Sukses

AI Google yang Mampu Prediksi Banjir Bakal Sambangi 3 Negara Ini, Indonesia?

Setelah berhasil memprediksi sejumlah kejadian banjir di Patna, India, kapan teknologi AI Google sambangi Indonesia?

Liputan6.com, Tokyo - Entah karena curah hujan tinggi, pendangkalan sungai karena sampah, bendungan yang jebol, atau perencanaan tata letak kota yang kurang baik adalah beberapa faktor kenapa banjir terjadi di sebuah daerah atau kota.

Dampak yang diakibatkan banjir pun sungguh luar biasa, baik dari segi jumlah penduduk yang meninggal hingga kerugian materi.

Berdasarkan laporan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, banjir mengakibatkan kerusakan lebih dari U$ 40 miliar atau sekitar Rp 562 miliar secara global.

Melihat permasalahan tersebut Google menggagas Google Flood Forecasting Initiative yang dikepalai oleh Sella Nevo, Software Engineering Manager, Google AI.

Sebagai proyek awal yang nantinya bakal mampu memprediksi bencana banjir, Sella memilih India. Kenapa memilih India ketimbang negara lain, seperti Tiongkok atau Indonesia?

"Warga India, khususnya yang tinggal di sekitar sungai Ganga, seperti di Patna lebih sering berhadapan dengan bencana banjir. Indonesia awalnya sempat ingin dipilih jadi model awal, akan tetapi karena satu hal lainnya dipilihlah India," jawab Sella saat diwawancara rekan media di acara Google Solve with AI di Tokyo, Jepang, Rabu 11 Juli 2019.

"Pada saat ini ingin fokus pengumpulan dan pengolahan data sebanyak-banyaknya, agar AI dan machine learning milik Google semakin pintar saat memprediksi banjir," sambungnya.

Sella sendiri belum dapat memastikan kapan membawa teknogi ini ke negara lain--yang sering mengalami banjir, seperti Tiongkok, Vietnam atau pun Indonesia.

"Masih belum ada tanggal pasti kapan teknologi prediksi banjir ini dapat diimplementasikan di Indonesia, semoga tahun ini. Sekarang, ingin fokus di negara Bangladesh dan Vietnam," kata Sella.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Teknologi Prediksi Banjir Masih Terbatas

Kecerdasan buatan

Bagaimana bila ada pengembang di Indonesia tertarik menggunakan teknologi AI Google untuk memprediksi banjir?

Sella mengatakan, "Saat ini akses menggunakan AI masih terbatas dan belum open source, mungkin di masa mendatang."

Tak hanya itu, Sella juga mengungkap, untuk dapat mengolah data yang jumlahnya besar ini masih membutuhkan perangkat sekelas super komputer, dan tentunya dana yang tidak murah.

3 dari 4 halaman

Google Mampu Prediksi Bencana Banjir

Ilustrasi banjir (iStock)

Berbekal informasi dari alat pengukur ketinggian air, data dari pemerintah, algoritma AI, Google mampu menghadirkan solusi yang dapat memprediksi tidak hanya kapan banjir tiba, tetapi juga di mana lokasi teraman bagi warga saat mengungsi.

"Google sudah lama berkecimpung dalam respon darurat dengan mengirimkan alerts atau notifikasi ke pengguna Android saat bencana terjadi. Namun kala itu, perusahaan tidak memiliki peringatan dalam hal banjir," ucap Sella.

"Kita tidak bisa memprediksi banjir saat itu karena tidak memiliki seluruh informasi yang dibutuhkan. Berbekal informasi data yang dikumpulkan saat ini, kami dapat menyebarkan alerts lebih akurat," kata Sella.

 

4 dari 4 halaman

Tantangan yang Harus Google Hadapi

Ilustrasi - Banjir merendam dua desa di Cilacap, meliputi Desa Sidareja dan Desa Gunungreja. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Untuk menghasilkan data akurat tersebut, Sella dan timnya harus menghadapi berbagai macam tantangan.

Tantangan yang pertama harus dihadapi adalah bagaimana caranya mendapatkan gambar topografi oermukaan bumi yang berkualitas tinggi.

"Saat mengerjakan pertama kali, kami hanya memiliki gambar peta beresolusi rendah. Karenanya, AI tidak dapat mengetahui topografi sebuah kawasan yang sering dilanda banjir sebenarnya."

Tantangan kedua dalam pengumpulan data adalah bentuk bumi yang berubah-ubah. "Mungkin dulu hanya sebatas aliran sungai kecil, tapi beberapa waktu kemudian berubah menjadi lebih dalam dan lebar," katanya.

Tak hanya itu, untuk membuat topografi yang lebih detail dan berubah-ubah butuh biaya yang tidak murah.

"Karena itu, kami mengandalkan Stereographic Imagery. Dengan ini, satelit akan merekam gambar permukaan yang sama dari dua satelit yang berbeda sehingga dapat diketahui ketinggian serta muka bumi yang berubah."

"Berkat data-data tersebut, AI pun dapat mendeteksi bilamana arus sungai sedang deras, daerah mana yang bakal banjir, dan di mana lokasi teraman bagi warga untuk mengungsi," ucap Sella.

(Ysl/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.