Sukses

ATSI: Operator Seluler Tengah Hadapi Masa Sulit

Operator seluler sudah menyiapkan sejumlah jurus untuk mengantisipasi penurunan kinerja karena faktor makro ekonomi, terutama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Tahun ini dinilai sebagai masa sulit bagi operator seluler. Wakil Ketua Umum Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys menuturkan hal itu terjadi karena ada faktor makro ekonomi dan regulasi yang membuat pelaku usaha melakukan konsolidasi dalam strategi bisnis.

Pun demikian, ia yakin para anggotanya (operator seluler) sudah menyiapkan sejumlah jurus untuk mengantisipasi penurunan kinerja industri seluler karena faktor makro ekonomi, terutama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sudah menembus angka Rp 15 ribu.

"Saya percaya masing-masing operator memiliki jurus jitu dan nantinya akan lebih dari sekadar bertahan dalam menghadapi kondisi sulit ini," ujar Merza dalam keterangannya, Jumat (28/9/2018).

Sementara Presiden Direktur & CEO XL Axiata Dian Siswarini mengungkapkan, industri seluler hingga semester pertama 2018 mengalami negative growth, baik dari sisi pendapatan atau Earning Before Interest Tax Depreciation Amortization (EBITDA).

"Secara industri, negative growth terjadi di pendapatan -12,3 persen dan EBITDA -24,3 persen," paparnya.

Di lain hal, pengamat pasar modal Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Reza Priyambada menilai, tantangan bagi operator ketika nilai tukar rupiah melemah adalah menghadapi biaya operasional yang tinggi.

"Terlebih kalau ada peralatan yang sistemnya sewa dan bayar dengan dolar AS. Belum lagi jika ada kewajiban bond atau lainnya dalam bentuk dolar AS. Jika simpanan dolar AS tak cukup, bisa-bisa missmatch," ucap Reza.

Ia berharap, dengan meredanya perang tarif sejak semester pertama 2018 akan membantu operator menghadapi sisa semester dua tahun ini. Ia berpendapat dengan adanya penyesuaian tarif bisa membantu mengurangi dampak perang tarif.

"Ditambah promosi yang menarik, pelanggan akan mau ambil paket yang ditawarkan operator karena merasa mendapat nilai lebih. Operator harus bisa menggenjot pendapatan dari data dan internet untuk menutupi penurunan pendapatan telepon (voice) dan SMS," imbuhnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pendapatan Operator

Untuk diketahui, sepanjang semester pertama 2018, kinerja operator tertekan. Selain faktor di atas, juga karena adanya perubahan perilaku pelanggan yang banyak menggunakan aplikasi messenger sehingga menggerogoti pendapatan voice dan SMS.

Telkom meraup keuntungan Rp 8,7 triliun di semester pertama 2018 (H1-2018) atau turun 28,1 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 12,1 triliun.

Operator pelat merah ini tercatat membukukan pendapatan Rp 64,37 triliun pada semester I 2018, naik 0,5 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 64,02 triliun.

Kemudian Telkomsel, sepanjang semester pertama 2018 mengantongi pendapatan Rp 42,7 triliun, turun 7,1 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 45,99 triliun. Laba bersih sepanjang semester pertama 2018 hanya Rp 11,7 triliun, merosot 24,4 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 15,5 triliun.

 

3 dari 3 halaman

Bagaimana dengan Indosat dan XL?

Indosat Ooredoo paling tertekan karena di periode berakhir Juni 2018 hanya memiliki pendapatan Rp 11 triliun, anjlok 26,8 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 15,11 triliun.

Dampak dari buruknya kinerja operasional terasa di bottom line, yang mana pada periode semester I 2018 perseroan mengalami kerugian Rp 693,7 miliar. Berbanding terbalik dengan periode sama tahun lalu yang untung Rp 784,2 miliar.

XL Axiata masih meraih pendapatan sebesar Rp 11,06 triliun sepanjang semester I 2018 atau naik 1 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 10,95 triliun. XL mengalami kerugian Rp 82 miliar di semester pertama 2018, berbanding terbalik dengan periode sama tahun lalu yang meraih laba Rp 143 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan hingga semester pertama 2018, Telkomsel malah menikmati laba kurs sebesar Rp 48 miliar, sementara Indosat dan XL mengalami rugi kurs masing-masing Rp 112 miliar dan Rp 44 miliar.

Debt to Equity Ratio (DER) dari pemain pun masih "sehat" alias masih bisa mencari pendanaan di mana Telkomsel sebesar 58 persen, Indosat 142 persen, dan XL 62 persen.

(Isk/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.