Sukses

Penanganan Laporan Perbedaan Identitas Bupati Bojonegoro Macet, Ini Saran Kompolnas

Anwar Sholeh mengatakan bahwa kepala daerah yang dilaporkannya secara resmi itu jenjang pendidikan SD, SLTP, SLTA identitasnya berbeda dengan namanya mulai pada tahun 2000.

Liputan6.com, Bojonegoro - Tanggal 1 Maret 2021 masih sangat diingat oleh mantan Ketua DPRD Bojonegoro, Anwar Sholeh. Bagaimana tidak, saat itu dirinya awal melaporkan Bupati Bojonegoro Anna Mu'awanah ke Polres Bojonegoro terkait permasalahan adanya perbedaan identitas seorang kepala daerah yang dinilainya melanggar hukum.

Momen itu kembali disampaikan Anwar dalam acara Dialog Kebangsaan yang digelar oleh Rumah Alternatif Ebhoma dan Indoswara di K’Noman Bojonegoro, pada hari Sabtu (28/11/2021). Anwar secara blak-blakan menyampaikan hal itu karena mengaku kerap ditanya masyarakat soal perkembangan laporannya tersebut.

"Laporane jenengan piye kok senyap, jare wes diselesaikan (Laporan kamu bagaimana kok senyap, katanya sudah diselesaikan)," ujarnya dihadapan tiga narasumber acara yaitu Wakil Bupati Bojonegoro Budi Irawanto, mantan Sekda Bojonegoro Soehadi Moeljono, mantan Bupati Bojonegoro Suyoto alias Kang Yoto, serta ratusan masyarakat dari berbagai latar belakang lainnya.

Anwar menegaskan, pentingnya memberikan penjelasan terkait laporan tersebut dihadapan publik supaya tidak ada anggapan miring alias yang tidak-tidak. Baginya, sumber dari segala sumber hukum seseorang adalah kaitan nama.

Terhitung sejak dari laporannya 8 bulan lalu, sudah ada belasan saksi yang dipanggil oleh pihak kepolisian. Laporannya tersebut sempat mbulet alias ruwet karena tidak jelas juntrungnya.

"Saya lapor lagi, nuwun sewu (mohon maaf) saya tidak etis kalau buat tagar lapor polisi percuma," ucap Anwar.

Pria paruh baya yang pernah menjabat wakil rakyat Bojonegoro tahun 1999-2004 ini kembali menegaskan, urusan laporan tersebut dipandangnya adalah masalah publik dan bukan pribadi. Anwar menyatakan kesiapannya, jika nantinya karena mencuatkan permasalah ini kembali, kemudian ditangkap polisi.

Ia mengatakan bahwa kepala daerah yang dilaporkannya secara resmi itu jenjang pendidikan SD, SLTP, SLTA identitasnya berbeda dengan namanya mulai pada tahun 2000. Tepatnya pada tanggal 22 Januari.

"Perubahan nama ini harus ada penetapan pengadilan, ternyata dia itu tidak punya. setelah saya telusuri, adalah akte pertama kali, lha negara ini sudah dirugikan jadi DPR, jadi bupati," kata Anwar.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

16 Orang Diklarifikasi Polisi

Menurutnya jika pernyataan yang dilontarkannya itu ada yang salah, maka dirinya siap bertanggung jawab. Di sisa usianya yang sudah tidak muda lagi, Anwar juga memohon kepada Kapolri supaya bisa turun membantu penyidikan Polres Bojonegoro.

Lebih lanjut, Anwar juga menjelaskan sesuai aturan hukum yang diketahuinya yaitu tentang Undang-Undang KUHP pasal 263 sampai dengan 266 yang dilanggar kepala daerah yang dilaporkannya tersebut.

"Barang siapa memberikan keterangan yang tidak benar kepada petugas pencatatan sipil dianggapnya melanggar hukum, penjaranya 7 tahun," jelasnya.

Berdasarkan dokumen resmi yang diketahui Liputan6.com, dalam perkara ini telah diterbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) oleh Polres Bojonegoro.

Setidaknya sudah 16 orang telah dipanggil dan dimintai klarifikasi dalam upaya penyelidikan terkait adanya aduan Anwar tentang dugaan adanya tindak pidana menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan dalam akta itu.

"Dapat dijelaskan bahwa untuk yang saudara adukan dapat ditindak lanjuti dan rencana tindak lanjut akan melakukan gelar perkara," demikian isi surat resmi Kapolres Bojonegoro melalui Kasatreskrim Polres Bojonegoro, AKP Fran Dalanta Kembaren yang ditandatangani terakhir pada tanggal 19 November 2021.

Diketahui juga, adanya segepok berkas surat yang sempat dikirimkan ke Ombudsman RI, Kemenko Polhukam RI, maupun Kompolnas RI. Surat tersebut telah mendapatkan balasan, tetapi dalam perkara ini pihak terlapor belum diperiksa kepolisian.

 

3 dari 3 halaman

Respons Kompolnas dan Ombudsman RI

Anggota Kompolnas RI Poengky Indarti saat dihubungi mengatakan, terkait perkara yang sudah dilaporkan polisi ini dimintanya agar dokumen yang diterima oleh pelapor bisa dikirimkan kembali.

"Mohon fotokopi LP dikirimkan ke Kompolnas melalui e-mail, subject mengutip nomor register pengaduan ke Kompolnas," kata Poengky.

Sementara itu, pimpinan Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais saat dihubungi mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menangani laporan yang sedang berjalan di Apgakum. Namun, hal tersebut akan berbeda jika Apgakum tidak memberikan pelayanan sebagaimana mestinya.

"Maka akan dilihat apakah kendala tidak berjalannya harus dilaporkan ke Irwasda, Kompolnas atau Ombudsman," kata Indraza.

Sementara itu, Bupati Bojonegoro Anna Mu'awanah, ketika dikonfirmasi lewat pesan singkat terkait persoalan tersebut belum merespons. Hingga berita ini selesai ditulis juga belum memberikan jawaban.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.