Sukses

Keseruan Purnacandra, Tradisi Mainkan Bola Api Saat Purnama Bulan Ramadhan

Atraksi purnachandra mempertontonkan kelihaian muda-mudi memainkan api dengan berbagai gaya. Mulai dari wahana sepak bola api, memutar tongkat api, hingga yang paling ekstrem menyembur api obor.

 

Liputan6.com, Banyuwangi - Muda-mudi di mingkungan Papring, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, punya tradisi khusus menjelang bulan purnama, khususnya di bulan ramadhan. Mereka memainkan sebuah atraksi bernama Purnachandra.

Atraksi purnachandra mempertontonkan kelihaian muda-mudi memainkan api dengan berbagai gaya. Mulai dari wahana sepak bola api, memutar tongkat api, hingga yang paling ekstrem menyembur api obor.

Tak sembarangan orang diperbolehkan memainkan tradisi ini, hanya anak-anak yang sudah terlatih dan mahir saja. Bagi yang masih belum berkesempatan latihan, masih bisa menonton tanpa mengurangi keseruannya.

Fendi, salah satu pemuda pemain atraksi purnachandra mengatakan, persiapan menyuguhkan penampilan purnachandra memang membutuhkan tenaga dan pikiran yang cukup banyak. Sebab pentingnya ketelitian dan kecermatan dalam bermain.

"Sebelumnya saya mulai kecil sampai sekarang ya pertama kali ini, sudah beberapa kali berlatih, dan baru berkesempatan bermain saat ini," kata Fendi, Jumat (22/4/2022).

Bahan-bahan yang digunakan cukup ramah lingkungan, di antaranya tempurung kelapa tua untuk bola api, sebatang batang kayu untuk tongkat api, bambu dan serabut kelapa untuk membuat obor. Sedangkan untuk memunculkan api, mereka menggunakan minyak gas.

Ketua Kampung Batara Banyuwangi Widi Nurmahmudi mengatakan, tradisi Purnacandra itu, sebenarnya sudah ada sejak lama di beberapa kampung di Banyuwangi. Terutama kata dia, tradisi sepak bola api. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini tidak lagi dijalankan.

“Tradisi purnacandra ini sebenarnya sudah ada sejak lama, di beberapa kampung di Banyuwangi. Kebanyakan dilakukan pada saat selamatan kampung. Cuma di lingkungan Papring ini kami melakukanya setiap bulan puasa mulai tanggal 15 Ramadhan pada saat bulan purnama atau pada saat malam peringatan Nuzulul Qur’an,” ujar Widi sapaan akrabnya.

“Hanya saja sekarang seiring berkembangnya zaman dan mordenitas, tradisi ini sudah tidak dimainkan lagi. Untuk itu, kami selaku pemuda kampung Kembali mencoba memainkanya karena kami tidak ingin tradisi ini hilang ditelan zaman,”tambah Widi.

Widi menambahkan, selain menyajikan antrasi sepak bola api, tradisi Purnacandra juga dikemas dengan antraksi dan kesenian lainya. Sehingga kegiatanya tidak membosankan.

“Selain menghadirkan tradisi sepak bola api, kami juga menyajikan atraksi lain. Selain itu juga ada kesenian Banyuwangi yang ditampilkan. Sehingga masyarakat menjadi terhibur,”paparnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tradisi Purnacandra Bukti Kepedulian

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi M Yanuarto Bramuda mengungkapkan, gaung masyarakat Banyuwangi dalam mempertahankan tradisi dan ciri khas daerah memang terbilang baik.

Hadirnya atraksi purnachandra hingga saat ini merupakan bukti kepedulian masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi dan kebudayaan di Bumi Blambangan.

"Kami mengapresiasi kepada masyarakat yang mencoba menghidupkan kembali, kita ketahui bahwa kekuatan Banyuwangi ada di budaya-budaya lokal, sebagaimana seblang, barong ider bumi, terus kebo-keboan, itu budaya lokal yang kemudian kita angkat menjadi suatu atraksi wisata, siapa tau nanti purnachandra bisa kita angkat menjadi salah satu festival," ujar Bramuda.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.