Sukses

Berkaca pada Zoom Meeting Wantiknas, Pakar Sarankan Pemerintah Inisiasi Aplikasi Lokal

BSSN maupun Kemkominfo diharapkan dapat menginisiasi aplikasi video conference seperti Zoom terutama untuk perangkat negara, umumnya untuk masyarakat luas, yang dilengkapi dengan fitur keamanan.

Liputan6.com, Jakarta - Diskusi online Dewan TIK Nasional (Wantiknas) lewat aplikasi Zoom menjadi pembicaraan karena ada penyusup yang membagikan konten tidak senonoh.

Perlu ditekankan, peristiwa yang disebut "Zoombombing" ini juga dialami oleh banyak pihak di belahan dunia lainnya. Umumnya penyusup memanfaatkan tautan video-conference Zoom yang disebarkan di media sosial atau mengeksploitasi celah lainnya.

Setelah berhasil menjadi penumpang gelap, pihak tak bertanggung jawab itu dapat mengirimkan berbagai file, bahkan melakukan screen sharing. Inilah yang kemungkinan terjadi di seminar online yang digagas oleh Wantiknas.

Pakar keamanan siber Pratama Persadha, dalam keterangan kepada Tekno Liputan6.com, menyatakan sejak awal tahun ini Zoom telah mendapatkan banyak kritik dari praktisi dan pakar keamanan siber.

"Zoom sebenarnya sudah memberikan update cukup krusial, tetapi kemungkinan belum banyak diketahui penggunanya. Seperti fitur enable waiting room (mengaktifkan ruang tunggu). Jadi, peserta harus mendapatkan approval (persetujuan) terlebih dahulu saat mau masuk ke meeting," ujar kepala lembaga keamanan siber CISSReC tersebut.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pembatasan screen-sharing

Selain itu, kata Pratama, ada fitur yang memungkinkan host (tuan rumah) saja yang dapat melakukan screen sharing. Hal ini memang harus diperhatikan benar oleh pihak mana pun yang menggunakan Zoom.

"Update dari Zoom memang tidak serta merta menutup semua celah keamanan yang ada. Jadi, perlu terus menerus dilakukan tes serta cek oleh Zoom dan pihak ketiga. Karena peretasan terhadap akun Zoom marak dilakukan, artinya ada celah keamanan yang mudah dieksploitasi oleh peretas," kata pria yang pernah bertugas di Lembaga Sandi Negara tersebut.

Lebih lanjut, pria asal Cepu, Jawa Tengah itu berharap pemerintah melalui BSSN maupun Kemkominfo dapat menginisiasi aplikasi video conference terutama untuk perangkat negara, umumnya untuk masyarakat luas, yang dilengkapi dengan fitur keamanan.

"Aplikasi video conference yang private, chat dan media sosial serta email sebaiknya memang kita coba membuat sendiri. Tidak tergantung dari luar, peristiwa rapat Zoom Wantiknas jelas menjadi bukti bahwa hal ini perlu dilakukan," ujar Pratama menegaskan.

3 dari 3 halaman

Aplikasi Rekomendasi BSSN

Diwartakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menggelar rapat terbatas bersama jajaran menteri kabinet dengan topik program mitigasi dampak virus corona (Covid-19) terhadap usaha kecil mikro dan menengah (UMKM). Rapat tersebut dilakukan secara virtual atau melalui video conference pada Rabu (15/4/2020).

Namun, rapat terbatas itu sempat tersendat karena mengalami gangguan saat Jokowi tengah memberi pengarahan kepada menteri. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan bahwa rapat kali ini menggunakan aplikasi video conference yang berbeda dari sebelumnya.

"Bapak presiden perlu kami laporkan sebelum ratas (rapat terbatas) dimulai, hari ini kita menggunakan aplikasi yang berbeda dengan yang lalu," ujar Pramono Anung membuka rapat terbatas.

Meski begitu, dia tak menjelaskan aplikasi apa yang digunakan dalam rapat terbatas kali ini. Menurut Pramono, pergantian aplikasi video conference ini berdasarkan koordinasi dengan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) agar tak bisa dilacak oleh siapa pun.

"Atas koordinasi dengan BSSN kita akan memakai aplikasi-aplikasi yang bergantian supaya tidak bisa dilacak oleh siapa pun," jelasnya.

(Why/Isk)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini