Sukses

Vaksin Merah Putih Disebut Sakti Basmi Omicron

Nyoman mengatakan, vaksin Merah Putih yang akan menjalani uji klinis fase 1 dapat menangkal COVID-19 varian Omicron.

Liputan6.com, Surabaya - Koordinator Produk Riset COVID-19 Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengungkapkan, vaksin Merah Putih telah diuji hingga varian Delta, varian yang disebut mempunyai tingkat keparahan (penyebaran) paling tinggi dibanding varian lain.

Ia mengungkapkan, saat kasus COVID-19 varian Delta, efikasi yang terdapat pada vaksin jenis lain sempat menurun 10 hingga 15 persen, namun masih di angka 65 sampai 75 persen.

"Kalau analoginya jika (vaksin) lain turun (efikasinya) di Delta tapi masih (dinilai bagus) efiksinya. Apalagi kami yang ujinya sudah uji tantang di varian Delta," katanya, ditulis Rabu (9/2/2022).

"Kami optimistis kalau Delta saja kami bisa atasi dengan vaksin ini. Insyaallah yang varian Omicron bisa. Karena Omicron ini kan menularnya cepat, tapi keparahannya tidak separah Delta," ucap Nyoman.

Nyoman mengatakan, vaksin Merah Putih yang akan menjalani uji klinis fase 1 dapat menangkal COVID-19 varian Omicron.

"Kami sangat optimis vaksin Merah Putih dapat menangkal varian Omicron. Karena dari hasil pre klinis yang telah dilakukan tim peneliti Unair terhadap hewan makaka, tingkat efikasi vaksin menunjukkan hasil yang bagus yakni, 98 persen," ujarnya.

Nyoman menyampaikan, dalam uji klinis fase pertama, akan banyak kesiapan dan kehati-hatian yang dilakukan pihaknya. Bahkan, pre klinis harus dilakukan secara dua kali untuk memastikan tingkat efikasi dan keamanan vaksin.

"Dari awal kita didampingi oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dalam pembuatan vaksin ini. Jadi memang kita harus mengikuti sesuai prosedur yang ketat meskipun agak lama," ucapnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sangat Ketat dan Hati-Hati

Wakil Rektor I Unair tersebut mengakui dalam pembuatan vaksin ini pihaknya memang sedikit lama dibanding negara lain. Dibutuhkan waktu dua tahun sejak proses penelitian dilakukan dan baru terealisasi uji klinis di tahun ini.

"Dalam kondisi emergency, pre klinis bisa di-skip. Mungkin di negara-negara lain merasa yakin akan produknya. Mereka juga berpengalaman dalam kondisi seperti ini. Bisa jadi uji hewan tidak dilakukan," ujarnya.

Nah ini boleh, kata BPOM juga tidak apa-apa (preklinis tidak dilakukan). Tapi kita di Indonesia, karena ini yang pertama produksi anak bangsa. Sehingga kita ikuti seluruh prosedur dengan sangat ketat dan hati-hati," ucap Nyoman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.