Sukses

Xiaomi Belum Ada Rencana Jual Smartphone Lebih dari Rp 10 Juta

Xiaomi belum ada rencana menjual smartphone dengan harga lebih dari Rp 10 juta. Apa alasannya?

Liputan6.com, Jakarta - Xiaomi dikenal dengan rangkaian produk harga terjangkau.

Meski saat ini ada beberapa smartphone yang dijual di atas harga US$ 699 atau berkisar Rp 10,4 juta (asumsi kurs US$ 1 per Rp 14.896), Xiaomi belum tertarik mengambil langkah serupa.

Dilansir Phone Arena, Senin (10/9/2018), hal tersebut diungkapkan Managing Director Xiaomi India, Manu Kumar Jain.

Menurutnya, tidak ada teknologi yang dirasa membuat Xiaomi harus menjual sebuah smartphone dengan harga di atas Rp 10 juta.

Xiaomi selama ini merilis smartphone spesifikasi mumpuni dengan harga lebih terjangkau dibandingkan para kompetitornya.

Xiaomi membatasi margin keuntungan hanya lima persen, tapi perusahaan suatu saat bisa saja menjual produknya lebih mahal jika harga komponen naik atau ada teknologi baru yang memang harus disertakan di dalam smartphone.

Tidak hanya smartphone Xiaomi, sub-brand perusahaan yakni Poco, juga mengadopsi strategi serupa.

Poco merilis Pocophone F1 dengan prosesor flagship Qualcomm, Snapdragon 845, dan dijual lebih murah dibandingkan smartphone lain dengan prosesor serupa.

Pocophone F1 dijual di Indonesia seharga Rp 4.499.000 untuk varian RAM 6GB dengan memori internal 64GB.

Head of Poco Global, Alvin Tse, menegaskan bahwa Pocophone F1 mengikuti langkah Xiaomi yakni mejual produk berkualitas baik, meski harganya lebih terjangkau dibandingkan kompetitor.

"Tim Pocophone datang dari Xiaomi. Xiaomi terkenal dengan produk-produknya yang berkualitas bagus, kami (Pocophone) juga begitu. Kami tidak menggunakan komponen-komponen jelek," kata Alvin Tse usai peluncuran Pocophone F1 beberapa waktu lalu di Jakarta.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mengenal Si Kecil Pocophone, Keluarga Baru Xiaomi

Xiaomi kembali menyedot perhatian dengan menghadirkan sub-brand, Poco, di pasar smartphone. Poco dalam bahasa Spanyol memiliki arti "kecil", tetapi perusahaan memiliki ambisi besar yang telah dibuktikann sejak awal melalui kehadiran Pocophone F1 sebagai smartphone premium dengan harga paling terjangkau.

Pocophone F1 merupakan smartphone yang disokong prosesor Snapdragon 845, dengan harga paling terjangkau.

Dijelaskan Alvin, smartphone tersebut bisa dijual dengan harga terjangkau karena perusahaan menyuguhkan teknologi yang benar-benar dibutuhkan oleh konsumen. Fokus semacam itu, diyakini bisa membuat Poco sebagai yang terbaik di kelasnya.

Alvin menegaskan, Poco benar-benar fokus pada berbagai teknologi yang dibutuhkan dan digunakan konsumen. "Kami yakin dengan fokus pada hal kecil, kami bisa menjadi yang terbaik," jelas Alvin dalam sesi wawancara dengan sejumlah media Indonesia beberapa hari lalu di Jakarta.

3 dari 3 halaman

Fokus dan Arti Nama Poco

Fokus ini juga sejalan dengan nama Poco sendiri yang dalam bahasa Spanyol memiliki arti "kecil". Ada beberapa interpretasi soal "kecil", dan salah satunya juga karena tim Poco yang tidak terlalu banyak.

Selain itu, perusahaan meyakini semua hal besar dimulai dari kecil, dan Poco memiliki mimpi besar. Oleh sebab itu, perusahaan yakin dengan fokus pada hal kecil dan penting, ada peluang besar untuk menyuguhkan teknologi berguna ke lebih banyak orang.

"Nama Poco sendiri juga dipilih karena mudah diingat dan diucapkan," tutur Alvin. Hal ini berbeda dengan Xiaomi, karena di beberapa pasar dinilai sulit diucapkan, sehingga kadang terjadi salah penyebutan.

Poco boleh jadi berada di bawah bendera Xiaomi, tapi keduanya memiliki strategi berbeda. Alvin menggambarkan Xiaomi menghadirkan rangkaian seri Redmi dengan berbagai varian spesifikasi, tapi Poco lebih memilih menghadirkan smartphone dengan spesifikasi yang memang benar-benar digunakan.

Strategi tersebut membantu perusahaan bisa menjual produk premium dengan harga terjangkau.

"Hal yang sulit adalah menghilangkan sejumlah hal tertentu, dan itulah Pocophone. Kami memutuskan untuk fokus tidak menggunakan teknologi seperti pop up camera, yang memang keren, tapi kenyataannya sulit digunakan. Jadi kami harus benar-benar pintar dalam menentukan pilihan, dan memilih yang benar-benar penting untuk pengguna," ungkap pria lulusan Stanford University tersebut.

(Din/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.