Sukses

Kebocoran Data Facebook Jadi Momentum untuk Memahami Privasi

Kebocoran data Facebook harus dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi terhadap pentingnya privasi di era digital.

Liputan6.com, Jakarta - Pasca-terkuaknya skandal kebocoran data Facebook karena ulah Cambridge Analytica, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengatakan kasus itu harusnya dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi terhadap Facebook dan juga perlindungan privasi.

"Kebocoran data itu adalah momentum untuk mengevaluasi Facebook. Apalagi, Facebook juga tercatat sebagai pemilik WhatsApp dan Instagram," ujar Tedi Supardi Muslih di Jakarta melalui keterangan tertulisnya, Selasa (3/4/2018).

Tedi menjelaskan Indonesia adalah pengguna Facebook terbanyak keempat di dunia, dan ia juga berharap akan ada media sosial khas Indonesia. Ia mencontohkan Tiongkok yang memiliki Baidu, Weibo, dan WeChat.

Tedi pun menambahkan kalau pengguna internet terbanyak di Indonesia adalah di Kalimantan dengan penetrasi hingga 72 persen. Angka itu di atas Pulau Jawa yang hanya 58 persen.

Skandal Cambridge Analytica menjadi kasus besar karena diduga mengambil data-data pengguna Facebook untuk kepentingan politik, diduga mereka membantu kampanye Donald Trump.

Masalah data pengguna di Facebook ini pun rentan disalahgunakan, karena ternyata sebelumnya tim kampanye Obama pernah memakai cara serupa, yakni memakai data pendukungnya di Facebook untuk tujuan politik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perlu Edukasi Terkait Privasi

Kasus di Facebook juga harusnya dapat digunakan untuk menambah kesadaran masyarakat terkait pentingnya melindungi data pribadi mereka di internet. Hal ini disampaikan oleh ahli digital forensik Rubi Alamsyah.

"Media sosial ini kita gunakan secara gratis, banyak manfaat yang kita dapat. Tapi sejak mendaftar dan instal, sering kali orang banyak yang lupa mengenai kehati-hatian membagikan data-data yang bersifat pribadi," ujar Rubi.

Rubi mencontohkan di negara-negara maju kesadaran mengenai privasi sudah tinggi.

"Di Amerika Serikat, kesadaran mengenai privasi sudah sangat tinggi. Berbeda dengan di Indonesia, kita masih sangat rendah. Kita menggunakan media sosial, seringkali kebablasan membagikan data yang bersifat pribadi secara sukarela, padahal itu penting," tegas Rubi.

3 dari 3 halaman

RUU Perlindungan Data Pribadi Perlu Jadi Prioritas

Tedi dan Ruby mendorong agar RUU Perlindungan Data Pribadi dapat segera dibahas. Sayangnya, saat DPR dan Kemkominfo mendorong RUU tersebut, Kemenkumham lebih memilih RUU lainnya untuk diprioritaskan selesai pada tahun ini.

"Intinya, menurut saya pemerintah dan warga sama-sama belum mengerti mengenai pentingnya perlindungan data pribadi," sesal Rubi.

Dengan RUU Perlindungan Data Pribadi, nomor NIK dan data pribadi lainnya yang penting itu akan semakin terlindungi, terutama kaitannya untuk pemanfaatan oleh pihak ketiga, antara masyarakat dan pemerintah.

Beberapa data-data yang dilindungi di antaranya seperti nama lengkap, nomor paspor, foto diri, alamat surat elektronik, dan nomor-nomor penting lainnya.

Informasi seperti keyakinan, data anak, data kesehatan, data biometrik, kehidupan seksual, dan data keuangan pribadi juga turut dilindungi.

(Tom/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.