agar pemerintah dunia bertindak melawan duopoli Apple-Google di pasar smartphone," kata Durov.

Ia menambahkan, pemerintah dunia perlu memaksa Google dan Apple untuk membuka ekosistem tertutup mereka dan memungkinkan lebih banyak kompetisi.

Pihak Apple pun mengeluarkan pertanyaan. Menurut Apple, serangan canggih menghabiskan jutaan dolar AS untuk pengembangannya dan sering menargetkan individu tertentu.

"Meski bukan ancaman untuk sebagian besar pengguna kami, kami terus bekerja keras melindungi seluruh pelanggan. Kami akan menambah perlindungan baru untuk perangkat atau data mereka," kata pihak Apple.

Pavel Durov pun masih skeptis mengenai langkah Apple dalam memastikan keamanan dan privasi para penggunanya, mengingat perangkat iPhone masih bisa dibobol.

(Tin/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.