Sukses

Jaksa Jadikan Hasil Visum Bukti Jerat JEP, Begini Penjelasan Dokter Forensik

Keotentikan hasil visum, menurut Azis adalah untuk mengetahui kondisi pada saat itu juga dan bukan kondisi atau peristiwa masa yang lalu.

Liputan6.com, Surabaya - Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr Soetomo Surabaya Abdul Aziz mengungkapkan, hasil visum yang menjadi salah satu alat bukti Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus kekerasan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, tidak bisa menerangkan kejadian atau keadaan medis di masa lalu.

"Visum seharusnya dimintakan tidak lama setelah kejadian atau peristiwa. Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui kondisi objek pada saat kejadian," ujar Abdul Aziz di Surabaya, Selasa (16/8/2022).

Keotentikan hasil visum, menurut Azis adalah untuk mengetahui kondisi pada saat itu juga dan bukan kondisi atau peristiwa masa yang lalu.

"Apa yang didapatkan itulah yang dituangkan didalam visum. Otentik, karena apa, untuk menerangkan (kondisi) ketika itu, bukan yang dahulu," ucapnya.

Kuasa hukum terdakwa kekerasan seksual SPI Kota Batu Julianto Eka Putra (JEP), Jeffry Simatupang menyatakan, dari awal pihaknya telah memastikan bahwa hasil visum dalam perkara ini tidak bisa membuktikan tuduhan cabul yang didakwakan pada JEP.

Fakta yang telah diungkap di persidangan, pelapor SDS (29), diketahui menginap bersama pacarnya di sebuah hotel sebelum visum.

"Sejak awal kami sudah nyatakan bahwa visum itu tidak bisa lagi membuktikan peristiwa yang sudah lampau, apalagi peristiwa 12 tahun lalu. Ditambah ada fakta persidangan bahwa ternyata pelapor beberapa bulan sebelum visum menginap di hotel dengan pacarnya selama 15 hari," ujarnya.

Seandainya, lanjut Jeffry, fakta ini diketahui sewaktu proses penyelidikan maka perkara ini tidak akan sampai masuk ke ranah pemeriksaan pengadilan.

"Fakta ini baru muncul di pengadilan, andaikata fakta ini sejak awal diketahui oleh pihak kepolisian kami yakin perkara ini tidak akan sampai ke pengadilan," ucapnya.

Dari hasil fakta persidangan, Jeffry memastikan tidak ada satupun alat bukti yang dapat menjerat JEP untuk dipidana dengan tuduhan pencabulan atau kekerasaan seksual.

"Dan sekali lagi seluruh alat bukti sudah dihadirkan termasuk visum, tidak ada satupun alat bukti yang dapat membuktikan klien kami melakukan kekerasan seksual ataupun pencabulan, bahkan kami dapat membantah dengan alat bukti yang kami miliki bahwa memang perbuatan tersebut tidak pernah terjadi," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tuntutan 15 Tahun Penjara

Kasi Pidum Kejari Kota Batu yang juga sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yogi Sudharsono sebelumnya tetap berkeyakinan bahwa JEP tetap bersalah dalam melakukan kekerasan seksual.

"Berdasarkan bukti baik dari keterangan saksi, surat ahli dan lain sebagainya yang telah kita sajikan dalam persidangan, bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana seperti yang kita tuduhkan," ujarnya usai sidang di PN Malang, Rabu (10/8/2022).

Yogi mengungkapkan, pihaknya telah melayangkan tuntutan kepada JE dengan kurungan penjara maksimal 15 tahun dengan denda Rp 300 juta dan restitusi kepada korban sebesar Rp 44 juta.

"Ini tadi mengulas kembali dari yang kita sampaikan pada saat persidangan sebelumnya. Semua sudah dihadirkan dan memperkuat dakwaan kita," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.