Sukses

Bos Telegram Tegaskan Komitmen soal Privasi

Menurut Durov, pemerintah tidak seharusnya mengontrol perusahaan teknologi.

Liputan6.com, Jakarta - CEO Telegram, Pavel Durov, menegaskan komitmen layanannya terhadap privasi para pengguna. Ia menegaskan privasi bukan untuk dijual dan Hak Asasi Manusia tidak boleh digadaikan.

Pernyataan Durov tersebut disampaikannya melalui channel miliknya di Telegram pada Jumat (13/4/2018). Hal ini disampaikannya tak lama setelah pemberitaan soal pemblokiran Telegramdi Rusia beredar.

"Di Telegram, kami memiliki 'kemewahan' dengan tidak memedulikan aliran pendapatan dan penjualan iklan. Privasi bukan untuk dijual, dan Hak Asasi Manusia tidak boleh dikompromikan karena ketakutan dan keserakahan," tulis Durov, seperti dikutip dari channel pribadinya di Telegram, Sabtu (14/4/2018).

Menurut Durov, pemerintah tidak seharusnya mengontrol perusahaan teknologi. Jika hal tersebut sampai terjadi, maka perusahaan-perusahaan teknologi akan melakukan berbagai hal yang tidak seharusnya.

Ia pun menyontohkan ketika Apple memindahkan server iCloud ke Tiongkok.

"Kekuatan yang dimiliki pemerintah lokal terhadap perusahaan-perusahaan TI berdasarkan pada uang. Pada saat tertentu, sebuah pemerintah bisa menghancurkan saham mereka dengan mengancam memblokir aliran pendapatan dari pasarnya danmemaksa perusahaan-perusahaan itu melakukan berbagai hal aneh," ungkap pendiri Telegram tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rusia Blokir Telegram

Renggangnya hubungan Rusia dan Telegram mencapai babak baru. Pengadilan di Moscow, Rusia, memerintahkan agar aplikasi pesan tersebut diblokir secepatnya. Pihak pengadilan menjatuhi hukuman penjegelan terhadap akses ke Telegram.

Pihak berwenang dan Badan Keamanan Federal Rusia (Federal Security Service, GSB) berargumen kalau kerahasiaan di Telegram berpotensi dipakai para teroris. Pihak Telegram sendri menegaskan komitmennya yang tidak ingin diinterfensi oleh pihak manapun, termasuk pemerintah.

Terkait ancaman pemblokiran ini, pihak Telegram tidak ada yang datang ke pengadilan. Durov melarang kuasa hukum Telegram datang karena memandang kasus yang membelit mereka sebagai 'dagelan'. Alhasil, persidangan hanya berjalan kurang lebih 18 menit saja.

"Jangan sampai melegitimasi dagelan terbuka dengan kehadiran mereka (pihak kuasa hukum)," instruksi Durov.

3 dari 3 halaman

Rusia Kerap Menyerang Kemerdekaan Berekspresi

Sebelumnya, pihak Amnesti Internasional mengecam langkah Rusia yang berupaya memblokir Telegram. Rusia memang kerap mengemukakan ketidaksukaannya terhadap Telegram karena tidak mau tunduh pada permintaan pemerintah.

"Dengan berupaya memblokir aplikasi pesan Telegram, pihak berwajib Rusia meluncurkan serangan berantai baru terhadap kemerdekaan berekspresi secara online di negaranya," ucap Denis Krivosheev dari Amnesti Internasional.

Pihak Amnesti menyoroti bagaimana Rusia kerap mengikis kemerdekaan berpendapat. Mulai dari memblokir situs berita yang melakukan kritik pada mereka, menerapkan aturan penyimpanan data yang keras, dan menyebut media di luar Rusia sebagai agen asing.

Di sisi lain, Amnesti memberi pujian kepada Telegram karena memiliki keberanian dan integritas dalam melindungi privasi pengguna.

(Din/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.