Sukses

Vaksin Oxford, AstraZeneca ditujukan untuk melindungi dari Covid-19.

Informasi Umum

  • PengertianVaksin AstraZeneca atau AZD1222 adalah vaksin untuk mencegah penyakit COVID-19. Vaksin ini merupakan hasil kerja sama antara Universitas Oxford dan AstraZeneca yang dikembangkan sejak Februari 2020.
  • Produsen/pengembangAstraZeneca, University of Oxford
  • Nama RisetAZD1222 (ChAdOx1)
  • Jenis VaksinVektor Virus yang Tidak Mereplikasi
  • ManfaatMencegah Covid-19 atau Infeksi Virus SARS-Cov-2
  • Digunakan OlehDewasa Usia di Atas 18 tahun
  • Metode Pemberian VaksinInjeksi Intramuskular
  • Vaksin AstraZeneca untuk Ibu Hamil dan MenyusuiVaksin AstraZeneca belum diketahui dapat terserap ke dalam ASI atau tidak. Bila Anda sedang menyusui, jangan menggunakan obat ini tanpa berkonsultasi dulu dengan dokter.

Berita Terkini

Lihat Semua

Vaksin Vektor Adenovirus

Vaksin-vaksin ini merupakan contoh dari penggunaan vaksin dari virus yang tidak bereplikasi dengan menggunakan cangkang dari adenovirus yang memiliki DNA yang mengkodekan protein SARS-CoV-2. Virus dari vaksin ini tidaklah bereplikasi, yang berarti bahwa mereka tidak membuat partikel virus baru, melainkan hanya memproduksi antigen yang akan menginduksi respon sistem imun.

Pada Januari 2021, vaksin jenis ini yang sudah diotorisasi oleh pemerintah adalah vaksin inggris Oxford-AstraZeneca, Sputnik V, Cinvodecia dari China, dan vaksin Johnson & Johnson.

Vaksin Covid-19 Astrazeneca

Vaksin AstraZeneca (COVID-19 Vaccine AstraZeneca) merupakan vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh Oxford University bekerja sama dengan AstraZeneca menggunakan platform Non-Replicating Viral Vector (ChAdOx 1). “Vaksin AstraZeneca didaftarkan ke Badan POM melalui 2 jalur, yaitu jalur bilateral oleh PT. Astra Zeneca Indonesia dan jalur multilateral melalui mekanisme COVAX Facility yang didaftarkan oleh PT.Bio Farma”, urai Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito.

Vaksin AstraZeneca yang diperoleh Indonesia melalui mekanisme COVAX Facility diproduksi oleh SK Bioscience Co. Ltd., Korea, dan telah masuk dalam daftar yang disetujui oleh WHO Emergency Use Listing. Sementara vaksin Astra Zeneca yang didaftarkan melalui jalur bilateral adalah produksi AstraZeneca Eropa dan Siam Bio Science Thailand, karena fasilitas produksinya berbeda maka Badan POM harus melakukan evaluasi kembali untuk memastikan bahwa khasiat, keamanan, dan mutunya sesuai. COVID-19 Vaccine AstraZeneca sudah disetujui di beberapa negara, antara lain UK, Uni Eropa dan Kanada dan juga Saudi Arabia, Mesir, Malaysia, Uni Emirate Arab, Bahrain dan Maroko. Vaksin Astra Zeneca adalah vaksin kedua yang disetujui masuk dalam daftar WHO-Emergency Use Listing (EUL) setelah vaksin produksi Pfizer BioNtech.

“Badan POM telah melakukan proses evaluasi untuk keamanan, khasiat, dan mutu dari vaksin Astra Zeneca tersebut. Proses evaluasi dilakukan bersama-sama dengan Tim Ahli yang tergabung dalam Komite Nasional Penilai Obat, ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization), dan Klinisi terkait lainnya,” jelas Kepala Badan POM.

Untuk evaluasi Keamanan, berdasarkan data hasil uji klinik yang disampaikan, pemberian Vaksin Astra Zeneca 2 dosis dengan interval 4-12 minggu pada total 23.745 subjek dinyatakan aman dan dapat ditoleransi dengan baik. Dari evaluasi Khasiat, pemberian vaksin AstraZeneca menunjukkan kemampuan yang baik dalam merangsang pembentukan antibody, baik pada populasi dewasa maupun lanjut usia. Efikasi vaksin dengan 2 dosis standar yang dihitung sejak 15 hari pemberian dosis kedua hingga pemantauan sekitar 2 bulan menunjukkan efikasi sebesar 62,10%. Hasil ini sesuai dengan persyaratan efikasi untuk penerimaan emergensi yang ditetapkan oleh WHO, yaitu minimal efikasi 50%. Sedangkan untuk aspek Mutu, Badan POM melakukan evaluasi menyeluruh dari dokumen mutu yang disampaikan dengan hasil bahwa vaksin secara umum telah memenuhi syarat.

“Sebagaimana vaksin COVID-19 yang sebelumnya telah memperoleh EUA, sebelum produk siap untuk digunakan, Badan POM melakukan proses pelulusan produk (lot release) dan setelah diberikan pelulusan produk, maka vaksin tersebut siap untuk digunakan dalam program vaksinasi”, tambah Kepala Badan POM.

Badan POM berkomitmen untuk terus mengawal mutu vaksin sepanjang jalur distribusinya, mulai keluar dari industri farmasi hingga disampaikan kepada masyarakat melalui vaksinasi. Dalam hal ini, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM terus mengawal dan melakukan pendampingan kepada Dinas Kesehatan dalam pengiriman dan penyimpanan vaksin agar tetap sesuai dengan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

Badan POM juga berkoordinasi dengan berbagai lintas sektor, yaitu Kementerian Kesehatan serta Komite Nasional dan Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas dan Komda PP KIPI) dalam mengawal keamanan vaksin.

