Sukses

Belajar Online dan Pengaruhnya Terhadap Psikologis Anak

Siswa bisa stres lantaran minimnya interaksi dengan guru, teman, dan lingkungan. Namun, belajar online atau PJJ juga ada sisi positifnya.

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu hal yang dikemukakan Kemendikbud terkait dampak dari belajar online atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) adalah adanya tekanan psikologis pada anak.

Siswa bisa stres lantaran minimnya interaksi dengan guru, teman, dan lingkungan. Juga bisa dikarenakan tekanan akibat sulitnya PJJ itu sendiri.

Bagi anak yang cepat atau mudah beradaptasi, belajar online mungkin bukan sebuah masalah. Namun tidak demikian bagi anak yang sulit atau tidak cepat beradaptasi. Alih-alih efektif, PJJ justru dapat mendatangkan tekanan, terlebih saat menghadapi ujian.

Menurut Psikolog Intan Erlita, itu semua tak terlepas dari kedudukan anak sebagai makhluk sosial, di mana mereka butuh berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Dalam hal ini bukan saja orangtua, tetapi juga teman seusianya, guru, dan lingkungannya.

"Anak-anak, baik TK, SD, SMP, maupun SMA, membutuhkan kontak atau sosialisasi yang cukup tinggi. Mereka belajar mengenali lingkungan, mengenali bagaimana berkomunikasi dengan guru, orang yang lebih tua, serta bagaimana beradaptasi dengan teman-teman seumurannya," kata Intan, dikutip dari diskusi online bertajuk 'PJJ dan Pengaruhnya Terhadap Psikologi Siswa Jelang Ujian', Senin (8/3/2021).

Ia menilai pandemi membuat mereka kehilangan masa-masa yang dikatakan sebagai hubungan antar-manusia, hubungan bagaimana dia beradaptasi. Hal itulah yang menimbulkan stres.

Kondisi ini diperburuk dengan tuntutan belajar yang tinggi. Tugas-tugas menumpuk, namun waktu yang tersedia untuk mengerjakan sedikit, serta tidak adanya waktu untuk mengaktualisasikan diri.

Di level ini, Intan menyebut bahwa banyak anak akhirnya merasa jenuh dan lelah. Ini kemudian tidak hanya berdampak pada nilai yang turun, tetapi juga emosi yang tidak terkontrol.

"Jadi mereka gampang marah, seperti tidak nyaman dengan kondisinya. Itulah yang terjadi dengan anak-anak kita saat ini, kalau kita bicara mengenai efek negatif dari PJJ atau belajar online," tambahnya.

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Peran Orangtua

Di sinilah peran orangtua sangat dibutuhkan, bukan saja sebagai supporter yang memberi dukungan pada anak dalam proses belajarnya, tetapi juga seseorang yang bisa diajak berdiskusi, menjadi pendengar yang baik, dan memberi motivasi.

"Cobalah untuk mendengarkan mereka. Dengan begitu mereka bisa berpikir, 'Saya bisa datang ke orangtua kapan pun saya ada masalah, karena orangtua saya mau mendengarkan'. Adakalanya anak kita juga tak butuh solusi dari kita, tetapi cuma butuh didengarkan," Intan melanjutkan.

Hal yang tak jauh berbeda diungkap Maryam Mursadi, pemerhati dunia pendidikan sekaligus Head of Academic Kelas Pintar.

Meski menyebut demotivasi pada anak, khususnya menjelang ujian kerap terjadi, namun ini bukan berarti tak bisa diatasi apalagi dihindari.

Sederhananya, bicara mengenai ujian berarti bicara mengenai readiness atau kesiapan. Jika anak siap menghadapi ujian, dalam arti paham dengan materi yang akan diujikan, berlatih dengan baik, dan rutin, maka kekhawatiran akan gagal pun bisa dihindari.

Sebaliknya, bagi anak yang tidak siap, menghadapi ujian dapat mendatangkan kecemasan dan akhirnya stres.

"Demotivasi muncul karena siswa belum siap menghadapi ujian, atau dia sadar belum paham atau tidak siap ujian, tapi tidak tahu bagaimana menghadapinya atau mencari jalan keluarnya. Inilah mengapa mempersiapkan diri sejak awal sangatlah penting," tuturnya. 

3 dari 3 halaman

Sisi Positif Belajar Online

Terlepas dari sejumlah dampak negatif yang muncul dari belajar online, Intan juga tidak menampik adanya dampak positif dari PJJ. Diakuinya, momen ini menjadi saat yang tepat untuk melatih kemandirian anak.

Dalam kondisi ini ia mengungkap tentang satu persepsi yang sejatinya harus sama-sama dimiliki orangtua saat ini: membantu tapi bukan membantu secara harfiah.

"Biarkan anak mengurus bukunya sendiri, mengerjakan PR-nya sendiri, dan sebagainya. Jadi sudah bukan saatnya kita ngomong, 'Ah enggak tega'. Karena kadang-kadang merasa tidak tega itu membuat si anak tak menjadi sosok yang mandiri," tegas Intan.

Ia menambahkan, orangtua cukup membantu sesuai porsinya. Biarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri, semaksimal yang dia bisa.

Pendapat itu juga diamini Maryam. Menurutnya, sisi positif dari PJJ adalah siswa berlatih untuk menjadi pembelajar yang mandiri, di mana karena keterbatasan interaksi dengan guru di sekolah, mereka mau tidak mau mencari tahu sendiri materi yang belum mereka pahami dari sumber lain.

(Isk/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.