Sukses

Netflix dan Tantangannya Melokalisasi Konten di Indonesia

Salah satu tantangan yang kini dialami Netflix adalah lokalisasi konten berupa subtitle dan beberapa lainnya, apa saja?

Liputan6.com, Jakarta - Netflix memang sudah menyambangi Indonesia sejak 2016. Hal tersebut dibuktikan dengan kehadiran antarmuka dan subtitle berbahasa Indonesia. 

Namun, platform streaming film dan serial tersebut justru baru menunjukkan tajinya di pasar Tanah Air sejak Oktober 2018.

Ya, sejak itu, Netflix mulai berbenah di pasar Indonesia. Film orisinal Indonesia pertamanya, The Night Comes For Us, juga telah tayang. Respons pasar dengan film ini pun terbilang positif.

Marketing Netflix tentu mengatur strategi menggandeng pengguna baru, selain membuat akun Instagram dan Twitter dengan pendekatan unik dan interaktif, Netflix mengolah kurasi film dan serial lebih terpersonalisasi agar dapat dinikmati pengguna Indonesia.

Meski sudah pasti menyelami pasar streaming Indonesia, nyatanya layanan asal Amerika Serikat (AS) ini mengaku masih harus menghadapi sejumlah tantangan dalam mengepakkan sayap bisnisnya di Indonesia. 

Diungkapkan oleh perwakilan Netflix Indonesia dan Malaysia, salah satu tantangan yang kini dialami Netflix adalah lokalisasi konten berupa subtitle.

Untuk mewujudkan hal tersebut, menurutnya tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. 

“Ya, subtitle menjadi salah satu upaya lokalisasi konten yang kami lakukan. Untuk melakukan hal ini juga tidak gampang, karena Netflix kan serial dan filmnya sangat banyak. Kami juga harus engage ke lebih banyak translator untuk hal ini,” kata Netflix Indonesia kepada Tekno Liputan6.com, Senin (4/2/2019).

Selain itu, tantangan lain yang harus dihadapi Netflix selama melakukan lokalisasi konten adalah kerjasama dengan operator, dalam hal ini, khususnya Telkom.

Seperti diketahui, pengguna layanan Telkom--termasuk Telkomsel dan IndiHome—belum bisa menggunakan Netflix secara leluasa. 

Namun yang pasti, Netflix sudah menjalin kerja sama dengan sejumlah operator lokal lain untuk memanjakan penggunanya, mulai dari XL, Bolt, Tri, serta Smartfren.

“Kerja sama ini untuk menyediakan paket data streaming video,” tambah Netflix Indonesia.

Adapun tantangan berikutnya adalah sosialisasi ke pengguna baru yang ingin berlangganan dengan Netflix.

Menurut Netflix Indonesia, sosialisasi di sini dimaksudkan agar pengguna baru Netflix paham kalau platform-nya memiliki sejumlah fitur yang bisa dimanfaatkan, seperti Kids Mode, di mana pengguna bisa membatasi jenis tontonan yang aman bagi anak-anak.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Personalisasi Konten Berbasis AI

Netflix sendiri juga sudah mulai memanfaatkan penggunaaan kecerdasan buatan untuk layanannya.

Untuk melakukannya, Netflix bekerja sama dengan University of Southern California untuk melakukan studi terlebih dulu. 

Studi tersebut melibatkan sejumlah subyek untuk memberikan penilaian mengenai tampilan video yang lebih baik. Jadi, subyek diminta untuk menonton beberapa video dengan kualitas berbeda dan memilih mana yang memiliki tampilan paling baik. 

Hasil studi itu kemudian menjadi bahan latihan sistem kecerdasan buatan agar mampu menampilkan file berkualitas tinggi dengan konsumsi data sekecil mungkin.

Dengan demikian, pengguna yang memiliki koneksi internet terbatas tetap dapat menikmati konten berkualitas baik. 

Hal ini dimungkinkan sebab tak seluruh video ternyata menggunakan data yang sama untuk mampu tampil baik.

Menurut VP of Product Innovation Netflix Todd Yellin, data yang diperlukan untuk menampilkan video dengan spesial efek akan lebih lebih banyak menguras data ketimbang video kartun.

Ia membandingkan serial Daredevil yang penuh aksi dan spesial efek dengan Bojack Horseman yang notabene merupakan kartun. Menurutnya, akan lebih sedikit data yang dibutuhkan untuk menyimpan Bojack Horseman ketimbang Daredevil, karena lebih sedikit detail yang perlu ditampilkan.

Di sisi lain, proses pengodean kecerdasan buatan dilakukan secara shot-by-shot. Karenanya, kompleksitas visual dapat dimaksimalkan tanpa perlu mengambil bandwith yang berlebihan.

Meskipun secara kasat mata tampilan video itu nantinya tak tak berbeda jauh, tapi data yang diperlukan untuk menampilkan video tersebut bisa jauh lebih kecil. Bahkan, menurut Yellin konsumsi data yang diperlukan dapat turun hingga setengah dari kebutuhan normal.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.