Sukses

Facebook Tunda Rilis Fitur Clear History untuk Pengguna

Facebook dilaporkan kembali menunda peluncuran fitur Clear History hingga menjelang akhir tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta - Tahun lalu, CEO Facebook Mark Zuckerberg sempat mengungkapkan rencana perusahaan merilis fitur 'Clear History'.

Sesuai namanya, fitur ini memungkinkan pengguna Facebook menghapus seluruh informasi dari akunnya.

Menurut rencana, fitur siap digunakan pada akhir tahun, sebelum akhirnya ditunda ke pertengahan tahun ini. Namun dari laporan terbaru, Facebook ternyata masih menunda rilisnya fitur ini ke publik.

Informasi ini diketahui dari VP of Integrity Facebook, Guy Rosen, beberapa waktu lalu. Dikutip dari Engadget, Kamis (11/4/2019), fitur ini diundur peluncurannya menjadi akhir 2019.

Menurut Rosen, penundaan hadirnya fitur ini terjadi karena tim pengembang ingin memastikan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Dia menuturkan, tim pengembang tengah melakukan pemrosesan agar Facebook dapat melakukannya dengan baik.

"Oleh sebab itu, kehadiran fitur ini membutuhkan waktu lebih lama dari yang diperkirakan," tutur Rosen. Sayangnya, tidak diungkap lebih lanjut masalah apa yang terjadi, mengingat fitur ini sudah molor hampir satu tahun dari rencana awal.

Sekadar informasi, kehadiran fitur 'Clear History' sudah diumumkan oleh Zuckerberg sejak Mei 2018 melalui akun Facebooknya. Pengumuman itu dilakukan sehari sebelum konferensi pengembang tahunan Facebook F8.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

540 Juta Data Pengguna Facebook Bocor

Masalah keamanan memang belum benar-benar usai di Facebook. Beberapa hari lalu, Facebook dilaporkan menghapus database publik berisi data penggunanya di server cloud Amazon.

Hal ini dilakukan Facebook menyusul laporan dari perusahaan keamanan siber, UpGuard, yang menemukan ada jutaan data pengguna Facebook terekspos di server publik tersebut.

Dilansir Reuters, Kamis (4/4/2019), tim Risiko Siber UpGuard mengumumkan dalam sebuah unggahan blog pada Selasa (2/4/2019), situs berita asal Mexico City, Cultura Colectiva, menggunakan beberapa server Amazon untuk secara terbuka menyimpan 540 juta data para pengguna Facebook, termasuk nomor identifikasi, komentar, reaksi, dan nama akun.

Selain itu juga ada database lain dari sebuah aplikasi bernama At the Pool, berisi nama, password, dan alamat email dari 22 ribu orang.

Cultura Colectiva mengatakan, semua data Facebook tersebut berasal dari interaksi pengguna dengan tiga Page miliknya di layanan tersebut. Semua data itu merupakan informasi serupa yang dapat diakses publik untuk siapa saja yang menelusiri page-page itu.

"Tidak ada data pribadi atau sensitif, seperti email atau password di dalam (database) tersebut, karena kami tak memiliki akses ke data-data semacam itu. Jadi kami tidak menempatkan keamanan dan privasi para pengguna kami dalam bahaya," jelas Cultura Colectiva.

"Kami menyadai potensi penggunaan data saat ini, jadi kami telah memperkuat langkah-langkah keamanan untuk melindungi data dan privasi dari pengguna fanpages Facebook kami," sambung media tersebut dalam pernyataan tertulisnya.

Alex Capecelatro yang menjabat sebagai CEO di At the Pool sebelum ditutup pada 2014, tidak merespons ketika diminta berkomentar tentang masalah ini.

Amazon juga belum memberikan komentar. Perusahaan sejauh ini disebut telah meningkatkan upaya mengedukasi para konsumen tentang risiko terkait penyimpanan data pengguna secara publik.

Edukasi ini dilakukan setelah beberapa kali penyimpangan privasi data oleh para konsumen Amazon menjadi berita utama dalam beberapa tahun terakhir.

3 dari 3 halaman

Facebook Kerja Sama dengan Amazon

Facebook dalam pernyataannya, mengatakan telah bekerja sama dengan Amazon untuk menghapus database para penggunanya.

"Kebijakan Facebook melarang menyimpan informasi Facebook di database publik," jelas perusahaan.

Dikutip dari The Guardian, Facebook sebelumnya mengatakan telah menginvestigasi insiden ini dan belum mengetahui sifat data, serta bagaimana data itu dikumpulkan atau mengapa disimpan di server publik. Perusahaan akan memberitahu pengguna jika menemukan bukti data-data itu disalahgunakan.

Insiden ini kembali menambah masalah terkait privasi yang dialami Facebook. Pada tahun lalu, perusahaan diserang menyusul laporan, yang menyebutkan Cambridge Analytica memperoleh data pribadi jutaan pengguna Facebook tanpa sepengetahuan mereka.

(Dam/Jek)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.