Sukses

Facebook Terjerat Skandal Kebocoran Data Puluhan Juta Pengguna

Perusahaan analisis data, Cambridge Analytica (CA), dilaporkan terlibat dalam skandal besar kebocoran data puluhan juta pengguna Facebook.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan analisis data, Cambridge Analytica (CA), dilaporkan terlibat dalam skandal besar kebocoran data puluhan juta pengguna Facebook.

Perusahaan yang pernah bekerja dengan tim kampanye Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, itu dituding menggunakan jutaan data untuk membuat sebuah program software yang hebat sehingga bisa memprediksi dan memengaruhi pemilihan suara.

Dilansir The Guardian, Selasa (20/3/2018), seorang whistleblower bernama Christopher Wylie, mengungkapkan kepada Observer The Guardian, bagaimana CA menggunakan informasi personal diambil tanpa izin pada awal 2014 untuk membangun sebuah sistem yang dapat menghasilkan profil pemilih individual AS.

Hal ini dilakukan untuk menargetkan mereka dengan iklan politik yang telah dipersonalisasi. CA sendiri merupakan perusahaan yang dimiliki oleh miliarder Robert Mercer dan pada saat itu dimpimpin oleh penasihat utama Trump, Steve Bannon.

"Kami mengekspolitasi Facebook dan "memanen" jutaan profil orang-orang. Kami membuat berbagai model untuk mengeksploitasi apa yang kami tahu tentang mereka dan menargetkan 'isi hati' mereka. Itulah dasar keseluruhan perusahaan dibangun," ungkap Wylie.

Dokumen yang dilihat Observer dan dikonfirmasi oleh pernyataan Facebook, menunjukkan bahwa perusahaan pada akhir 2015 mengetahui ada kebocoran data yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Namun, Facebook saat itu gagal memperingatkan para pengguna, kemudian hanya melakukan sedikit upaya untuk memulihkan dan mengamankan informasi lebih dari 50 juta penggunanya.

Menurut laporan New York Times, salinan pengambilan data untuk CA masih bisa ditemukan di internet. Tim media tersebut, juga dilaporkan melihat beberapa data mentah.

Seluruh data dikumpulkan melalui sebuah aplikasi bernama thisisyourdigitallife, yang dibuat oleh akademisi Aleksander Kogan, terpisah dari pekerjaannya di Cambridge University.

Melalui perusahaannya, Global Science Research (GSR) berkolaborasi dengan CA, membuat ratusan ribu pengguna dibayar untuk menjalani pengujian kepribadian dan menyetujui data mereka diambil untuk kepentingan akademis.

Selain itu, aplikasi juga mengumpulkan informasi dari test-taker teman-teman di Facebook, yang menyebabkan akumulasi puluhan juta data.

Kebijakan platform Facebook hanya mengizinkan pengumpulan data teman-teman untuk meningkatkan pengalaman pengguna di aplikasinya, dan dilarang untuk dijual atau digunakan untuk iklan.

Selain dugaan keterlibatan skandal media sosial CA dalam Pilpres AS, perusahaan dan Facebook menjadi fokus penyelidikan terkait data dan politik oleh British Information Commissioner's Office. Secara terpisah, Electoral Commision juga menyelidiki peran CA dalam referendum Uni Eropa.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Facebook Membantah

Pada Jumat (16/3/2018), empat hari setelah Obeserver meminta komentar atas laporan ini dan lebih dari dua tahun setelah kebocoran data pertama kali dilaporkan, Facebook mengumumkan telah menangguhkan CA dan Kogan dari layanannya, sambil menunggu informasi lebih lanjut soal penyalahgunaan data.

Pihak CA sendiri berulang kali membantah bekerja dan menggunakan data Facebook. Sementara itu, pihak Facebook mengatakan CA mungkin memiliki banyak data, tapi bukan pengguna Facebook.

"Mereka mungkin memiliki banyak data, tapi bukan data pengguna Facebook. Data itu mungkin tentang orang-orang yang ada di Facebook yang mereka kumpulkan sendiri, tapi itu bukan kami yang memberikannya," ungkap Direktur Kebijakan Facebook di Inggris, Simon Milner.

Adapun Wylie selaku ahli analisis data asal Kanada yang bekerja dengan CA dan Kogan, menunjukkan sebuah dokumen bukti tentang penyalahgunaan data kepada Observer, sehingga menimbulkan keraguan atas pernyataan Facebook dan CA.

Ia telah menyerahkan dokumen tersebut kepada unit kejahatan siber National Crime Agency dan Information Commisioner's Office Inggris.

 

3 dari 3 halaman

Wyle Ditangguhkan

Dokumen tersebut berisi email, invoice, kontrak dan transfer bank terkait lebih dari 50 juta profil dengan sebagian besar milik pemilih AS yang terdaftar.

Adapun Facebook pada Jumat lalu, juga menangguhkan Wylie mengakses layanannya kendati seorang whistleblower.

Pada saat kejadian kebocoran data, Wylie bekerja sebagai karyawan CA, tapi Facebook mendeskripsikannya bekerja untuk Eunoia Technologies. Wylie mendirikan perusahaan tersebut setelah meninggalkan CA pada akhir 2014.

Lebih lanjut, bukti yang diberikan Wylie kepada pihak berwenang Inggris dan AS termasuk sebuah surat dari pengacara Facebook kepadanya pada Agustus 2016. Pihak Facebook memintanya untuk menghancurkan semua data yang dikumpulkannya dengan GSR.

Surat tersebut dikirim beberapa bulan setelah The Guardian membuat laporan tentang kebocoran data dan beberapa hari sebelum pengumuman resmi Bannon sebagai manajer kampanye Trump.

"Bagi saya itu adalah hal yang sangat mengherankan. Mereka menunggu dua tahun dan tidak melakukan apa pun untuk memeriksa apakah bener data tersebut sudah dihapus," pungkas Wylie.

(Din/Jek)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.