Sukses

Terungkap, Seperti Ini Cara Astronot Muslim Puasa di Luar Angkasa

Astronot masih tetap bisa berpuasa layaknya orang-orang yang ada di Bumi. Jika mereka ingin berpuasa, mereka bisa merujuk pada sistem waktu Imsak-Magrib yang ada di Bumi.

Liputan6.com, Jakarta - Pernahkan terpikir bagaimana cara astronot muslim berpuasa di luar angkasa? Pasti sulit rasanya membayangkan untuk bisa puasa di ruang hampa udara.

Selain perbedaan waktu yang sangat jauh, berpuasa di luar angkasa sepertinya juga memang tidak mudah.

Namun demikian, para astronot muslim nyatanya masih tetap bisa berpuasa layaknya orang-orang yang ada di Bumi. Jika mereka ingin berpuasa, mereka bisa merujuk pada sistem waktu Imsak-Magrib yang ada di Bumi.

Kepada Tekno Liputan6.com, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin, menjelaskan para astronot yang ingin berpuasa memang harus mengambil jam puasa yang ada di Bumi.

"Ya kalau mereka memang ingin berpuasa, mereka harus merujuk pada waktu (puasa) yang ada di Bumi, tepatnya waktu lokasi peluncuran mereka," ujar Thomas via pesan teks.

Walau demikian, Thomas berkata kalau astronot seyogyanya disamakan dengan musafir. Jadi, bisa saja mereka tidak berpuasa di luar angkasa, tetapi harus menggantinya saat nanti mendarat di Bumi.

Belum lagi, lanjut Thomas, waktu siang dan malam di luar angkasa sangat berbeda dengan Bumi. Perubahan waktu ini juga diatur beberapa kali di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS, International Space Station).

"ISS itu mengorbit Bumi 14 kali satu hari, siang dan malam, itu setiap 90 menit. Makanya waktunya berbeda," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

2 Astronot Muslim Salat di Angkasa Luar

Selain berpuasa, astronot muslim ternyata juga menjalankan ibadah salat. Pada 17 Juni 1985, pesawat Discovery yang mengangkasa dari Kennedy Space Center, Amerika Serikat membawa seorang pemeluk agama Islam: Sultan bin Salman bin Abdulaziz Al Saud.

Pangeran Arab Saudi itu menjadi astronot muslim pertama di angkasa luar.

Misi berlangsung selama 7 hari, 1 jam, 38 menit, dan 52 detik. Sang pangeran menuju ke titik 4,67 juta kilometer dari Bumi--ke tempat yang tak pernah diinjak saudara sebangsanya.

Saat melihat Bumi hanya setitik kecil, ia mengalami pengalaman spiritual. "Di sana kita akan menyadari betapa kecilnya manusia. Kita hanyalah setitik debu di alam semesta," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari The National.

Sang pangeran mengakui, detik-detik ketika ia mengangkasa buat dirinya berdebar. "Jika seseorang berkata momentum itu tak menakutkan, sudah pasti ia bohong. Aku berdoa setiap saat. Peluncuran dan pendaratan adalah saat-saat mendebarkan."

Sebagai muslim, Sultan adalah manusia pertama yang salat dan melantunkan ayat-ayat suci Alquran dalam kondisi nol gravitasi.

Bagaimana cara ia salat di angkasa luar?

Sultan mengatakan, seorang muslim bisa berdoa kapan saja. "Menghadap ke segala arah. Seperti di pesawat luar angkasa, Anda tahu, kita tidak bisa benar-benar menghadap ke Mekah. Ke kiblat," kata dia seperti dikutip dari situs WBUR.

Namun, tak mudah untuk melakukan gerakan salat. "Saya harus mengikat kaki saya agar bisa sujud. Tapi, itu tak bisa dilakukan dengan sempurna karena kurangnya gravitasi."

Dalam kondisi musafir atau bepergian jauh, seorang muslim mendapat keringanan dalam beribadah.

3 dari 3 halaman

Mencari Kiblat dan Suara Azan Misterius

Lain lagi dengan astronot pertama asal Malaysia, Sheikh Muszaphar Shukor pergi ke luar angkasa 10 Oktober 2007 lalu, menumpang pesawat luar angkasa Rusia, Soyuz.

Perjalanan Shukor ke luar angkasa selama enam hari di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) bertepatan dengan Bulan Ramadan. Ia seorang muslim taat yang ingin menunaikan kewajiban salatnya tetap menghadap ke kiblat: Kabah di Mekah.

Itu yang menjadi masalah, ISS yang mengorbit 220 mil atau sekitar 354 kilometer di atas permukaan Bumi, di mana kiblat berubah dalah hitungan detik. Arah Kabah bahkan bisa berubah 180 derajat hanya dalam sekali salat.

Lembaga Antariksa Malaysia, Angkasa langsung menggelar sebuah konferensi yang diikuti 150 ilmuwan Islam untuk memecahkan masalah ini.

Hasilnya, panduan beribadah di ISS yang disetujui komisi fatwa Negeri Jiran, kiblat bisa ditentukan berdasarkan "peluang" para astronot. Prioritasnya, dari yang utama adalah: Kabah, proyeksi Kabah, Bumi, menghadap ke manapun.

Jangankan tepat menghadap Kabah, menentukan proyeksinya pun tak semudah yang dibayangkan.

Meski demikian, ibadah Shukor berjalan lancar. Ia bahkan menjadi muslim kesembilan yang membuktikan bahwa berada di angkasa bukan alasan untuk tak melaksanakan ibadah salat, juga puasa Ramadan.

Ia bahkan mengaku mendapatkan pengalaman spiritual. "Setiap orang yang berkesempatan ke luar angkasa akan merasakan sebuah keajaiban. Selama perjalananku yang bertepatan dengan Ramadan, aku seperti mendengar suara azan di Stasiun Luar Angkasa Internasional," kata dia dalam wawancara eksklusif dengan Anadolu Agency (AA).

Dia menjelaskan, astronot lainnya tidak tahu tentang azan. "Tapi aku mendengar panggilan itu secara fisik, nyata. Anda mungkin tak akan terkekut jika mendapat pengalaman seperti saya ketika berada di luar angkasa, saat Anda merasa begitu dekat dengan Allah di setiap detiknya."

Sementara Anousheh Ansari asal Iran menjadi wanita muslim pertama yang terbang ke luar angkasa.

Pada 18 September 2006, beberapa hari setelah ulang tahunnya ke 40, dia terbang ke angkasa. Hebatnya, dia membiayai sendiri perjalanannya itu.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.