Sukses

Meriah Tradisi Endog-endogan Sambut Maulid Nabi di Banyuwangi

Pagi itu Sabtu 8 Oktober 2022, Sejak pukul 05.30 wib, wilayah Kota Banyuwangi, cukup ramai, tak terkecuali di tempat tinggal saya yaitu di Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri.

Liputan6.com, Banyuwangi Sabtu 8 Oktober 2022 sejak subuh hari, Kota Banyuwangi cukup ramai, tak terkecuali di Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri. 

Sejak setelah subuh, sejumlah masjid di kawasan Kecamatan Giri dan sekitaranya, dengan bersahutan mengumandangkan salawat Nabi Muhammad SAW dengan membaca al-Barjanji.

Seperti di Masjid Baitul Mutaqien, Kelurahan Boyolangu, dengan tetap memperhatikan protokol Kesehatan, masyarakat khusuk dan penuh semangat mengumandangan lantunan bacaan salawat.

Mereka sedang memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau yang biasa disebut Maulidan yang kebetulan pada tahun ini jatuh pada 8 Oktober 2022 atau 12 Robul Awal. Mereka secara bersahut-sahutan membaca kitab Al-Barjanji yang tebalnya 100 halaman lebih sampai hatam.

Peringatan Maulid Nabi di Banyuwangi, berbeda dengan di daerah lain. Di Kabupaten Ujung Timur Pulau Jawa ini, ada sebuah tradisi dalam peringatan Maulaid Nabi yang disebut tradisi endog-endogan.

Endog jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti telur. Endog tersebut direbus dan diletakkan pada tusukan bambu kecil yang dihias dengan  kembang kertas yang disebut dengan kembang endog. Kembang endog ini ditancapkan pada jodang, yaitu pohon pisang yang juga dihias dengan kertas warna–warni

Biasanya dalam satu jodang berisi 30, 35 bahkan hingga 100 kembang endog kemudian jodang-jodang yang sudah ditancapi kembang endog diarak keliling kampung dengan menggunakan mobil bak terbuka ataupun dengan menggunakan becak, dan diringi dengan kesenian kuntulan yang merupakan kesenian asli Banyuwangi.

Setelah dua tahun tidak ada tradisi endog- endogan karena pandemic Covid-19. Tahun ini tradisi Ngarak endok atau bisa diartikan pawai endok dilakukan Kembali dengan sangat meriah.  Tahun ini sudah  ada lagi kesenian  kuntulan maupun hadra yang mengiringi  pawai endog tersebut.

“Alhamdulillah setelah dua tahun ini kita merayakan maulid nabi dengan sederhana akibat pandemi. Namun tahun ini kita bisa merayakanya dengan lebih meriah. Mudah-Mudahan kita mendapat safaat kanjeng Nabi Muhammad SAW. Dan Covid-19 ini segera hilang 100 persen dari daerah kita,” ujar Ketua Ta’mir Masjid Baitul Mutaqien Boyolangu Kecamatan Giri Siswanto.

Menurut Siswanto, peringatan maulid nabi tahun ini Kembali meriah seperti tahun-tahun sebelumnya. Itu karena pemerintah sudah mengizinkan adanya keramaian. Sehingga maulid yang sudah rutin dilakukan setiap tahunnya Kembali bisa digelar semeriah mungkin.

Kata Siswanto, tradisi endog-endogan ini memang menjadi tradisi masyarakat Banyuwangi dan masyarakat Boyolangu pada khususnya. Sehingga tradisi ini selalu dipegang teguh oleh masyarakat.

Siswanto bahkan mengklaim tradisi endog-endogan hanya ada di Kabupaten Banyuwangi saja, sedangkan daerah lain tidak ada.

"Yang spesial tradisi endog-endogan ini kan  kalau saya bisa ngomong hanya ada di Banyuwangi saja kan di daerah lain kayaknya tidak ada.  Karena saya yakin tradisi endog-endogan ini mempunyai makna tersendiri dari para ulama terdahulu kita yang telah mencetuskan tradisi ini,”tambah Siswanto

Ssiwanto dan masyarakat Banyuwangi lainya berharap, pandemi Covid-19 ini segera berlalu, sehingga kehidupan kembali normal dan tradisi endog-endogan terus berjalan dengan lebih meriah lagi.

