Sukses

Finalis Indonesia Raih Penghargaan Bergengsi di Google Science Fair 2019

Celestine Wenardy, satu-satunya finalis asal Indonesia, meraih penghargaan bergengsi di Google Science Fair 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Pemenang kompetisi bertajuk Google Science Fair 2019 telah diumumkan. Akun Twitter resmi Google Science Fair (@googlescifair) mengumumkan lima finalis yang meraih penghargaan di ajang khusus pelajar berusia 13-18 tahun di seluruh dunia tersebut. 

Celestine Wenardy, satu-satunya finalis asal Indonesia, menjadi salah satu finalis yang meraih penghargaan bergengsi, yakni Virgin Galactic Pioneer Award. Penghargaan itu diberikan kepada "siswa yang menggunakan pendekatan inovatif dan langsung untuk memecahkan sejumlah tantangan teknik terbesar."

Celestine mengembangkan alat pengukur konsentrasi kadar gula dalam darah (glukometer) tanpa pengambilan sampel darah. Akurasi glukometer yang digagas Celestine ini bisa dibilang bagus, yakni mencapai koefisien determinasi 0,843 dengan harga sekitar USD 63.

Dibandingkan glukometer di pasaran yang bersifat invasif seharga USD 1.000, glukometer gagasan Celestine tentu sangat murah. Mengenai cara kerjanya, Celestine mengatakan bahwa alat buatannya memakai dua sensor.

"Sensor pertama menggunakan interferometri, yang melibatkan hubungan antara indeks bias kulit dan konsentrasi glukosa. Sensor kedua menggunakan teknologi termal, yang memanfaatkan korelasi antara kapasitas panas kulit dan konsentrasi glukosa," kata Celestine di halaman profilnya di situs web Google Science Fair.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bersaing dengan 19 Finalis Lainnya

Di Google Science Fair 2019, Celestine harus berasing dengan 19 finalis lainnya dari seluruh dunia.

Selain Celestine, tiga orang pemenang lainnya adalah Fionn Ferreira dari Irlandia, yang menyabet penghargaan utama Google Grand Prize. Fionn meneliti penanganan mikroplastik di perairan.

Dalam penelitiannya, Fionn memanfaatkan ferofluid atau cairan yang terbuat dari partikel feromagnetik berskala nano yang tersuspensi di dalam pelarut organik.

Pemenang lainnya adalah Daniel Kazantsev. Remaja asal Rusia itu menawarkan gagasan baru untuk membantu orang-orang yang memiliki gangguan pendengaran dalam mengekspresikan pikiran mereka. Dia meraih penghargaan Lego Education Award.

 

 

3 dari 3 halaman

Bersaing dengan 19 Finalis Lainnya

Kemudian ada pula Tuan Dolmen dari Turki. Dia mengembangkan desain modul pertanian digital yang dapat menangkap getaran pohon untuk energi. Gagasannya membuat dia diganjar penghargaan Scientific American Innovator Award.

Terakhir, dua remaja asal India, yakni AU Nachiketh Kumar dan Aman KA, menggondol penghargaan National Geographic Explorer Award. Mereka meneliti Averrhoa bilimbi sebagai koagulan alami untuk getah karet.

Para finalis yang menjadi pemenang berhak atas sejumlah hadiah antara lain beasiswa pendidikan senilai USD 50.000 bagi pemenang utama dari Google dan beasiswa pendidikan senilai USD 15.000 bagi keempat pemenang lainnya.

(Why/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.