Sukses

Tak Mau Beri Akses Data Pengguna, Rusia Bakal Blokir Telegram

Diketahui, tuntutan dilayangkan pada Jumat pagi dengan alasan karena Telegram tidak mematuhi permintaan FSB.

Liputan6.com, Jakarta - Kisruh antara pemerintah Rusia dan Telegram berbuntut panjang. Sebelumnya, Rusia sempat meminta aplikasi pesan instan terenkripsi ini untuk memberikan akses data penggunanya.

Dengan demikian, Telegram harus menyerahkan kunci enkripsi ke negara asalnya itu, agar semua aktivitas pengguna bisa dikendalikan pemerintah.

Namun, usaha berbuah nihil. Telegram malah acuh kepada pemerintah. Telegram sebelumnya sempat mengajukan banding kepada Mahkamah Agung Rusia. Hakim Agung Rusia, Alla Nazarova menolak banding tersebut karena menilai memiliki kunci enkripsi dari sebuah perusahaan tidak melanggar privasi.

Karena Telegram masih bersikeras untuk tidak memberikan data pengguna, Dinas Keamanan Federal (FSB, Federal Security Service), akhirnya melayangkan tuntutan untuk memblokir aplikasi besutan Pavel Durov tersebut.

Seperti dilansir Reuters pada Jumat (6/4/2018), tuntutan dilayangkan pada Jumat pagi dengan alasan karena Telegram tidak mematuhi permintaan FSB.

Hingga kini, Telegram belum merespon terkait tuntutan itu. Begitu pun CEO Pavel Durov. Pada Maret lalu, ia menegaskan kalau Telegram tidak akan pernah memberikan akses data apapun ke pengguna. "Perusahaan akan terus menjunjung tinggi kebebasan dan privasi pengguna," katanya waktu itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Diminta Waktu 15 Hari

Dinas Keamanan Rusia sendiri menjamin, ketika mereka memiliki kunci enkripsi tersebut, mereka tidak akan mengaksesnya atau menggunakannya untuk kepentingan tertentu.

Namun hal ini justru tidak membuat Telegram luluh untuk memberikan data pribadi penggunanya.

Konsekuensinya, Perusahaan yang digawangi Pavel Durov ini diminta waktu 15 hari pada Maret lalu untuk memberikan kunci enkriipsi. Jika tidak, Rusia akan memblokir layananan tersebut dan mendepak Telegram dari rumahnya sendiri.

Pada 2016, Rusia sendiri sudah berupaya untuk meminta semua layanan pesan instan menyediakan data penggunanya secara transparan. Langkah tersebut dilakukan untuk melawan aksi terorisme yang kian marak terjadi.

Dinas Keamanan Federal sendiri sudah menjamin berkali-kali, kalau dengan diberikannya kunci enkripsi tersebut, mereka tidak akan 'mengotak-atik' data pribadi pengguna. Bahkan, data yang diterima nantinya juga harus membutuhkan proses lanjutan dari Mahkamah Agung.

3 dari 3 halaman

Telegram Tetap Menolak

Pengacara Telegram, Ramil Akhmetgaliev, berkata kalau permintaan Dinas Keamanan Federal Rusia soal mendesak kunci enkripsi telegram adalah licik. Karena itu, pihaknya tak akan menanggapi permintaan mereka jika memang diberikan waktu tambahan.

"Ini sangat lucu, mereka meminta seakan-akan kejadiannya seperti ini, 'Saya memiliki password email kamu, tetapi saya tidak mengontrol isinya, saya cuma memiliki hak untuk mengontrol'. Kami tidak akan seperti itu, kami tidak ingin data pengguna kami diberikan ke pihak siapapun," ujar Ramil.

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.