Sukses

Taktik Bos Telegram Goyang Tirani Rusia

Pavel Durov tidak tinggal diam setelah pengadilan memutuskan memblokir Telegram. Ia pun memakai taktik psikologis untuk menggoyang tirani Kremlin.

Liputan6.com, Jakarta - Pasca-keputusan pengadilan di Moscow, otoritas di Rusia memerintahkan para penyedia layanan internet untuk segera memblokir Telegram di negaranya.

Menghadapi masalah ini, Pavel Durov selaku founder Telegram tidaklah gentar. Ia malah melawan dan memperingati Rusia akan kerugian nasional yang akan mereka alami.

Dilansir Fortune, Rabu (18/4/2018), Durov menulis di media sosial VKontake mengenai risiko pemakaian platform luar negeri sebagai alternatif dari Telegram.

"Keamanan nasional Rusia akan berkurang, karena sebagian data personal warga Rusia akan beralih dari Telegram menuju WhatsApp/Facebook yang dikendalikan Amerika Serikat (AS)," tulis pria 33 tahun tersebut.

Kata-kata Durov mencerminkan pemahaman yang ia miliki terkait sensitifnya hubungan Rusia dan AS. Jelas ia sedang 'menakut-nakuti' pihak Rusia dan mencoba meyakinkan kalau memakai Telegram adalah pilihan yang lebih baik.

Serangan balik Durov tidak hanya dilancarkan lewat satu penjuru, ia pun rela menggelontorkan uangnya untuk melawan upaya Rusia menyensor internet.

"Untuk mendukung kemerdekaan internet di Rusia dan di tempat lain, saya mulai memberikan bitcoin untuk individual dan perusahaan yang menjalankan socks5 proxy dan VPN," tulisnya di Telegram.

Pria yang gemar memakai baju hitam itu mengaku dengan senang hati mendonasikan jutaan dolar (puluhan miliar rupiah) demi tujuannya.

"Saya menyebut ini Perlawanan Digital, sebuah gerakan terdesentralisasi yang mendukung kemerdekaan dan progres digital secara global," tulisnya.

Lewat Instagram pribadinya, sang pendiri Telegram memakai foto Mel Gibson dari film Braveheart untuk mendukung perlawanan digitalnya. Foto itu dibubuhi dengan tulisan, "Mereka bisa mengambil IP kita, tapi mereka tidak akan mengambil kemerdekaan kita." 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengguna Tetap Setia

Walau telah diblokir, ternyata pengguna Telegram tidaklah menurun. Memang, salah satu fitur utama aplikasi tersebut adalah komitmennya yang kuat pada privasi seseorang.

"Meski ada pencekalan, kami belum melihat penurunan signifikan dalam pemakaian pengguna sejauh ini, karena warga Rusia cenderung mengakali pencekalan lewat layanan VPN dan proxy," tulis Durov.

Durov mengaku mengandalkan layanan cloud dari pihak ketiga agar Telegram tetap tersedia bagi pengguna di Rusia. Ia pun tidak lupa berterima kasih pada pengguna Telegram di Rusia, juga pada perusahaan teknologi lain yang tidak ikut-ikutan melakukan penyensoran yang bersifat politis.

"Terima kasih pada pengguna Telegram di Rusia atas dukungan dan kesetiaan Anda. Terima kasih, Apple, Google, Amazon, Microsoft, karena tidak mengambil bagian dalam penyensoran politik," tuturnya.

3 dari 3 halaman

Pria yang Berprinsip

Telegram dituntut diblokir di Rusia karena tidak mau memberikan akses pengguna kepada pemerintahan Rusia.

Akibatnya, layanan yang berdiri pada 2013 ini diputuskan dicekal dalam persidangan yang berlangsung selama 18 menit di Moscow.

Saat persidangan, pihak Telegram tidak mengirimkan kuasa hukumnya karena Durov memandang persidangan itu sebagai dagelan semata.

Otoritas Rusia menuduh Telegram rentan dipakai orang untuk melakukan terorisme, tetapi Durov menyanggahnya.

Durov berprinsip bahwa privasi pengguna bukanlah sesuatu yang boleh digadaikan.

(Tom/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.