Sukses

Perguruan Tinggi hingga Orangtua Jadi Benteng Tangkal Radikalisme dan Ekstrimisme

Hal tersebut terungkap pada acara webinar nasional Menjernihkan Hati Melawan Radikalisme, yang digelar Pusat Pembinaan Ideologi LPPM Universitas Negeri Surabaya, Jumat (30/4/2021).

Liputan6.com, Surabaya - Peran perguruan tinggi, orangtua dan kontrol media sosial bisa menjadi benteng diri untuk menangkal paham radikalisme dan ekstrimisme. Hal tersebut terungkap pada acara webinar nasional Menjernihkan Hati Melawan Radikalisme, yang digelar Pusat Pembinaan Ideologi LPPM Universitas Negeri Surabaya, Jumat (30/4/2021).

Wakil Rektor Bidang Akademik Unesa, Bambang Yulianto mengatakan, tujuan kegiatan tersebut untuk menguatkan nilai Pancasila, konsep sistem tangkal radikalisme dan peran penting nilai-nilai agama kepada segenap civitas academica Unesa dan semua peserta webinar. 

"Secara yuridis, perguruan tinggi dituntut terlibat aktif dalam menangkal radikalisme maupun Ekstrimisme di kampus. Karena itu, Unesa turut aktif menjadi patner pemerintah dan masyarakat dalam menangkal paham yang bertentangan dengan Pancasila," ujarnya.

Sementara itu, pembicara yang hadir dalam acara tersebut, mantan napi teroris dan mantan Jihadis ISIS di Suriah, Wildan Fauzi mengungkapkan, radikalisme bisa masuk lewat lewat pergaulan dan bisa pula lewat media sosial.

"Media sosial justru lebih berbahaya, para pelaku bisa bergerak secara lone wolf atau operasi sendiri. Operasinya bisa terputus dari jaringan, tidak memiliki kelompok, tetapi bisa melakukan sendiri dengan panduan yang ada di internet," ucapnya.

Menurut Wildan, masuknya paham ekstrimisme karena kurangnya control sosial dan orang tua. Padahal itu penting sekali dan menjadi tembok pertahanan yang penting dalam menangkal pengaruh paham yang bertentangan dengan Pancasila. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kontrol Sosial

Wildan becerita banyak tentang awal mula ia bertolak ke Siriah. Dari pengalamannya, penyebar radikalisme bukan asli Timur Tengah, tetapi justru banyak dari Indonesia yang memodifikasi ajaran agama untuk kepentingan sendiri.

“Paling penting adalah perkuat kontrol sosial dan keluarga, dengan siapa anak kita bergaul dan kepada siapa mereka mengaji,” ujarnya.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.