Sukses

Tarif Interkoneksi Harus Lebih Transparan dan Taat Aturan

Pemerintah diminta untuk membatalkan revisi perhitungan tarif interkoneksi yang diumumkan pada 2 Agustus 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta untuk membatalkan revisi perhitungan tarif interkoneksi yang diumumkan pada 2 Agustus 2016 karena dianggap melanggar Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 1 tentang Interkoneksi.

"Perhitungan tarif interkoneksi yang diumumkan itu saya ibaratkan sebagai 'Dagelan Agustus' yang sama sekali tak lucu dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Itu harus dibatalkan dan dihitung lebih transparan serta taat aturan. Masa pemerintah menabrak aturan yang dibuat sendiri," kata Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala, Senin (8/8/2016) di Jakarta.

Melalui keterangan tertulis, diungkapkan bahwa dalam perhitungan tarif interkoneksi yang dilakukan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Kemenkominfo, melanggar aturannya sendiri.

"Hasil perhitungan ini adalah pemangkasan biaya interkoneksi yang menabrak kebijakannya sendiri. Ini sudah anti-demokrasi," ujarnya.

Jika merunut pada Peraturan Pemerintah No 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, Pasal 22 ayat 3 diberi ruang upaya hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

"Jika tidak memenuhi unsur transparansi dan keadilan, penetapan tarif interkoneksi ini bisa ditindaklanjuti melalui peradilan. Sekarang kita tunggu, ada yang mau membawa ke pengadilan atau tidak, sebagai pembelajaran dalam mengambil sebuah kebijakan," tegasnya.

Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, M Ridwan Effendi mengungkapkan, dalam perhitungan tarif interkoneksi terbaru pemerintah memaksa operator dominan menjual di bawah biaya jaringan.

"Saya dukung jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan mengaudit BRTI dan Kemenkominfo guna melihat proses perhitungan biaya interkoneksi tersebut. Saat di BRTI, saya selalu terlibat dalam perhitungan tarif interkoneksi," ungkap Mantan Anggota Komite BRTI yang mengakhiri masa pengabdian pada 2015.

Seperti diketahui, Kemenkominfo telah  menyelesaikan perhitungan biaya interkoneksi 2016 yang menghasilkan penurunan rata-rata sekitar 26 persen untuk 18 skenario panggilan dari layanan seluler dan telepon tetap.

Sebelumnya, tarif interkoneksi  untuk panggilan lokal seluler sekitar Rp 250. Dengan perhitungan baru, tarif interkoneksi menjadi Rp 204 per menit pada 1 September 2016.

Bagi sebagian kalangan, biaya ini cukup murah dibandingkan Jepang dan Filipina yang kondisi geografisnya tak jauh berbeda dengan Indonesia.

Jepang memberlakukan biaya interkoneksi berkisar Rp 1.447 hingga Rp 2.108 per menit. Sedangkan untuk Filipina menetapkan Rp 1.184 per menit.

Dalam perhitungan terbaru ini regulator dianggap tak sejalan dengan dokumen konsultasi publik untuk tarif interkoneksi pada 2015, di mana ingin adanya regionalisasi tarif interkoneksi. Saat itu kebijakan ini dianggap angin segar karena hampir tujuh tahun, biaya interkoneksi dihitung secara nasional. 

Regionalisasi perhitungan data input biaya dalam perhitungan interkoneksi bertujuan untuk mengakomodasi kekuatan sebaran jaringan yang berbeda antar-penyelenggara di setiap daerah ke dalam perhitungan biaya interkoneksi nasional. 

Namun, perhitungan tarif interkoneksi baru memilih penerapan perhitungan pola simetris atau tidak berbasis biaya penggelaran jaringan yang telah diinvestasikan oleh masing-masing operator. 

(Isk/Cas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini