Sukses

Penyebar Hoax di Malaysia Terancam 10 Tahun Penjara

Pemerintah Malaysia membuat RUU melawan penyebaran berita palsu alias hoax, tapi ternyata hal itu malah menimbulkan kontroversi.

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang pemilu Malaysia 2018, Pemerintah Negeri Jiran mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk melawan penyebaran berita palsu alias hoax, baik di tempat umum, blog, maupun media sosial.

"RUU ini berupaya menjaga publik melawan perkembangbiakan berita palsu sembari memastikan kehormatan hak kebebasan berbicara dan berekspresi di bawah Konstitusi Federal," tulis pemerintah Malaysia di RUU tersebut seperti yang dilansir dari Reuters, Selasa (27/3/2018).

Untuk masalah definisi, pemerintah Malaysia mengartikannya sebagai, "Berita, informasi, data dan laporan yang seluruhnya atau sebagiannya palsu, baik dalam bentuk visual atau reakaman audio, atau dalam cara lain yang menyiratkan kata-kata atau pemikiran demikian."

Hal itu berarti meme yang mengandung informasi yang tidak benar juga bisa diciduk oleh RUU ini.

Saat tim Tekno Liputan6.com mengecek RUU tersebut, ternyata ditemukan kalau orang-orang yang mendanai pembuatan berita palsu juga dapat dihukum.

Orang-orang yang menyebar berita palsu terkait produk jualan orang lain di media sosial pun bisa terjerat hukum. Seseorang dituduh yang menyebar berita palsu lewat pidato di sebuah forum publik juga dapat dihukum.

Apabila diperhatikan, RUU tersebut cukup mirip dengan UU ITE di Indonesia. Padahal, UU ITE sendiri merupakan 'pasal karet' yang sering menimbulkan kontroversi.

Bila lolos, hukuman ini dapat juga diterapkan pada orang-orang di negara lain yang menyebarkan berita tidak benar terhadap warga Malaysia.

Hukuman untuk pelanggar adalah denda maksimum 500 ribu ringgit (Rp 1,7 miliar) atau penjara maksimum 10 tahun, atau bisa juga keduanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ditentang Oposisi

Pihak oposisi mengecam RUU tersebut karena ditenggarai menakut-nakuti pers dan rakyat, apalagi saat ini Perdana Menteri Najib Razak sedang tersandung dugaan korupsi.

"Ini adalah serangan pada pers dan usaha untuk menakut-nakuti rakyat sebelum GE14 (General Election 14, Pemilu ke-14)," ucap anggota parlemen Ong Kian Ming lewat akun Twitter-nya.

Ong Kian Ming mengingatkan kalau beberapa kata di RUU tersebut dapat menimbulkan kontroversi, terutama pada frasa 'yang seluruhnya atau sebagiannya palsu'.

Ia pun menyinggung bagian terkait hukuman yang dapat diterapkan ke orang-orang luar negeri Malaysia.

"Akankah hal ini digunakan pada jurnalis non-Malaysia yang menerbitkan berita tentang 1MDB di luar negeri?" cuitnya.

3 dari 3 halaman

Apa itu Skandal 1MDB?

1MBD adalah singkatan dari 1Malaysia Development Berhad adalah lembaga investasi yang didirikan Pemerintah Negeri Jiran untuk memberikan manfaat pada rakyatnya. Gagasannya, 1MDB akan berinvestasi dalam sejumlah proyek di seluruh dunia, kemudian keuntungannya akan dikembalikan pada rakyat Malaysia.

Namun, menurut agen federal AS, dana dalam jumlah besar justru dikuras oleh mereka yang korup dan punya koneksi dengan penguasa.

Pada Rabu, 20 Juli 2016, Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengajukan gugatan perdata sebagai upaya menyita aset senilai lebih US$ 1 miliar atau lebih dari Rp 13 triliun sebagai bagian dari penyelidikan atas 1MDB.

Putra tiri Najib Razak, Riza Aziz dan orang dekatnya, Low Taek Jho dianggap bertanggung jawab atas pengalihan dana US$ 3,5 miliar atau Rp 45,9 triliun dari 1MDB.

Meski gugatan itu tak menyebut nama, disebutkan bahwa uang sebesar US$ 700 didepositokan dalam rekening pribadi Malaysian Official 1 -- yang belakangan dikonfirmasi sebagai PM Malaysia Najib Razak.

PM Razak dan pihak Putrajaya sudah berkali-kali membantah punya keterkaitan dengan skandal tersebut.

(Tom/Isk)

Saksiksan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.