Sukses

Kecerdasan Buatan Diprediksi Bisa Ciptakan Lahan Pekerjaan

Alih-alih mengancam pekerjaan manusia, kecerdasan buatan justru kelak bakal menciptakan lahan pekerjaan yang lebih banyak di waktu mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - Petinggi teknologi seperti Elon Musk dan Bill Gates berkali-kali mengutarakan kekhawatirannya akan teknologi kecerdasan buatan (AI, Artificial Intelligence).

Menurut mereka, kecerdasan buatan bisa mengancam umat manusia--bahkan bisa menggantikan pekerjaan manusia--di masa depan.

Prediksi Elon Musk dan Bill Gates justru sangat kontras dengan laporan terbaru dari lembaga survei PwC.

Dilansir Business Insider pada Selasa (17/7/2018), kehadiran kecerdasan buatan justru kelak bakal menciptakan lahan pekerjaan yang lebih banyak di waktu mendatang.

Lembaga tersebut memang mengakui kalau nantinya robot berbasis kecerdasan buatan akan menggantikan beberapa pekerjaan manusia, terlebih pada sektor transportasi dan manufaktur.

"Kecerdasan buatan dalam bentuk robot akan menggantikan 38 persen pekerjaan transprotasi dan 30 persen pekerjaan manufaktur," ujar PwC.

Namun, lanjut PwC, implementasi kecerdasan buatan pada sektor lain justru akan lebih banyak mencetak posisi baru. Contoh saja pada sektor kesehatan, kecerdasan buatan hanya akan 'melahap' 12 persen posisi pekerjaan, sedangkan 34 persen sisanya akan diciptakan kecerdasan buatan.

Jenis pekerjaan ini nantinya akan membutuhkan tenaga manusia untuk bekerja sama--mengoperasikan--kecerdasan buatan.

"Kami yakin kalau kecerdasan buatan tidak akan menciptakan pengangguran pada umat manusia, karena nantinya pada 2037 akan tercipta 7,2 juta lahan pekerjaan baru yang bisa digunakan manusia dan robot bersama-sama," tutup PwC dalam laporannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kecerdasan Buatan Bakal Kuasai Dunia pada 2045

Ray Kurzweil, Director of Engineering Google, dikenal sebagai sosok yang selalu akurat dengan berbagai prediksi teknologi.

Dari 147 prediksi yang ia lontarkan sejak 1990 silam, hampir semua terbukti benar. Prediksi terbaru Kurzweil ini berkutat pada isu kecerdasan buatan (AI, Artificial Intelligence) yang bakal menguasai dunia dalam waktu 28 tahun lagi, lebih tepatnya pada 2045.

Kurzweil mengungkap, dalam kurun waktu 28 tahun ke depan, kecerdasan buatan akan berkembang dan hadir dalam beberapa 'wajah'.

Salah satu yang bakal kentara adalah robot berbasis kecerdasan buatan. Dengan demikian, ia menyebut singularitas antara kecerdasan buatan dan manusia akan semakin dekat seiring berkembangnya teknologi.

"Singularitas akan terjadi secara utuh pada 2045. Nanti, pada 2029 komputer juga akan memiliki tingkat kecerdasan setara dengan manusia," ujar Kurzweill dalam wawancaranya dengan SXSW seperti dilansir Futurism, Rabu (11/10/2017).

"Ini bukan skenario masa depan, tetapi kenyataan. Sekarang saja kecerdasan buatan sudah memimpin beberapa platform. Ia bekerja seperti otak, menghubungkan berbagai perangkat pintar dan disesuaikan dengan kebutuhan manusia," sambungnya.

Berbeda dengan beberapa petinggi perusahaan teknologi yang khawatir akan dominasi kecerdasan buatan di dunia, Kurzweil justru merasa tidak demikian. Malah, ia mengaku tak sabar menanti 'ledakan' singularitas di masa depan.

"Singularitas adalah kesempatan bagi umat manusia untuk bekerja lebih baik. Yang sebenarnya terjadi sekarang kan kecerdasan buatan memberikan tenaga kepada kita, membantu kita, memudahkan semua," papar Kurzweil.

"Mereka juga membuat kita lebih pintar. Kecerdasan buatan mungkin tak ada di dalam badan kita, tapi mulai 2030 saya yakin mereka bisa menghubungkan neocortex kita--bagian otak manusia yang bekerja untuk berpikir--ke cloud," terangnya menambahkan.

Pemaparan Kurzweil juga sama persis dengan apa yang disampaikan CEO Softbank Masayoshi Son. Beberapa waktu lalu, ia mengatakan singularitas akan terjadi di masa depan.

Bedanya, jika Kurzweil meramal 28 tahun lagi, Son justru mengungkap singularitas bakal sepenuhnya terjadi pada kurun waktu 30 tahun lagi.

"Penggunaan chip akan terus bertambah dalam 20 tahun ke depan. Keadaan ini turut mendorong kehadiran perangkat pintar yang semakin banyak. Saya perkirakan ada sekitar 1 triliun chip yang digunakan dan mendorong ledakan perangkat pintar," ujar Son.

3 dari 3 halaman

Kecerdasan Buatan Jadi Ancaman?

Adapun sejumlah petinggi perusahaan teknologi dan beberapa ilmuwan, mengaku khawatir dengan keberadaan kecerdasaan buatan. Di antaranya seperti Elon Musk dan Stephen Hawking.

Menurut Hawking, kecerdasan buatan bisa berdampak negatif pada sektor pekerjaan--khususnya pekerjaan kelas menengah.

"Keberadaan kecerdasan buatan dan automatisasi teknologi akan mengikis profesi kelas menengah. Jika dibiarkan, ini akan menciptakan ketidaksetaraan yang buruk serta risiko pergolakan industri pekerjaan yang besar," kata Hawking sebagaimana dikutip dari Business Insider.

Pria lulusan Universitas Oxford itu menuturkan, sistem automatisasi teknologi yang kini diterapkan banyak perusahaan besar sebetulnya memang memudahkan proses manufaktur yang tadinya dilakukan manusia.

Namun implementasi tersebut diibaratkan seperti mata pisau. "Proses manufaktur industri yang tadinya dilakukan secara tradisional akan berubah total. Namun profesi kelas menengah seperti pekerja pabrik yang tadinya diperkerjakan untuk itu, tak lagi akan dibutuhkan. Ke mana mereka nanti akan bekerja?" tutur ia menambahkan.

Dalam kesempatan lain, Musk berpendapat pemerintah, instansi terkait, dan pihak berwajib harus menetapkan regulasi yang mengatur kecerdasan buatan agar tidak kelewatan.

Dalam pidatonya di sebuah pertemuan nasional di Rhode Island, CEO Tesla dan SpaceX itu menyebut, pemerintah harus membuat regulasi terkait kecerdasan buatan sebelum terlambat.

"Hingga orang melihat robot turun ke jalan dan membunuh orang-orang, mereka tidak tahu bagaimana harus bereaksi," kata Musk berkomentar.

Musk juga menambahkan, "Kecerdasan buatan adalah kasus langka, sehingga saya rasa kita harus proaktif membuat regulasi, bukannya reaktif. Kalau reaktif terhadap kecerdasan buatan, hal itu akan terlambat."

Dengan begitu ia mendesak regulasi terkait kecerdasan buatan harus dibuat sekarang karena sifatnya yang birokratis. "Peraturan dibuat untuk selamanya. Kecerdasan buatan adalah risiko mendasar bagi keberadaan peradaban manusia," tuturnya.

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.