Sukses

Pernyataan Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Kepada Pakar Hukum Unair

Vincencius mengungkapkan, jika penyampaian para pakar dalam Review FGD Tragedi Kanjuruhan sedikit membuka dan memperluas pandangan keluarga korban terkait penyelesaian hukum yang ada saat ini.

Liputan6.com, Surabaya - Salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan Vincensius Ari mengaku tidak menitik beratkan pada persoalan hukum akibat dari peristiwa itu. Namun, lebih fokus pada langkah penanganan pasca insiden tersebut.

"Kami diskusinya masalah penyelesaian selanjutnya, bukan masalah hukumnya. Kalau permasalahan hukumnya kami ada lembaga hukum yang akan membantu," ujarnya usai mengikuti Forum Group Discussion (FGD) Tragedi Kanjuruhan di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu (7/12/2022).

"Kami fokus kepada setelah Tragedi Kanjuruhan ini para korban yang trauma itu diperhatikan. Trauma healing, itu diperhatikan. Terus keselanjutannya proses hukumnya itu bagaimana. Itu harus berjalan dengan baik," imbuh Vincencius.

Vincencius mengungkapkan, jika penyampaian para pakar dalam Review FGD Tragedi Kanjuruhan sedikit membuka dan memperluas pandangan keluarga korban terkait penyelesaian hukum yang ada saat ini.

"Hanya itu poin yang kami bicarakan. Yang sebelumnya kami tidak tahu bahwa kasus ini sudah diproses oleh kepolisian, itu akhirnya kami tahu lewat para pakar. yang selama ini kami tahu kan lewat media. Dengan begini, keluarga korban kumpul, dijelaskan,h kami sedikit banyak meskipun tidak nyampe 50 persen yang masuk, tapi paling tidak kita tahu," ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum (FH) Unair Iman Prihandono kembali menegaskan jika pihaknya belum dan tidak menemukan adanya unsur pelanggaran HAM Berat dalam Tragedi Kanjuruhan. Menurutnya, di antara unsur pelanggaran HAM Berat harus bersifat sistematis atau meluas.

"Ada yang bilang kasus Kanjuruhan ini HAM Berat. Tapi saya sendiri berpendapat bahwa unsur-unsur di pelanggaran HAM Beratnya belum atau tidak terpenuhi. Jadi, di antara unsur pelanggaran ham berat itu yang pertama adalah sistematis atau dia meluas," ungkap Iman.

Ia juga menegaskan, jika di Kanjuruhan tidak ada unsur meluas. Pasalnya, kejadian ini hanya berada di satu tempat yaitu di Stadion Kanjuruhan, Malang. Sedangkan untuk memenuhi unsur meluas, maka dia harus berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain.

"Sehingga yang paling bisa untuk kita analisa lagi yaitu unsur sistematisnya. Di unsur sistematis, kalau kita cek lagi unsur sistematis itu paling nggak ada dua kategori yang harus dipenuhi untuk dia menjadi berat HAM," tegasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Unsur Sistematis

Di unsur sistematis, kata dia, yang pertama yaitu harus melupakan kebijakan dari penguasa ataupun pemerintah. Kebijakan itu, harus didorong atau didengungkan oleh penguasa meskipun tidak secara tertulis.

"Di Kanjuruhan, kalau dibilang sistematis dan ada kebijakan pemerintah, berarti kebijakannya itu harus berbentuk seperti misalnya bahwa pengamanan sepak bola, kalau ada kerusuhan maka langkah yang bisa diambil adalah dibunuh. Itu kan nggak mungkin ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia," jelasnya.

Unsur kedua dari sistematis adalah terkait dengan pola. Menurut Iman, unsur tersebut harus terpola dan terstruktur. Artinya, di setiap kejadian yang sama, penangananya seperti apa yang terjadi di Kanjuruhan.

"Nah, kita nggak melihat ada pola yang sama di penanganan kerusuhan sepak bola di Indonesia. Kenapa pola itu penting ? Karena unsur yang sistematis itu memerlukan pola yang bukan sekedar sporadis," ujarnya.

"Sedangkan Kanjuruhan ini sporadis. Kita cuma tau ada kejadian sepakbola seperti di Kanjuruhan ini ya cuma di Kanjuruhan. Sehingga unsur sistematis di pelanggaran berat HAM tidak terpenuhi," imbuh Iman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.