Sukses

DLH Banyuwangi: Bau di TPA Bangsring Bukan dari Sampah, tapi Limbah Pabrik Seafood

Tempat pembuangan akhir (TPA) di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi menuai polemik. Sejumlah warga menolak wilayahnya digunakan sebagai TPA.

Liputan6.com, Banyuwangi - Tempat pembuangan akhir (TPA) di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi menuai polemik. Sejumlah warga menolak wilayahnya digunakan sebagai TPA.

Buntutnya, warga nekat mengadang truk pengangkut sampah milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang hendak membuang sampah ke lokasi. Mereka bergerombol dan memaksa dua armada truk muat sampah untuk putar balik.

Saat dikonfirmasi, Plt Kepala Dinas Lingkungkan Hidup (DLH) Banyuwangi Dwi Handayani membenarkan kabar adanya pengadangan tersebut. Menurutnya, aksi ini dipicu kesalahpahaman warga. Semula warga mengeluh adanya bau busuk dan menyengat yang diduga ditimbulkan dari proses di TPA.

Warga kemudian meminta audiensi, melalui Pemerintah desa Bangsring yang kemudian ditindak lanjuti dengan berkirim surat ke DLH pada 14 November 2022. Oleh DLH baru bisa ditindaklanjuti pada 16 November 2022.

"Karena pada 14-15 kami masih ada acara, sehingga baru bisa ditindaklanjuti pada tanggal 16-nya," kata Dwi Handayani, Rabu (23/11/2022).

Pada tanggal 16, pihaknya bersama, Forpimcam Wongsorejo dan Pemdes Bangsring melakukan sidak. Hasilnya bebauan busuk itu bukan berasal dari TPA. Melainkan bersumber dari air limbah pabrik pengolahan seafood yang lokasinya berdempetan dengan TPA.

"Dari hasil sidak ternyata sumber bau itu berasal dari industri pengolahan air limbah (IPAL) di pabrik coldstorage yang berdekatan dengan TPA," ujar Dwi.

Menurut dwi, semula penanggungjawab pabrik tidak mengakuinya. Karena semula pabrik berdalih hanya melakukan pengalengan produk rajungan. Dimana seharusnya bila hanya pengemasan saja bau tidak sampai sesanter yang beredar.

Namun, setelah duduk bareng dan terjadi adu argumen, barulah terungkap bahwa pabrik beberapa minggu belakangan melakukan pengolahan gurita mentah.

"Saya bersama perwakilan dari pihak kepolisian dan pemdes menuju ke lokasi IPAL. Setelah itu mereka mengakui bahwa baunya adalah dari IPAL dan bukan berasal dari TPA. Mereka sampai tidak kuat mencium baunya. IPAL-nya tidak representatif, dan proses kinerjanya tidak dilakukan sebagaimana mestinya," pungkasnya.

Pasca adanya penemuan itu, pihaknya meminta pemdes untuk meneruskan informasi itu kepada warga. Namun entah karena apa informasi itu tidak sampai.

Sehingga warga masih berasumsi bahwa biang dari bau busuk bersumber dari TPA. Hingga kemudian warga memblokade truk sampah yang mau masuk ke TPA Bangsring.

"Kemarin waktu ada pengadangan saya datang ke lokasi dan akhirnya saya jelaskan. Justru saya dianggap mengkambinghitamkan perusahaan dan cari-cari kesalahan. Kami mengakui bahwa proses di TPA mungkin masih belum maksimal. Tapi hasil tinjauan kami bahwa bau tak sedap yang akhir-akhir ini tercium warga bukan dari TPA tapi dari IPAL pabrik," ujar Dwi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bersifat Sementara

 

Dwi mengatakan, pemilihan lokasi TPA di Desa Bangsring itu telah melalui proses negosiasi dengan pemangku wilayah setempat. Termasuk pendekatan kepada warga serta peninjauan lokasi untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dengan keberadaan TPA disana.

Menurutnya TPA di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo itu sifatnya hanya sementara sambil menunggu TPA Sidodadi siap difungsikan. DLH menyewa lahan bekas galian C milik warga. Dengan biaya sewa senilai Rp 17 juta per tahun.

"Ini masih berjalan 3 bulanan. Jadi nanti bayarnya kita sesuaikan. Jadi tidak dihitung tahun tapi dikonversi sesuai lama penggunaan," bebernya.

Semua proses dilakukan secara terukur dan dijalankan sesuai standart operasional pekerjaan (SOP). Sebelum diuruk, petugas terlebih dahulu melapisi media tanah dengan membran.

Sampah diuruk secara berlapis dengan tanah. Sembari proses juga disemprot menggunakan Eco Enzym untuk mempercepat pembusukan dan mengurangi bau tak sedap.

Terakhir pada lapisan teratas diuruk  dengan tanah dengan ketebalan urukan mencapai 2 meter. Namun saat ini warga masih kekeuh melakukan menolak. Sehingga dinas terpaksa harus mundur.

"Oleh warga kami diberi waktu dan diperbolehkan membawa sampah ke Bangsring maksimal sampai hari Rabu. Tapi ini masih kami negosiasikan. Kami juga masih mencari alternatif tempat dan ini sudah ada beberapa opsi," tegasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.