Sukses

3 Karya Mengagumkan Asli Indonesia

Indonesia patut bangga karena banyak peneliti dan ilmuwan Indonesia yang berhasil menelurkan karya-karya mengagumkan.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia patut bangga karena banyak peneliti dan ilmuwan Indonesia yang berhasil menelurkan karya-karya mengagumkan. Bahkan, di antara karya-karya tersebut ada yang sampai mendunia.

Sayangnya, tidak semua karya-karya tersebut diekspos ke permukaan yang menjangkau banyak orang. Dengan demikian, mungkin baru sebagian kecil dari kita yang mengetahuinya.

Kali ini Tekno Liputan6.com menghimpun tiga karya mengagumkan asli Indonesia. Ketiganya adalah alat pendeteksi longsor, inkubator grashof, dan oli yang diubah menjadi bahan peledak. Selengkapnya, simak rangkumannya berikut ini.

1.  Pendeteksi Longsor Buatan Peneliti Indonesia Ini Mendunia
Teuku Faisal Fathani, penemu sistem pendeteksi tanah longsor dari UGM (Sumber: Istimewa)
Tanah longsor sejatinya merupakan peristiwa alam. Meski demikian, tanah longsor bisa diminimalisasi berkat sistem deteksi dini longsor yang diciptakan seorang peneliti Indonesia.

Teuku Faisal Fathani, peneliti sekaligus penemu alat pendeteksi longsor dari Universitas Gadjah Mada, terinspirasi dari alat-alat pendeteksi gempa asal Jepang yang dibawa oleh Japan International Coorporation Agency (JICA) saat menanggulangi bencana longsor di Indonesia pada 1999.

Alat pendeteksi longsor yang terdiri dari penakar hujan, ekstensiometer, tiltmeter, dan alat untuk memantau fluktuasi muka air tanah tersebut dibawa ke Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta untuk memantau pergerakan tanah.

Sayangnya setelah dipasang, ada alat yang mengalami kerusakan dan hanya bisa diperbaiki di negara asalnya. Karena untuk memperbaiki alat itu butuh banyak biaya, pada 2006 Faisal mencoba menciptakan alat pendeteksi tanah longsor yang diberi nama GAMA-EWS.

Sempat mengalami kesulitan dari sisi elektroniknya, Faisal mengajak mahasiswa jurusan Teknik Elektro UGM untuk ikut membantu. Sebagai hasilnya, pada 2007 Faisal dan tim berhasil membuat alat deteksi dini tanah longsor generasi pertama yang pembacaan pergerakan tanahnya masih manual.

Tidak berpuas diri, dosen Teknik Sipil UGM ini terus mengembangkan alat pendeteksi dini tanah longsor. Hingga kini pencatatan tak lagi dilakukan secara manual. 

Pada generasi kedua, GAMA-EWS dilengkapi dengan kertas, sehingga tiap ada pergerakan tanah, alat tersebut akan mengeluarkan catatan yang bisa terbaca di kertas.

Selanjutnya baca di sini


2. Inkubator Grashof, Penyelamat Bayi Prematur Karya Guru Besar UI
Prof. Dr. Ir. Raldi Kartono Koestoer, DEA dan Inkubator Grashof buatannya (sumber: istimewa)
Berawal dari sebuah inkubator rusak, seorang peneliti asal Indonesia berhasil mengembangkan inkubator untuk membantu banyak orang. Inkubator sendiri penting untuk menyokong kehidupan bayi yang terlahir prematur.

Adalah Prof. Dr. Ir. Raldi Kartono Koestoer, DEA dari Universitas Indonesia yang telah membuat inkubator berbasis teknologi Grashof. Teknologi Grashof sendiri bukanlah hal baru, tapi Raldi berhasil memanfaatkan teknologi itu untuk keperluan yang lebih luas.

Riset yang dilakukan oleh Guru Besar Fakultas Teknis Universitas Indonesia itu sudah dilakukan sejak 1995. Salah satu inovasi yang dilakukan Raldi pada inkubator Grashot adalah penambahan beberapa lubang pada empat sisi inkubator.

Penambahan lubang dilakukan untuk membuat suhu ruang inkubator selalu stabil pada angka 38 derajat celcius. Selain itu, Raldi juga mendesain inkubator ini agar mudah dibersihkan dan sebagian besar komponen menggunakan produk dalam negeri. Komponen dalam negeri dipilih karena lebih banyak dan mudah didapatkan, termasuk ketika diperlukan adanya penggantian komponen.

Inkubator ini juga mengedepankan faktor keamanan dengan keberadaan termostat di dalam ruangnya. Sementara, daya penghantar berasal dari lampu pijar yang dipasang. Raldi menerapkan sistem konveksi alamiah pada inkubator Grashof ini. dengan demikian, perpindahan panas terjadi berdasarkan aliran udara alami. 

Ada beberapa lubang di sekeliling inkubator bagian bawah yang dibuat miring untuk mengantisipasi perbedaan ketinggian, tekanan, dan massa jenis udara. Alat tersebut dapat menghantarkan aliran panas merata yang dibutuhkan bayi, mulai dari kepala hingga kaki. Untuk itu, tata telak lubang dan termostat dilakukan untuk memastikan suhu di kisaran 33 sampai 35 derajat celcius.

Selanjutnya baca di sini

3. Ubah Oli Bekas Jadi Bahan Peledak

Erwin Cipta Mulyana Peneliti Indonesia yang membuat bahan peledak dari oli bekas (Sumber: 20 Karya Unggulan).
Oli bekas selama ini menjadi musuh bagi lingkungan. Namun seorang peneliti dari PT Dahana (Persero) Erwin Cipta Mulyana menjadikannya sebagai sesuatu benda yang memiliki nilai tambah.

Erwin "menyulap" oli bekas tersebut menjadi bahan peledak emulsi (bulk emulsion). Kini, bahan peledak emulsi ini dipakai perusahaan pertambangan umum seperti emas dan batu bara.

Ide pemakaian oli bekas sebagai bahan peledak bermula dari melimpahnya oli bekas di area pertambangan. Sebab, di sana banyak alat-alat berat yang beroperasi.

Daripada menimbulkan masalah lingkungan dan pembuangan oli bekas pun perlu izin dengan biaya cukup mahal, limbah ini dimanfaatkan menjadi bahan peledak. Meski menggunakan bahan berbahaya, seluruh proses pembuatan bahan peledak dari oli bekas ini telah mengikuti aturan yang dikeluarkan pemerintah.

"Oli bekas ini harus disaring untuk memenuhi spek ketentuan lingkungan dan SNI yang berlaku di Indonesia,” ujar Erwin seperti dikutip Tekno Liputan6.com dari Kumpulan 20 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa yang dirilis Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi 2015, Minggu (29/5/2016).

Erwin mengatakan, dibandingkan bahan peledak ANFO (ammonium nitrat fuel oil), peledak emulsi dari oli bekas ini lebih bisa disesuaikan dengan karakterlokasi pertambangan.

Selain itu, bahan peledak emulsi memiliki kinerja konsisten baik di tanah basah maupun kering, serta sangat sensitif sekaligus tahan terhadap tekanan. "Bahan peledak emulsi juga mampu meningkatkan produktivitas peledakan melalui kinerja yang tinggi, optimal, dan dapat mengurangi biaya akibat adanya secondary blasting," kata Erwin.

Selanjutnya baca di sini

(Why/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini