Sukses

Pendiri WhatsApp Ungkap Kebobrokan Facebook

Menurut co-founder WhatsApp Brian Acton, Facebook memiliki rencana monetisasi yang tidak sejalan dengan WhatsApp.

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan co-founder WhatsApp Brian Acton untuk keluar dari perusahaan yang didirikannya ternyata masih menyisakan kisah tersendiri.

Padahal, Acton bisa saja mendapat dana segar dengan nilai mencapai US$ 850 juta dari saham yang dimilikinya.

Namun, nilai uang sebesar itu ternyata tidak menyurutkan niatnya untuk keluar karena tidak setuju dengan rencana Facebook.

Sekadar informasi, WhatsApp resmi dibeli Facebook pada 2014, sehingga operasional perusahaan ada di bawah raksasa media sosial tersebut.

Menurut Acton dalam wawancara terbaru dengan Forbes, Facebook ternyata memiliki rencana memonetisasi WhatsApp dengan memanfaatkan iklan tertarget. Dengan kata lain, perusahaan harus memiliki data spesifik dari para pengguna.

Tidak hanya itu, Facebook juga berencana untuk menyediakan piranti bisnis agar perusahaan dapat menjangkau langsung pengguna WhatsApp.

Akan tetapi, piranti ini membuat fitur end-to-end encryption di aplikasi tersebut harus dimatikan.

Acton pun menyesal dengan keputusannya bergabung dengan Facebook. "Saya menjual privasi pengguna untuk keuntungan lebih besar. Saya sudah membuat keputusan dan berkompromi, dan saya hidup dengan itu setiap hari," tuturnya dikutip dari Phone Arena, Kamis (27/9/2018).

Lebih lanjut Acton juga mengaku bahwa dia memiliki rencana monetisasi sendiri. Dia berniat untuk membebankan biaya kirim pesan lewat WhatsApp usai pengguna memakainya secara gratis lebih dulu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tanggapan Petinggi Facebook

Namun, rencana itu ditolak oleh COO Facebook Sheryl Sandberg dengan alasan cara ini tidak membantu perusahaan berkembang.

Meski ada alasan itu, Acton menyebut maksud Sandberg sebenarnya menolak rencana tersebut karena tidak menghasilkan banyak uang.

"Mereka (Facebook) adalah pebisnis, mereka pebisnis yang ulung. Mereka hanya menggambarkan pratik, prinsip, dan etika bisnis, termasuk aturan yang belum tentu saya setuju," tutur Acton menjelaskan.

Pernyataan itu sendiri segera direspon oleh mantan petinggi Facebook Messenger, David Marcus. Dia menuturkan pernyataan Acton itu tidak sesuai dengan kenyataan.

Berdasrkan keterangan Marcus, sejak awal CEO Facebook Mark Zuckerberg sebenarnya mendukung dan membela fitur enkripsi di WhatsApp. Jadi, tidak ada alasan bagi Zuckerberg untuk mengubah ciri khas tersebut.

Marcus pun tidak segan menyebut Acton sebagai sosok kelas rendah, karena telah menyerang Facebook dan orang-orang di dalamnya, yang sebenarnya sudah membuat Acton menjadi miliarder dan berubah total.

3 dari 3 halaman

Acton Serukan Hapus Facebook

Ini bukan kali pertama Acton menyerang langsung Facebook. Sebelumnya, dia juga sempat menyerukan #deletefacebook lewat akun Twitter-nya. 

Seruan itu dilakukan usai temuan penyalahgunaan data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica. 

Laporan Market Watch, akun Facebook Acton masih aktif setelah beberapa jam cuitan itu diunggah, hingga akhirnya dinonaktifkan tidak lama setelahnya. 

Sekadar kilas balik, Acton dan rekannya, Jan Koum, menjual WhatsApp kepada Facebook pada 2014 senilai US$ 22 miliar (setara dengan Rp 302 triliun).

Usai diakuisisi, Acton masih tetap ada di WhatsApp selama hampir tiga tahun, sampai akhirnya ia keluar dari Facebook pada September 2017.

Setelah keluar, ia menciptakan aplikasi pesan instan terenkripsi bernama Signal. Dan pada Februari 2018, Acton mendirikan yayasan nonprofit Signal Foundation.

(Dam/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.