Sukses

Peluncuran Satelit Satria-1 Mundur Gara-Gara Pandemi Covid-19

Menkominfo Johnny G. Plate baru saja mengumumkan perkembangan terkini dari pengadaan Satelit multifungsi Satria-1.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate baru saja mengumumkan perkembangan terkini mengenai satelit multifungsi Satria-1.

Menurut Johnny, pengadaan satelit ini masih berjalan normal, tetapi ada penundaan peluncuran karena pandemi Covid-19 memengaruhi pengadaan dan produksi satelit Satria-1.

"Ternyata Covid-19 juga berdampak pada proses pengadaan dan produksi satelit Satria-1. Yang sedianya direncanakan untuk ditempatkan di orbit pada bulan Maret tahun 2023, kemudian mengalami pengunduran jadwal," tutur Johnny dalam siaran pers yang diterima, Senin (23/11/2020).

Karena itu, pemerintah pun mengusulkan dan meminta perpanjangan waktu penempatan satelit di orbit pada ITU (International Telecommunication Union).

Pemerintah menargetkan peluncuran satelit Satria-1 ini dapat dilakukan pada kuartal keempat 2023.

"Selama 14 bulan yang kita perkirakan, ya secepatnya, atau paling cepat meletakkan satelit di orbit bisa dapat dilakukan pada kuartal keempat tahun 2023," kata Jonny lebih lanjut.

Dia juga menuturkan mundurnya jadwal peluncuran satelit ke orbit merupakan hal yang biasa terjadi di industri satelit. Terlebih, apabila ada force majeur.

Hanya, dalam hal ini, ITU memang meminta informasi tambahan pada pemerintah Indonesia mengenai rencana peluncuran satelit Satria-1 selanjutnya.

"Karena force majeur, akibat dampak Covid-19, maka ITU Board meminta informasi tambahan kepada Indonesia dan PSN agar pertimbangannya nanti dapat diputuskan pada rapat ITU berikutnya pada bulan Maret tahun 2021," ujar Johnny menjelaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Informasi Satelit SATRIA-1

Sebagai informasi, satelit SATRIA-1 akan menempati orbit 146 BT (Bujur Timur). Satelit multifungsi ini ditujukan untuk menyebarkan akses internet di wilayah Indonesia, terutama daerah yang belum terjangkau internet.

Satelit ini dibuat oleh Thales Alenis Space dan roket peluncurannya adalah SpaceX Falcon 95500. Satelit ini disebut akan memiliki kapasitas 150Gbps dan mampu meningkatkan kecepatan internet di seluruh Indonesia.

Saat ini, Indonesia sendiri telah memanfaatkan lima satelit mandiri dengan kapasitas 30Gbps, dengan empat satelit yang disewa dari pihak asing dengan kapasitas 20Gbps.

"Beroperasinya Satria dengan kapasitas 150Gpbs atau 3 kali lipat dari kapasitas 9 satelit akan memberikan WiFi gratis di 150.000 titik publik di berbagai wilayah nusantara," tutur Johnny saat penandatangan kerja sama untuk kontruksi satelit ini.

3 dari 3 halaman

SNT Gandeng Thales Alenia Space Siap Bangun Satelit Satria Senilai Rp 8 Triliun

Untuk diketahui, PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) baru saja menandatangani perjanjian kerja sama dengan perusahaan aerospace Prancis Thales Alenia Space terkait dimulainya konstruksi satelit multifungsi Satria pada akhir 2020.

Adapun nilai dari kontrak konstruksi satelit Satria ini sebesar USD 550 juta atau setara Rp 8 triliun.

Penandatanganan kerjasama keduanya berlangsung di Kediaman Menteri Komunikasi dan Informatika di Komplek Menteri Widya Chandra, Jakarta, Kamis (3/9/2020) disaksikan oleh Menkominfo Johnny G.Plate dan Direktur Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Anang Latif.

Dalam penandatanganan ini, Direktur Utama SNT Adi Rahman Adiwoso menyebut, alasan dibutuhkannya satelit multifungsi Satria yang punya spesifikasi high throughput satellite (HTS) untuk Indonesia.

Menurutnya, pada 2024-2025 mendatang, harga internet berkecepatan 1Mbps per bulan masih lebih mahal ketimbang yang dibayar BAKTI. Oleh karena itu dibutuhkan investasi yang lebih terjangkau tetapi berkualitas.

"Program satelit ini merupakan hal yang jitu, tidak membutuhkan anggaran selama 3,5 tahun yang akan datang dan dengan biaya Rp 8 triliun serta biaya konsensi Rp 20 triliun yang dibayar 15 tahun tidak membutuhkan keuntungan finansial seperti satelit komersil lainnya (sehingga bisa lebih hemat)," kata Adiwoso dalam acara MoU yang ditayangkan live streaming. 

Menurutnya, satelit Satria menggunakan skema pembiayaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan masa konsensi selama 15 tahun, yakni selama satelit beroperasi.

(Dam/Why) 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini