Sukses

750 Juta Populasi Dunia Belum Terpapar Jaringan Seluler

Sekitar 750 juta populasi di dunia belum ter-cover jaringan seluler. Bagaimana dengan Indonesia?

Liputan6.com, Jakarta - Untuk memberikan layanan optimal kepada pelanggan, setiap operator seluler membutuhkan jaringan agar bisa mencakup semua wilayah, termasuk di area pedesaan dan bahkan perbatasan.

Namun, untuk membangun Base Transceiver Station (BTS), operator seluler perlu mengeluarkan biaya investasi yang tidak sedikit. Beberapa di antaranya operator harus mengeluarkan biaya pekerjaan sipil dan pembangkit tenaga listrik yang tinggi.

Sulitnya operator seluler melakukan kunjungan lapangan serta biaya yang tinggi untuk bahan bakar dan sewa transmisi juga menjadi tantangan tersendiri.

Ditambah time to market (TTM) yang lama karena lokasi terpencil dan logistik yang sulit. Juga waktu return of investment (ROI) yang lama karena rata-rata biaya per pengguna sekitar US$ 2 - US$ 3.

Di sisi lain, dari segi bisnis mungkin daerah tersebut tidak memiliki nilai potensial dalam waktu dekat. Mungkin itulah yang membuat para operator seluler merasa 'berat hati' untuk membangun BTS di tempat terpencil.

Mohamad Rosidi, Deputy Director of National ICT Strategy & Business Developement Huawei Indonesia mengatakan, karakteristik dari ekonomi digital yang maju adalah semuanya dapat diakses secara mobile, terkoneksi, dan tervirtualisasi.

"Sangat penting bagi semua masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun diwilayah terpencil memiliki jaringan seluler yang dapat diandalkan," kata Rosidi di Kantor Huawei Indonesia, Jakarta, Selasa (16/5/2017).

Rosidi bahkan mengungkap, sekitar 750 juta populasi di dunia belum ter-cover jaringan seluler. Sementara dari 260 juta populasi di Indonesia, 10 persen di antaranya belum terpapar jaringan seluler.

Untuk menjebol tantangan tersebut, Huawei menawarkan solusi dengan menggunakan metodelogi 3 Data Dasar dan 3 Dimensi untuk cakupan yang lebih akurat dan biayanya pun lebih efisien.

Solusi total tersebut adalah Macro Site yang menggunakan teknologi 2G/3G/4G dan frekuensi 900/1800 MHz untuk menjangkau cakupan lebih luas dan jaringan dengan kapasitas lebih baik. Solusi ini diklaim dapat digunakan di wilayah terpencil atau wilayah pinggiran kota.

Kemudian, solusi RuralStar yang memanfaatkan penggabungan teknologi 2G/3G dan frekuensi 900 MHz yang diklaim mampu menghasilkan jaringan lebih akurat, luas, dan terpusat dengan harga lebih rendah, namun penyebarannya lebih cepat. Solusi ini dapat diterapkan di wilayah terpencil atau wilayah perbatasan.

"Peningkatan jaringan sangat penting untuk mempercepat pembangunan TIK nasional. Oleh karena itu, kami menawarkan solusi yang mencakup produk-produk berdaya rendah, hemat energi, dan hemat transmisi," tutup Rosidi.

(Isk/Cas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.