“Tentu kami berharap dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW , kita semua mendapat barokahnya, sehingga pandemi Covid-19  ini segera diangkat oleh Allah SWT," terang Siswanto.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Awal Mula Tradisi Endog-Endogan

Tradisi endog-endogan ini merupakan  tradisi masyarakat Banyuwangi yang telah berlangsung puluhan tahun, dan salah satu budaya yang dimiliki oleh masyarakat Banyuwangi yang tidak ada ditempat lain.

Menurut Pemerhati Sejarah Banyuwangi Yeti Khotimah,  tradisi endog-endogan ini menunjukan  budaya gotong royong masyarakat dan sebagai bentuk kecintaan masyarakat islam terhadap Nabi Muhammad SAW. 

“Ini tradsisi gotong royong yang ditunjukan masyarakat Banyuwangi,  dan ditempat lain tidak ada tradisi endog-endogan seperti di Banyuwangi ini, dan barang tentu, juga tradisi endog-endoigan ini juga sebagai ungkapan cinta masyarakat kepada kanjeng Nabi Muhammad SAW,”ujur Yeti

Yeti mengatakan,  jika dilihat dari kacamata sejarah tradisi Endog-endogan ini merupakan tradisi peninggalan  para ulama terkemuka yang menyebarkan  islam pertama kali di tanah jawa yang dikenal dengan sebutan wali songo.

“Salah seorang dari wali songo tersebut yaitu Sunan Giri adalah putra kerajaan Blambangan yang merupakan cikal bakal Kabupaten Banyuwangi,”ujarnya.

Kata Yeti, kisa lain menceritakan,  awal tradisi endog-endogan  di Banyuwangi , diawali dengan adanya pertemuan di Bangkalan Madura, antara  Kiyai  Kholil, pimpinan  Pondok Pesantren Kademangan Bangklan  dengan KH. Abdullah Faqih pendiri Pondok Pesantren Cemoro Balak, Songgon, Banyuwangi.

“Dalam pertemuan itu, Kiyai Kholil mengatakan bahwa kembange islam (Bunganya islam) sudah lahir di nusantara (Nahdlatul Ulama)  yang dipersonifikasikan sebagai endog,”katanya. 

Sepulang dari pertemuan tersebut kiai faqih menyebarkan amanah tersebut dengan cara mengarak keliling kampung sebuah gedebog (batang pisang) yang telah dihias dengan  tancapan telur-telur dan bunga.

“Dengan disertai lantunan salawat dan zikir, kemudian hal ini menjadi cikal bakal tradisi endog-endogan yang ada di Banyuwangi,”tambah Yeti.

3 dari 3 halaman

Makna Filosofi Endog atau Telur

Endog atau telur yang selalu digunakan dalam tradisi endog-endogan  di Banyuwangi mempunyai makna tersendiri. kata Yeti endog atau telur memiliki tiga lapisan yang terdiri dari kuning telur. Putih telur, dan cangkang. dan berkaitan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW ketiga lapisan tersebut mempunyai makna simbolik tersendiri.

“Yang perta kuning telur ini terdapat di bagian paling dalam dari sebuah telur, dari kuning telur itu merupakan embiro atau sebuh proses kehidupan . Dan dalam bagian ini  terdapat protein yang tinggi maka dapat diibaratkan sebagai Ihsan dalam kehidupan dan itu merupakan bagian yang sangat penting,”ujur Yeti.

Sedangkan kedua  ada putihan sebagai pembungkus kuning telur dan putih ini dibaratkan Islam setelah ihsan maka membentuklah sebuah keyakinan yaitu berupa Islam.

“Sehingga setelah yakin dengan Islam barulah yang ketika ada cangkang telur yang merupakan kulit luar yang melindungi putihan dan kuning telur. Dan cangkang ini diibratkan iman dalam kehidupan kita,” kata Yeti.

Lalu telur tersebut ditancapkan di pohon pisang yang maknanya adalah pohon pisang diibaratkan manusia. Dalam diri manusia terdapat perangkat kalbu yang didalamnya terdapat tancapan apa saja.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.