Sukses

Polandia Tangkap Pegawai Huawei yang Dituduh Mata-Mata

Seorang pegawai Huawei ditangkap oleh kepolisian Polandia atas tuduhan aksi mata-mata.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang pegawai Huawei dilaporkan baru saja ditangkap kepolisian Polandia.

Pegawai asal Tiongkok itu ditangkap bersama seorang warga negara Polandia dengan tuduhan telah melakukan aksi mata-mata.

Berdasarkan laporan Reuters, juru bicara kepolisian Polandia menyebut aksi spionase yang dilakukan dua orang tersebut merupakan tindakan pribadi.

Oleh sebab itu, tidak ada kaitannya dengan Huawei sebagai perusahaan.

Dikutip dari The Guardian, Selasa (15/1/2019), Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan prihatin atas penangkapan tersebut. Mereka juga meminta Polandia untuk menangani kasus ini secara adil.

Pengadilan Warsawa menyetujui permintaan jaksa penuntut untuk menangkap kedua pria tersebut selama tiga bulan. Apabila terbukti bersalah, keduanya akan menghadapi hukuman hingga 10 tahun penjara.

Usai penangkapan tersebut, Huawei mengaku pihaknya telah memecat karyawan yang bernama Weijing Wang tersebut.

Menurut perusahaan, keputusan itu diambil karena Wang dianggap merusak citra perusahaan.

Perusahaan asal Tiongkok itu juga mengaku bahwa aksi tersebut tidak memiliki kaitan langsung dengan Huawei.

"Huawei selalu menaati hukum dan regulasi di mana kami beroperasi dan kami meminta para karyawan melakukan hal serupa," tulis Huawei.

Kasus ini seakan menguatkan imej yang kurang baik tentang Huawei di dunia barat.

Sekadar informasi, perusahaan ini disebut-sebut sebagai corong mata-mata pemerintah Tiongkok melalui produk yang dipasarkannya. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Huawei Bakal Lebih Fokus pada 5G dan AI Tahun Ini

Terlepas dari hal itu, bisnis Huawei selama beberapa tahun terakhir diakui berjalan dengan cukup baik, terutama di pasar smartphone dengan berhasil menempati peringkat ke dua di dunia.

Memasuki tahun baru, Huawei memiliki serangkaian rencana untuk mempertahankan kepercayaan konsumen.

Dilansir GSM Arena, Jumat (11/1/2019), prioritas dan rencana Huawei pada 2019 ini diungkapkan oleh sang CEO, Richard Yu.

Sejumlah rencana tersebut adalah berinvestasi di riset dan pengembangan (R&D), 5G, dan teknologi Artificial Intelligent (AI).

Yu mengatakan, rencana-rencana tersebut bertujuan membantuk sebuah ekosistem agar bisa menghadirkan pengalaman kecerdasan yang dibutuhkan oleh semua konsumen.

"Huawei meyakini kekuatan AI dan berkomitmen menggunakan teknologi untuk membantu anak-anak tunarungu," tuturnya

Selain itu, Yu juga menyoroti isu privasi yang belakangan ini menyerang perusahaan. Seperti diketahui, sejumlah negara menuding produk-produk Huawei digunakan oleh Tiongkok untuk melakukan spionase.

Yu menegaskan bahwa Huawei mematuhi kerangka kerja teknologi privasi yang paling ketat di dunia.

Huawei, katanya, juga merupakan perusahaan yang terbuka bekerja sama dan meraih kesuksesan bersama.

Ia juga mengungkapkan pencapaian penting perusahaan di pasar smartphone pada tahun lalu. Huawei berhasil mengapalkan 200 juta unit smartphone pada 2018, dan merupakan manufaktur terbesar di dunia.

Selain itu, ada 100 juta unit perangkat lain yang dijual pada 2018 termasuk PC, tablet, dan wearable.

Pencapaian ini mendorong perusahaan asal Tiongkok itu sebagai produsen tablet terbesar di dunia, setelah Samsung dan Apple.

3 dari 3 halaman

Dokumen Ini Ungkap Hubungan Huawei dengan Perusahaan di Iran

Dugaan pelanggaran sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran yang dilakukan oleh Huawei, kembali memasuki babak baru dengan kemunculan dokumen terkait.

Berdasarkan sejumlah dokumen yang didapatkan Reuters, Huawei memiliki hubungan yang lebih dekat dengan dua perusahaan di Iran dibandingkan yang diketahui sebelumnya.

Dua perusahaan yang dimaksud adalah penjual peralatan telekomunikasi beroperasi di Tehran bernama Skycom Tech Co, dan perusahaan induknya yang terdaftar di Mauritius, Canicula Holdings Ltd.

AS menuding Chief Financial Officer (CFO) sekaligus anak pendiri Huawei, Meng Wanzhou, telah menipu perbankan internasional untuk bisa melakukan transaksi kliring dengan Iran melalui klaim bahwa kedua perusahaan itu tidak dikendalikan Huawei.

Dikutip dari Reuters, dalam dokumen-dokumen tersebut terdapat keterangan bahwa seorang eksekutif tingkat tinggi Huawei, telah ditunjuk sebagai manager Skycom.

Selain itu, sedikitnya ada tiga orang dengan nama Mandarin memiliki hak penandatanganan untuk beberapa rekening bank Huawei dan Skycom di Iran.

Reuters juga menemukan bahwa seorang pengacara Timur Tengah mengatakan, bahwa Huawei melakukan operasional di Suriah melalui Canicula.

Data dalam dokumen-dokumen ini menggoyahkan klaim Huawei sebelumnya, yang membantah sudah tidak lagi memiliki hubungan dengan Skycom.

Di sisi lain, otoritas AS menegaskan bahwa Huawei masih mempertahankan kendali atas Skycom untuk menjual peralatan telekomunikasi ke Iran, dan memindahkan uang melalui sistem perbankan internasional.

Sebagai akibat dari tindakan Huawei itu, perbankan internasional tanpa sadar telah "membersihkan" ratusan juta dolar transaksi yang berpotensi melanggar sanksi ekonomi Washington karena telah berbisnis dengan Iran. Huawei sebelumnya disebut melakukan pelanggaran sanksi ini antara 2009 dan 2014.

Sejauh ini pihak-pihak terkait, Meng, Huawei, Canicula, dan Departemen Kehakiman AS, belum mengomentari laporan baru ini.

Adapun Meng pada awal bulan lalu ditangkap di Kanada, tapi kemudian dibebaskan dengan jaminan 10 juta dolar Kanada pada 11 Desember 2018. Ia saat ini masih berada di Vancouver, sementara AS masih berusaha untuk mengekstradisinya.

Di AS, Meng akan menghadapi tuntutan dugaan konspirasi karena telah menipu sejumlah lembaga keuangan, dan menghadapi ancaman hukuman maksimal 30 tahun untuk setiap tuduhan.

(Dam/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.