Sukses

Sisi Lain Kampung 1001 Malam Dupak Surabaya, Dihuni Pengemis dan Pemulung

Pengurus Kampung 1001 Malam Dupak Surabaya, Sigit Santoso alias Mamik mengaku wilayahnya menjadi sisi lain dari Kota Pahlawan.

Liputan6.com, Surabaya - Pengurus Kampung 1001 Malam Dupak Surabaya, Sigit Santoso alias Mamik mengaku wilayahnya menjadi sisi lain dari Kota Pahlawan. Beragam orang dan profesi di bawah garis kemiskinan dijumpai di sini, mulai pengemis, pengamen hingga pemulung.

"Di sini kurang lebih ada 177 Kepala Keluarga (KK). Hidupnya di kolong tol itu ada 20 KK yang di kampung 1001 Malam ada 140 hingga 150 KK. Rata-rata mata pencarian mereka itu pengamen sama pemulung, yang perempuan ada yang meminta-minta," ujarnya, Minggu (18/4/2021).

Mamik menjelaskan, selain warga yang hidup dikampung kolong, juga ada warga lainnya yang menempati tanah kosong sebagai tempat tinggal. Mereka mengais rezeki seadanya.

"Dulu itu nama kampungnya Tegal. Terus ada salah satu orang yang membantu warga di sini, kemudian dikasih nama Kampung 1001 Malam. Akhirnya terkenal sampai sekarang dengan nama itu," ucapnya.

Menurut Mamik, Kampung 1001 Malam ini sudah ada sejak 1999. Kampung ini berada tepat di bawah Tol Dupak penghubung Surabaya-Gresik. Sejumlah warga menempati bilik-bilik yang ada di kolong tol ada juga menempati lahan kosong yang sejak berpuluh-puluh tahun tidak dipakai.

Salah satu warga yang tinggal di Kampung 1001 Malam adalah Mbah Hindun (80). Mamik mengungkapkan, hidup sebatang kara mbah Hindun menjadi kekhawatiran warga. Usia yang sudah tua semestinya mbah Hindun bisa menikmati masa tuanya.

Mamik menegaskan, warga tidak terus menerus memantau mbah Hindun. Kesibukan dengan aktifitas menjadikan mbah Hindun luput dari pengawasan.

"Sekarang memang masih sehat. Saya tidak bisa membayangkan kalau sakit gimana, wong tidak ada keluarga. Orang seperti mbah Hindun, semestinya menikmati usia tuanya. Saya harap pemerintah Surabaya hadir, kasihan mbah Hindun," ujar Mamik.

Mbah Hindun tinggal di gubuk seadanya berukuran 1 X 2 meter. Dia hanya bisa mengharap belas kasihan warga sekitar.

Miris, Tidak hanya gubuk kurang layak yang ia tempat di kampung 1001 Malam, Dupak, Surabaya. Tempat tinggal mbah Hindun juga bersebelahan dengan ponten umum, dimana warga membuang hajat.

"Kalau hujan bocor, nak. Saya harus minggir. Wong tidurnya di sini. Air hujannya saya tampung," ungkap mbah Hindun.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sebatang Kara

Mbah Hindun mengaku sehat. Ia juga bercerita untuk makan mendapatkan bantuan dari warga. Ia menyampaikan terpaksa harus mengemis untuk mendapatkan uang.

"Kadang memungut sampah, kadang mengemis. Sehari dapat uang 15 sampai 20 ribu rupiah. Mak sudah tua tidak bohong," ujarnya.

Sementara itu, salah satu tetangga mbah Hindun, Udin mengaku bahwa mbah hindun hidup sebatang kara. Tidak ada sanak saudara menjadikan warga sekitar secara sukarela memberikan bantuan termasuk tempat tinggal.

"Tidak punya saudara. Dulu ada saudaranya kalau gak salah di jalan Greges, tapi kok gak tau kayak dibuang gitu. Pokoknya tetangga kanan kiri membantu. Gubuk yang buat saya. Harapannya pemerintah lebih peduli," ujar Udin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.