Meskipun program vaksinasi telah dilaksanakan tetapi masih diperlukan jumlah cakupan vaksinasi yang cukup memadai dan waktu untuk mencapi herd immunity. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tetap perlu menjalankan protokol Kesehatan, dengan terus menerapkan 5 M: Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak, Menghindari kerumunan, Mengurangi mobilitas.

Vaksin Covid-19 AstraZeneca Terbukti Masih Mampu Lawan Virus Varian Delta

Ahli menyatakan bahwa menerima kedua dosis vaksin Covid-19 tetap merupakan cara terbaik untuk melindungi diri dari virus varian Delta, yang pertama kali diidentifikasi di India dan sekarang dominan di Inggris.

Melansir BBC, Jumat (20/8/2021), vaksin AstraZeneca, meskipun awalnya dinilai kurang efektif, menawarkan perlindungan tinggi yang sama seperti Pfizer-BioNTech setelah dilakukan penelitian terbesar selama empat hingga lima bulan. 

Hingga kini masih belum ada cukup data untuk vaksin Moderna.

Tetapi para peneliti percaya bahwa vaksin AstraZeneca "hampir pasti setidaknya sebagus yang lain". Mereka menganalisis dua setengah juta hasil tes dari 743.526 peserta dalam survei infeksi rumah tangga COVID-19 di Inggris - yang dipimpin oleh Universitas Oxford dan Kantor Statistik Nasional.

Vaksin Pfizer-BioNTech memiliki efektivitas 93% terhadap infeksi bergejala dalam kurun waktu selama dua minggu setelah menerima dosis kedua, dibandingkan dengan 71% dari Oxford-AstraZeneca.

Namun, seiring waktu, efektivitas Pfizer-BioNTech menurun sementara Oxford-AstraZeneca sebagian besar tetap sama.

Namun, Prof Sarah Walker dari Universitas Oxford, mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk khawatir.

"Organisasi Kesehatan Dunia menetapkan standar 50% dan kami jauh di atas itu," katanya.

"Kedua vaksin ini masih bekerja sangat baik melawan varian Delta."

Carina Joe, Perempuan Muda Indonesia yang Ikut Kembangkan Vaksin AstraZeneca

Selain Indra Rudiansyah, ada juga peneliti perempuan Indonesia yang turut mengembangkan vaksin AstraZeneca. Dia adalah Carina Joe.

Bernama lengkap Carina Citra Dewi Joe, wanita Indonesia ini tergabung dalam tim Jenner Institute pimpinan Sarah Gilbert dalam uji klinis vaksin AstraZeneca.

Dalam tim, wanita yang sudah meraih gelar Doktor ini merupakan ilmuwan utama dalam proses manufaktur AstraZeneca.

Kepada Duta Besar RI untuk Inggris Raya, Desra Percaya, Carina menjelaskan proses panjang ketika mengembangkan vaksin yang kini sudah dipakai di lebih dari 170 negara.

Ketika mendapatkan proyek uji klinis vaksin COVID-19, Carina merasa dapat tanggung jawab besar mengingat hal tersebut bakal berpengaruh secara global. Terlibat dalam proyek yang dipimpin Sarah Gilbert, Carina mengaku senang dan sulit.

"Bekerja 7 hari seminggu dan per hari bekerja 12 jam. Itu setiap hari tanpa libur selama 1,5 tahun," kata Carina.

Namun, dia kini amat senang karena kerja keras mati-matian membuahkan hasil. Bahkan, banyak nyawa yang berhasil diselamatkan dengan kehadiran vaksin AstraZeneca yang sudah digunakan ratusan juta penduduk dunia.

"Senangnya, karena vaksin Oxford-AstraZeneca ini sudah disetujui di 178 negara. Dan sampai awal Juli sudah diproduksi 700 juta dosis. Dan, saya terima statistika bahwa ada puluhan ribu nyawa diselamtkan," kata Carina.

"Saya senang hasil kerja saya kelihatan hasilnya," kata Carina dalam ngobrol santai bersama Desra pada Minggu, 25 Juli 2021 lewat IG live @desrapercaya.

Carina paham banyak masyarakat yang khawatir soal keamanan vaksin COVID-19. Pada pengembangan vaksin pada umumnya 10 hingga belasan tahun. Namun, vaksin AstraZeneca bisa dibuat dalam waktu 1,5 tahun.

Meski begitu semua dilagukan sesuai peraturan berlaku.

"Kita bukan ambil shortcut atau jalan pitnas. Kita melakukan prosesnya by the book alias ssuai peraturan yang berlaku," katanya.

Carina kecil bercita-cita menjadi dokter atau insyinyur. Cita-cita standar katanya sambil tertawa. Namun, pada saat SMA ia mulai memiliki ketertarikan pada bidang bioteknologi terutama tentang manipulasi genetika. Misalnya ketika mengubah warna kulit ikan, suatu hal yang bisa terjadi karena manipulasi genetika.

"Saat itu di Indonesia belum banyak jadi saya studi ke luar negeri," ceritanya.

Kemudian ia melanjutkan pendidikan master di Australia. Di sana ia sempat menjadi peneliti di Commonwelath Scientific and Industrial Research Organization, Melboune Australia pada November 2012-Agustus 2019.

Kemudian ia juga mendapat kesempatan beasiswa di Oxford University hingga akhirnya mendapat gelar PhD.

Ia juga berpesan kepada perempuan Indonesia agar tidak takut mengejar mimpi. Terus berjuang selama ada kemauan.