Sukses

Informasi Umum

  • PengertianMenurut Eko S.A. Cahyanto selaku Plt. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Industri Hijau merupakan sebuah ikon industri yang harus dipahami dan dilaksanakan, di mana industri dalam proses produksinya menerapkan upaya efisiensi dan efektivitas terhadap penggunaan sumber daya secara berkelanjutan

Berita Terkini

Lihat Semua
Topik Terkait

    Mampu Hemat Energi sampai Rp 1,8 Triliun

    Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, penerapan konsep industri hijau berhasil membantu sektor industri menghemat pemakaian energi dengan nilai hingga Rp 1,8 triliun.

    Nilai tersebut merupakan total efisiensi pemakaian energi dari 143 perusahaan yang telah menerapkan industri hijau pada tahun 2017. "Kemudian mampu menghemat Rp 27 miliar dari pemakaian air," kata dia, di Jakarta, Rabu (12/12/2018).

    Menurut Airlangga, penghematan pemakaian energi dan air tersebut tidak hanya dinilai dengan uang, melainkan juga bagi upaya penurunan emisi gas rumah kaca.

    "Dengan penghematan ini maka dapat menghemat akan mendorong penurunan emisi gas 29 persen atas usaha sendiri dari target rumah kaca 41 persen bantuan lingkungan untuk tahun 2030," jelas dia.

     

    5 Tantangan Menuju Industri Hijau

    Upaya pemerintah untuk mendorong industri-industri yang berada di Indonesia untuk menerapkan konsep industri hijau mengalami beberapa tantangan.

    Menteri Perindustrian, MS Hidayat mengatakan, setidaknya ada 5 tantangan yang dihadapi oleh pemerintah. Pertama, kebutuhan teknologi dan penelitian dan pengembangan/litbang yang dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan industri nasional.

    Kedua, masih banyaknya industri yang menggunakan teknologi obsolete sehingga dibutuhkan restrukturisasi proses dan permesinan untuk meningkatkan efisiensi produksi.

    "Tapi sisi lain suku bunga bank komersil masih tinggi dan terbatasnya industri permesinan nasional untuk mendukung pengembangan industri hijau," ujar Hidayat saat memberikan sambutan di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2013).

    Keempat, masih terbatasnya SDM yang kompeten dalam penerapan industri hijau. Kelima, belum adanya insentif yang mendukung pengembangan industri hijau.

    Serta kerjasama yang intensif dengan berbagai negara, organisasi internasional dan lembaga pendanaan untuk mendapatkan akses bantuan teknologi pendanaan.

    Namun untuk menjawab tantangan tersebut, lanjut Hidayat, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sendiri telah melakukan beberapa upaya seperti program restrukturisasi mesin ramah lingkungan yang memberikan bantuan APBN berupa potongan harga untuk pembelian mesin baru di industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki dan gula.

    Kemudian, melakukan inventory emisi CO2 pada 700 industri untuk menetapkan baseline emisi gas rumah kaca, serta memberikan bantuan audit dan konservasi energi di 35 industri besi baja dan 15 industri pulp dan kertas.

    Selain itu melakukan penyusunan pedoman teknis pengurangan emisi gas rumah kaca di industri. Lalu penyusunan pedoman teknis produksi bersih dan bantuan teknis penerapan produksi bersih di beberapa perusahaan industri, menyusun road map dan grand strategi konservasi energi sektor industri.

    "Serta ajang penganugerahan penghargaan industri hijau yang kita lakukan pada hari ini," katanya.

    Sebagai informasi, sektor industri sendiri menjadi salah satu sektor penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor ini memberikan kontribusi yang signifikan kepada Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada tahun 2012 telah berkonstribusi sebesar 20,85%.

    Pertumbuhan sektor industri juga diklaim mencapai 6,69% dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 15,37 juta atau 13, 87% dari total tenaga kerja nasional.

     

    Kemenperin Terbitkan Aturan Terkait Standar Industri Hijau

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menerbitkan aturan mengenai pedoman penyusunan standar industri hijau (SIH). Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 51/M-IND/PER/6/2015.

    Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, SIH merupakan acuan para pelaku industri dalam menyusun secara konsensus terkait dengan bahan baku, bahan penolong, energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan, pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang bertujuan untuk mewujudkan industri hijau.

    Permenperin yang menjadi bagian dari amanat UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian ini berisi tentang perencanaan penyusunan SIH dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek antara lain, kebijakan nasional di bidang standardisasi, perkembangan industri di dalam dan luar negeri, perjanjian internasional, serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Sementara itu, dalam penyusunan SIH diterapkan beberapa prinsip diantaranya, transparansi dan keterbukaan, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, serta dimensi pengembangan.

    "Penyusunan SIH juga harus memperhatikan metode dan jenis verifikasi serta perolehan data yang tepat, benar, konsisten, dan tervalidasi," ujarnya di Jakarta, Rabu (22/7/2015).

    Saleh menjelaskan, selanjutnya penyusunan SIH ini akan dilakukan oleh tim teknis yang dibentuk oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin. Keanggotaan tim teknis tersebut harus mewakili seluruh pemangku kepentingan yang meliputi unsur produsen atau asosiasi produsen, konsumen, regulator, dan pakar di bidang yang relevan.

    Nantinya, SIH akan dipublikasikan melalui website Kementerian Perindustrian dalam bentuk file elektronik (e-file). Di samping itu, Standar Industri Hijau yang diterbitkan tidak semua mengacu pada mandatori, tetapi juga voluntary. Oleh karena itu, Kemenperin akan mengakomodir dunia usaha agar cepat beralih pada industri hijau dengan memberikan rekomendasi insentif fiskal dan nonfiskal.

     

     

    Konsep pembangunan berkelanjutan di Jababeka mengacu pada pembangunan dan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan saat ini namun tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang.