Sukses

Ini Alasan Indonesia Pakai Roket SpaceX untuk Luncurkan Satelit Satria

Indonesia akan meluncurkan satelit internet cepat Satria pada 2023. Rencananya, satelit Satria ini akan diluncurkan dengan roket Falcon 9 5500 milik perusahaan aerospace Elon Musk, SpaceX.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia akan meluncurkan satelit internet cepat Satria pada 2023. Rencananya, satelit Satria ini akan diluncurkan dengan roket Falcon 9 5500 milik perusahaan aerospace Elon Musk, SpaceX.

Diungkapkan oleh Direktur Utama PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) Adi Rahman Adiwoso, alasan pihaknya memilih perusahaan roket Elon Musk ketimbang yang lain adalah reputasi baik dari SpaceX.

Memang, SpaceX belum lama ini telah sukses mengirim dan membawa pulang astronot NASA ke dan dari Stasiun Antariksa Internasional (ISS) menggunakan layanannya. Di samping itu, perusahaan Elon Musk itu juga sukses dalam misi-misinya yang lain sebelumnya.

"Waktu kami adakan tender ke perusahaan roket, kita cuma ada dua (perusahaan)," kata Adiwoso saat konferensi pers penandatanganan MoU PT SNT dan Thales Alenia Space terkait konstruksi satelit Satria, Kamis (3/9/2020).

Kedua perusahaan itu adalah Ariane dan SpaceX. Menurut Adiwoso, keduanya sama-sama punya reputasi baik namun pada akhirnya pilihan dijatuhkan pada SpaceX.

"Kalau saya sebagai pembeli satelit, roket itu tidak lebih dari transportasi ke luar angkasa. Keduanya (Ariane dan SpaceX) punya reputasi baik, sehingga kami pakai SpaceX yang pernah pakai juga di Nusantara 1. Kami ingin berikan yang terbaik," ujar Adiwoso. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perusahaan Lain yang Ikut Tender

Lebih lanjut, menurut Adiwoso, sebenarnya ada empat perusahaan roket yang berpartisipasi dalam tender internasional untuk meluncurkan satelit Satria.

Selain Ariane dan SpaceX, dua perusahaan lain yang ikut dalam tender ini adalah perusahaan roket dari Rusia dan Tiongkok.

Namun, karena adanya embargo dari negara-negara barat untuk pemakaian roket Tiongkok, perusahaan Tiongkok tersebut tidak dipilih.

"Jadi (perusahaan Tiongkok) nggak bisa dipilih," katanya.

Sementara perusahaan roket Rusia tidak bisa dipilih karena pihaknya melihat saat tender berlangsung, banyak roket Rusia yang gagal meluncur.

"Pada waktu itu, roket Rusia banyak gagal jadi kita nggak berani pilih, akhirnya antara Ariane dengan SpaceX. Kami pilih SpaceX," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Alasan Pilih Thales Alenia untuk Bangun Satelit Satria

Konstruksi satelit Satria yang pengerjaannya akan dilakukan pada akhir 2020 ini dikerjakan oleh perusahaan aerospace Prancis Thales Alenia Space (TAS).

Adiwoso juga mengungkap alasan dipilihnya TAS. Seperti pengadaan roket, pembuat satelit juga ditender. Saat itu, lima perusahaan internasional terkemuka seperti Airbus, Boeing, Thales, Lockheed Martin, dan SSL diundang untuk ikut tender internasional Satria.

Menurutnya saat itu pihaknya mendapat jawaban dari tiga perusahaan, termasuk Thales Alenia Space.

"Yang beri jawaban kepada kami dengan syarat yang kami inginkan, waktu itu ada 3.  Kami terus nego sesuai jadwal, keuangan, dan spesifikasi terbaik. Thales waktu itu memberikan banyak hal yang kami butuhkan, dengan masalah jadwal yang cukup agresif," kata Adiwoso.

Ia pun mengatakan, keyakinan bahwa satelit bisa diselesaikan pada 2023 membuatnya dan Thales sepakat untuk mengadakan MoU konstruksi Satria pada hari ini.

"Untuk meyakinkan bahwa pembuatan satelit ini bisa tepat waktu, kalau pun ada risiko, sudah kami bangun lebih dahulu sehingga bisa punya margin timing," tuturnya.

4 dari 4 halaman

Modal Rp 8 Triliun

Sekadar informasi, perjanjian pengerjaan manufakturing satelit Satria ini  ditandatangani oleh konsorsium Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dan Thales Alenia Space melalui PT Satelit Nusantara Tiga (SNT). SNT merupakan bagian dari konsorsium Pasifik Satelit Nusantara.

Adapun nilai kontrak pengerjaan satelit Satria selama 3,5 tahun ini adalah USD 550 juta yang berasal dari dua sumber, yakni USD 425 juta merupakan pinjaman sindikasi dari kredit Prancis dan multilateral di Beijing.

"Sisanya USD 125 juta modal kita sendiri atau ekuitas. Kenapa ambil kredit dari luar, karena bunganya lebih rendah dan jangka pengembaliannya 12 tahun setelah satelit beroperasi. Sementara, 3,5 tahun merupakan project cost," tutur Adiwoso.

Sementara itu, perjanjian kontrak PSN dengan Thales Alenia Space sebelumnya dilakukan  pada 1 Juli 2019 setelah melalui tender internasional.  Sementara dengan SpaceX dilakukan 16 Agustus 2019, juga setelah dilaksanakannya tender internasional.

(Tin/Why)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini