Sukses

Negara Ini Haruskan Pengguna Pakai Nama Asli untuk Unggah Komentar di Internet

Peraturan baru ini mengharuskan pengguna internet untuk menggunakan nama dan alamat asli ketika berkomentar di internet.

Liputan6.com, Jakarta - Rupanya bukan hanya Tiongkok yang memberikan batasan ketat bagi penggunanya saat berada di internet. Salah satu penerapan aturan ketat di Tiongkok adalah seperti memberikan batasan terhadap anonimitas.

Kini hal serupa diterapkan oleh sebuah negara Eropa, yakni Austria. Pemerintah Austria telah memperkenalkan undang-undang yang mengatur warga negaranya saat beraktivitas di internet.

Mengutip laman Engadget, Minggu (28/4/2019) peraturan baru ini mengharuskan pengguna internet untuk menggunakan nama dan alamat asli ketika berkomentar di internet.

Sebenarnya pengguna masih boleh memilih sebuah nama panggilan. Namun dengan nama dan alamat asli, otoritas bisa mudah menemukan pengguna yang mengunggah komentar bernada negatif atau ujaran kebencian.

Tidak hanya berlaku bagi pengguna, perusahaan-perusahaan teknologi dan internet yang tidak menerapkan aturan tersebut bakal didenda sebesar USD 562 ribu (setara Rp 7,9 miliar).

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengecualian

Tak semua medsos atau situs bakal mengharuskan pengguna memakai nama asli. Hanya laman dengan 100 ribu pengguna (atau lebih) serta pendapatan di atas USD 562 ribu per tahun yang dikenai aturan ini.

e-Commerce yang tidak menghasilkan uang atau iklan akan mendapatkan pengecualian.

Rencananya, jika disahkan oleh Uni Eropa, aturan ini bakal berlaku mulai 2020.

Kehadiran aturan ini menimbulkan beberapa kekhawatiran, salah satunya adalah tentang pengecualian di atas.

Ada yang menilai, pengecualian di atas membuat situs atau laman baru tak memberikan pengawasan yang ketat pada pengguna.

3 dari 3 halaman

Masalah Privasi Data

Tidak hanya itu, ada pula kekhawatiran mengenai potesi konflik kepentingan. Pasalnya, aturan tersebut mungkin bisa melindungi mitra dari partai-partai yang berkuasa.

Uni Eropa mungkin saja menolak undang-undang itu terkait dengan privasi pengguna.

Meski meminta nama dan alamat bisa mencegah pelecehan dan ujaran kebencian, hal ini juga menghambat orang untuk mengunggah pendapat bebasnya.

Hal ini juga akan mengubah situs atau laman menjadi tambang emas bagi pertas. Artinya, jika peretas bisa menembus data base, mereka bisa saja mencuri informasi pribasi pengguna.

(Tin/Jek)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.