Sukses

Imbas Revisi PP 82, Indonesia Ingin Jadi Pusat Data Center

Menurut Semuel, dengan aturan ini, pihaknya ingin menciptakan ekosistem data center yang mumpuni di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk merevisi Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), ternyata menjadi upaya untuk meningkatkan bisnis data center di Indonesia.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kemkominfo di Jakarta, Rabu (31/10/2018).

Menurut Semuel, dengan aturan ini, pihaknya ingin menciptakan ekosistem data center yang mumpuni di Indonesia. Jadi, pihaknya ingin merangsang bisnis industri data center dan sistem cloud di dalam negeri.

"Dengan aturan ini, fokus kami adalah klasifikasi datanya, terserah teknologi yang ingin digunakan penyedia jasa, boleh cloud atau data center. Itu yang nanti akan mendorong industri di sini," tuturnya menjelaskan.

Dengan pertumbuhan sistem cloud, menurut Semuel, tentu akan diimbangi pula dengan perkembangan data center. Alasannya, layanan tersebut tetap membutuhkan 'rumah' sebagai lokasi servernya.

Lebih lanjut, Semuel juga menuturkan revisi PP No 82 tahun 2012 ini merupakan awal untuk menjadikan Indonesia pusat penyimpanan data.

Agar membuat ekosistem yang baik, dia mengatakan masih perlu dilakukan pembenahan, utamanya dari biaya interkoneksi.

"Di sistem kita ini, interkoneksinya ini jelek sekali. Bahkan, masih lebih murah untuk melempar data ke luar negeri baru membawanya ke Indonesia. Padahal seharusnya, data yang ada di Indonesia memiliki biaya lebih murah," tandasnya.

Oleh sebab itu, pria yang akrab dipanggil Semmy tersebut ingin membuat ketentuan yang mengatur soal interkoneksi termasuk tata kelolanya.

Dia juga berharap pembangunan Palapa Ring dapat membantu rencana ini karena membantu perkembangan internet di seluruh wilayah.

Dengan demikian, penyedia layanan yang ada di Indonesia diharapkan dapat menyimpan datanya di dalam negeri.

Tidak hanya itu, Semuel juga berharap keputusan para penyedia layanan itu bukan semata-mata karena paksaan, melainkan efisiensi biaya yang ditawarkan.

"Jadi, penyedia layanan dapat menyimpan datanya di Indonesia karena efisiensi biaya, bukan lagi paksaan. Sebab, sudah bukan waktunya kami memaksa. Kami ingin menciptakan ekosistem yang mumpuni mulai dari aturan ini," ujar Semmy.

Faktor lain yang membuat Semuel optimistis adalah data-data yang dimiliki oleh pemerintah.

Dengan banyaknya data yang dimiliki pemerintah, pelaku data center lokal dapat mengambil kesempatan.

Dia menjelaskan, pemerintah itu memiliki data dengan jumlah yang luar biasa banyak. Namun, dengan revisi PP 82 No 2012, klasifikasi data memudahkan pengkategorian data, sehinga pemerintah dapat memilah mana data yang memang perlu dikelolanya.

"Jadi, pemerintah akan mengelola data elektronik strategis, yang sisanya bisa di-outsourcing ke pemain swasta lokal. Itu bisa membuka kesempatan bisnis bagi para pelaku usaha" ujarnya mengakhiri pembicaraan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kemkominfo Beberkan Alasan Revisi PP 82 Tahun 2012

Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), memasuki tahap akhir.

Kini, revisi PP tersebut sudah berada di Sekretaris Negara (Setneg) untuk tahap sinkronisasi sebelum disahkan oleh Presiden.

Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), revisi dilakukan untuk menyesuaikan aturan dengan kondisi terkini.

Salah satunya, kewajiban penempatan data center dan disaster recovery center di wilayah Indonesia.

Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan menuturkan, perubahan dilakukan karena kewajiban penempatan fisik data center dan data recovery center tidak sesuai tujuannya.

Alasannya, menurut Semuel, kepentingan utama pemerintah adalah menjamin data, bukan sekadar fisik.

Selain itu, saat ini belum ada klasifikasi data mana yang perlu diletakkan di Indonesia, sehingga membingungkan pelaku usaha.

"Kalau tidak melakukan perubahan, kemungkinan akan banyak Penyelenggara Sistem Elektronik tidak menaatinya sebab belum adanya kepastian mengenai jaminan keamanan informasi termasuk pengelolaan data elektronik," ujar pria yang karib disapa Semmy ini, saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (31/10/2018).

Selain itu, dalam aturan sebelumnya tidak ada penindakan bagi pihak yang melanggar. Karenanya, dalam revisi ini dibuat klasifikasi data elektronik berdasarkan urgensinya.

"Jadi, tidak ada yang berubah dari isi peraturannya, tapi pendekatannya yang berubah," tambahnya menjelaskan.

Selain itu, perubahan ini juga memperjelas pihak yang terlibat dalam pemrosesan, pengelolaan, dan penyimpanan data.

Adapun pengaturan lokalisasi data berdasarkan klasifikasi data dibagi menjadi tiga, yakni data elektronik strategis, data elektronik tinggi, dan data elektronik rendah.

Khusus untuk data elektronik strategis, pengelolaan, pemrosesan, dan penyimpanan wajib ada di wilayah Indonesia.

Selain itu, data ini juga harus diakses menggunakan jaringan sistem elektronik Indonesia.

3 dari 3 halaman

Data Elektronik Tinggi dan Rendah

Sementara, untuk data elektronik tinggi dan data elektronik rendah, bentuk pengelolaan, pemrosesan, dan penyimpanan dapat dilakukan di luar wilayah Indonesia.

Namun sebelumnya, harus memenuhi sejumlah persyaratan terlebih dulu.

"By default, seharusnya proses itu ada di Indonesia, tapi dapat dilakukan di luar Indonesia dengan memenuhi sejumlah syarat lebih dulu," tandasnya.

Nantinya, ketentuan teknis untuk data elektronik strategis diatur oleh Presiden melalui Peraturan Presiden (Perpres). Sementara data elektronik tinggi dan rendah diatur oleh sektor-sektor terkait.

"Sektor terkait nanti yang akan mengatur soal teknisnya, termasuk penentuan klasifikasi data, untuk data elektronik tinggi dan rendah karena memang mereka yang mengerti," jelas Semmy.

Semuel sendiri berharap revisi ini sudah dapat disetujui setidaknya pada 2018. Proses revisi ini sudah dimulai sejak 2016, setelah disahkannya Undang-Undang Perubahan Informasi dan Transaksi Elektronik.

(Dam/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.