Sukses

'Biang Kerok' Penyalahgunaan Data Pengguna Facebook Merasa Tak Bersalah, Kenapa?

Nama Aleksandr Kogan berada di pusat kontroversi, karena menggunakan sebuah aplikasi untuk mengumpulkan data pengguna Facebook tanpa sepengetahuan mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Nama Aleksandr Kogan berada di pusat kontroversi karena menggunakan sebuah aplikasi untuk mengumpulkan data puluhan juta pengguna Facebook tanpa sepengetahuan mereka.

Peneliti tersebut menjual data itu kepada perusahaan konsultan politik, Cambridge Analytica.

Kogan kembali menjadi menarik perhatian usai tampil dalam acara televisi 60 Minutes CBS. Dalam acara itu, jurnalis Leslie Stahl, mewawancarai Kogan mengenai skandal Facebook-Cambridge Analytica. Ia memberikan penjelasan lebih rinci soal masalah yang sebenarnya terjadi.

Sebelum kasus ini terungkap, Kogan merasa tidak ada kesalahan mengenai yang dilakukannya. "Pada saat itu, saya berpikir apa yang kami lakukan benar. Saya pikir semuanya baik-baik saja," tutur Kogan seperti dikutip dari Phone Arena, Kamis (26/4/2018).

Kogan melalui perusahaannya, menggunakan aplikasi bernama "This Is Your Digital Life" untuk mengumpulkan data para pengguna Facebook.

Kemudian, data tersebut dijual kepada Cambridge Analytica senilai US$ 800 ribu, tapi mengaku secara pribadi tidak mendapatkan sepeser pun dari perusahaannya.

Dikutip dari CBS News, dijelaskan Kogan, orang-orang harus mendaftar terlebih dahulu untuk ikut dalam studi yang dilakukan melalui aplikasi tersebut.

Ketika mereka mendaftar untuk ikut dalam studi tersebut, perusahaan Kogan akan memberikan sebuah survei.

"Dan dalam survei itu, kami hanya memerlukan tombol login Facebook. Mereka akan mengklik tombol tersebut, memberikan kita otorisasi. Lalu kami mendapatkan data mereka," jelasnya.

Otorisasi yang dimaksud Kogan, yaitu untuk mengambil data tertentu seperti lokasi, jenis kelamin, ulang tahun, Page yang disukai, termasuk informasi serupa milik teman-teman mereka. Menurutnya, developer tidak memerlukan izin khusus untuk melakukan tindakan semacam itu.

"Ini terlihat gila. Namun, ini adalah fitur inti dari platform Facebook selama bertahun-tahun. Ini bukan izin khusus yang harus Anda dapatkan. Ini hanya sesuatu yang tersedia untuk siapa pun yang menginginkannya sebagai developer," ungkap Kogan.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aleksndr Kogan Tidak Sendiri

Menurut Kogan, puluhan ribu developer di Facebook juga melakukan hal seperti yang dilakukannya. Facebook, katanya, mengetahui dengan jelas hal tersebut. "Tentu mereka tahu. Ini adalah fitur, bukan sebuah bug," katanya.

Menurut penjelasan mantan karyawan Facebook, Sandy Parakilas, fitur yang dimaksud Kogan adalah "friend permissions".

Ketika seorang pengguna memberikan izin kepada sebuah aplikasi agar bisa mendapatkan data mereka, maka kemungkinan besar data temannya pun akan ikut diambil.

"Cara kerjanya adalah jika Anda menggunakan sebuah aplikasi dan saya teman Anda, aplikasi seakan mengatakan 'Hey, Lesley, kami ingin mendapatkan data Anda untuk digunakan di dalam aplikasi ini, dan kami juga menginginkan data teman-teman Anda.' Jika Anda mengatakan, 'Saya akan memberikan izin,' maka aplikasi itu akan mendapatkan data milik saya juga," tutur Parakilas.

3 dari 3 halaman

Kogan Bantah Tudingan Curi Data Pengguna

Kogan tidak setuju dengan penilaian yang menganggapnya mencuri data pengguna Facebook. Secara teknis, tudingan tersebut tidak tepat.

Ia menilai Facebook melalui berbagai tool miliknya justru memberi jalan kepada para developer untuk mengumpulkan data para pengguna.

Ia menegaskan tidak menyembunyikan apa pun dari Facebook tentang aplikasi miliknya. Ketika aplikasinya dibuat, Kogan mengunggah persyaratan layanannya, yang disetujui oleh pengguna ketika mereka mengunduhnya.

Persyaratan layanannya berbunyi, "Jika Anda mengklik 'okay', Anda mengizinkan kami untuk menyebarkan, mentrasnfer atau menjual data kalian". Padahal, persyaratan semacam itu bertentangan langsung dengan kebijakan developer Facebook.

Menangapi hal tersebut, Kogan mengaku tidak membaca kebijakan developer Facebook saat itu, yang ia yakini juga tidak dilakukan oleh siapa pun.

Terlepas dari skandal penyalahgunaan data, Kogan dan Facebook adalah mitra lama. Facebook mengonfirmasikan bahwa Kogan telah melakukan riset dan konsultasi dengan Facebook pada 2013 dan 2015.

Namun, dalam sebuah pernyataan kepada 60 Minutes, Facebook mengaku selama dua tahun itu tidak mengetahui aktivitas Kogan dengan Cambridge Analytica.

Berdasarkan keterangan seorang whistleblower bernama Christopher Wylie kepada Observer The Guardian, Cambridge Analytica menggunakan informasi dari Kogan pada awal 2014, untuk membangun sebuah sistem yang dapat menghasilkan profil pemilih individual AS.

Adapun Kogan dijadwalkan memberikan penjelasan kepada Parlemen Inggris pada pekan depan. CEO Facebook, Mark Zuckerberg, sudah memberikan penjelasan kepada Kongres AS mengenai skandal penyalagunaan data.

(Din/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.