Sukses

Raksasa Teknologi Kompak Melindungi Satwa Liar

Para raksasa teknologi berkoalisi untuk mencegah perdagangan satwa liar lewat platform mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah raksasa dunia teknologi menyatukan komitmen untuk melakukan kolaborasi dengan World Wildlife Fund (WWF) guna melindungi satwa liar yang diburu dan diselundupkan oleh pemburu liar.

Mengutip situs resmi WWF, Sabtu (10/3/2018), sebuah persekutuan yang menamakan diri sebagai Global Coalition to End Wildlife Trafficking Online (Koalisi Global untuk Mengakhiri Penyelundupan Online Satwa Liar) telah bermitra dengan WWF, TRAFFIC, serta International Fund for Animal Welfare (Dana Internasional untuk Kesejahteraan Satwa, IFAW).

Tujuan mereka adalah mengurangi penyelundupan satwa liar sebanyak 80 persen di seluruh platform pada 2020.

"Kami sadar bahwa penegak hukum sendiri tidak bisa menangani kenaikan global di perdagangan ilegal satwa liar yang terjadi secara online. Kami memandang bahwa perusahaan-perusahaan ini sangat ingin mencoba dan membantu menyelesaikan permasalah tersebut," kata Crawford Allan, direktur senior dari TRAFFIC, sebuah jaringan pengawasan perdagangan satwa liar yang terafiliasi dengan WWF, sebagaimana dilansir NPR.

Koalisi ini dinilai akan sangat membantu karena para penyelundup cukup gesit berpindah-pindah dari satu platform ke platform lain untuk menghindari pencekalan, sehingga diperlukan usaha bersama yang solid.

"Mengajak para raksasa industri adalah cara terbaik untuk secara sistematik menutup internet bagi para penyelundup satwa liar," lanjut Crawford seperti yang dikutip WWF.

"Kebijakan dan penegakan yang tidak konsisten di internet menghasilkan efek seperti gim memukul tikus (satu dipukul, lalu muncul di tempat lain), di mana iklan bisa saja dicabut dari satu situs lalu muncul di situs-situs lain," ucapnya.

Dengan timbulnya koalisi ini, Crawford berharap para penyelundup satwa liar tidak akan mendapatkan celah lagi.

"Perusahaan-perusahaan ini melihat permasalahannya dan bersatu untuk memastikan para penyelundup tidak bisa kabur-kaburan di internet," lanjutnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Alibaba, Baidu, Google, dan Microsoft Turut Bergabung

Para raksasa teknologi yang berkomitmen dalam proyek ini tidak hanya datang dari Silicon Valley--salah satunya Google--tetapi juga raksasa teknologi dari Tiongkok.

Tercatat nama-nama kuat seperti Alibaba, Baidu, dan Tencent. Situs belanja eBay juga turut serta bersama Facebook, Instagram, dan Pinterest.

"Google sangat bangga untuk bermitra dengan WWF sebagai anggota pendiri dari koalisi ini, dan untuk bergabung dengan perusahaan-perusahaan lain dalam bekerja untuk melindungi spesies-spesies yang terancam dari perdagangan online satwa liar illegal," kata David Graff, Senior Director, Trust & Safety Global Product Policy di Google.

Belakangan ini, perdagangan ilegal satwa liar memang marak di internet. WWF menemukan dengan meningkatnya konektivitas internet, maka para penyelundup bisa menggunakan identitas anonim.

Ditambah lagi didukung transportasi yang cepat, sehingga dapat membuat penjualan satwa secara ilegal menjadi lebih instan di dunia maya.

3 dari 3 halaman

Pembeli Tidak Paham Risiko Membeli Satwa Langka

WWF menyebut masih ada kurangnya awareness yang menjadi penyebab maraknya penjualan satwa langka, bahwa tindakan mereka dapat membahayakan populasi spesies dan mendanai kelompok-kelompok penjahat.

Di Indonesia pun sudah sering tertangkap kasus-kasus perdagangan satwa langka lewat media sosial seperti Facebook.

Informasi yang baru-baru santer terdengar yakni pada 1 Maret 2018, ketika tiga ekor elang laut, seekor alap-alap kawah, dan seekor landak diamankan petugas karena diduga menjadi barang jualan di Facebook.

Lalu satwa jenis owa juga diamankan di sebuah hotel di Klaten karena mengalami hal yang sama.

Tahun lalu, aparat menciduk seorang pria di Cirebon karena kedapatan menjual kukang. Padahal, kukang termasuk satwa yang dilindungi dan memiliki peran memburu serangga hama di lingkungan. Tersangka pun mengakui ia menjual satwa tersebut lewat Facebook.

Selain itu, di Indonesia hewan langka juga diburu karena dianggap memiliki khasiat, contohnya badak yang diburu karena culanya yang disebut-sebut membuat orang perkasa. Padahal kabar tersebut tidak benar.

(Tom/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.