Sukses

Teknologi Fotovoltaik Penting untuk Masa Depan Energi Hijau

Makalah yang terbit di jurnal ilmiah Joule itu menyatakan bahwa teknologi sel fotovoltaik telah berkembang secara dramatis selama 14 tahun terakhir

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Aarhus University dan termasuk para pakar dari universitas dan institusi di AS, Eropa, Jepang dan Australia telah mengonfirmasi bahwa peran instalasi sel fotovoltaik di dalam sistem energi hijau di masa depan harus ditingkatkan secara signifikan.

Makalah yang terbit di jurnal ilmiah Joule itu menyatakan bahwa teknologi sel fotovoltaik telah berkembang secara dramatis selama 14 tahun terakhir.

Karena itu, teknologi ini menjadi lebih murah daripada yang diasumsikan di dalam model yang digunakan Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim (IPCC) untuk skenario tahun 2050.

"Dan ada alasan kuat untuk percaya bahwa perkembangan ini akan terus berlanjut. Penelitian intensif sedang dilakukan pada teknologi fotovoltaik, integrasinya ke dalam sistem energi, serta sinerginya dengan industri lain," ujar Asisten Profesor Marta Victoria dari Departemen Mekanikal dan Teknik Produksi di Aarhus University dikutip dari rilis pers via Eurekalert, Selasa (29/3/2021).

Victoria, yang merupakan penulis utama di makalah itu, menuturkan bahwa teknologi inovatif di bidang ini sedang dalam pengembangan dan oleh karena itu, kata dia, bukan tidak mungkin energi dari sel surya di masa depan bahkan lebih murah daripada saat ini.

"Fakta ini tidak selaras dengan model di balik keputusan politik tentang investasi energi," tutur Victoria.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Model IPCC

Makalah ini membahas mengapa model penilaian terintegrasi dan model keseimbangan parsial IPCC untuk membentuk dasar laporan iklim biasanya meremehkan peran instalasi fotovoltaik surya dalam sistem energi masa depan.

Menurut dia, ada dua alasan utama: 1) Perkiraan harga listrik dari sel surya telah ditetapkan terlalu tinggi; 2) modelnya terlalu konservatif dalam kaitannya dengan porsi energi terbarukan yang dimungkinkan dalam suatu sistem energi.

"Sebagai contoh, beberapa model memiliki built-in cap 30 persen listrik dari sumber energi terbarukan. Pengalaman dari Denmark, misalnya, jelas menunjukkan bahwa pangsa yang lebih tinggi memang sangat layak," kata dia.

 

3 dari 4 halaman

Asumsi biaya lebih murah

Hal yang sama, menurut Victoria, juga berlaku untuk biayanya.

"Semua itu sama. Model yang digunakan oleh IPCC dalam laporannya, menerapkan biaya yang turun ke biaya minimum EUR 1 per Watt terpasang pada tahun 2050. Namun, biaya rata-rata saat ini sudah lebih murah daripada EUR 1 per Watt, " ujar dia.

Para peneliti pun menyoroti bahwa model IPCC belum memperhitungkan kecepatan perkembangan teknologi fotovoltaik.

 

4 dari 4 halaman

Perkembangan Eksponensial

Sejak 2007, tenaga surya telah tumbuh secara eksponensial di seluruh dunia. Perkembangan pesat seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya untuk sumber energi lainnya.

Ini berarti, ketika IPCC melihat sistem energi masa depan berdasarkan modelnya saat ini, teknologi fotovoltaik surya tidak tampak seperti yang diperkirakan di model mereka.

"IPCC harus mengirimkan sinyal yang jelas bahwa teknologi fotovoltaik telah matang, dan harus memainkan peran lebih besar di masa depan. Fokus yang lebih kuat di bidang ini sangat penting karena ini berarti kita dapat beralih ke pasokan energi iklim-netral sebelum tahun 2050," tutur Victoria.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.