Sukses

Bangganya Khofifah dengan Ragam Logat Warga Jatim

Khofifah menjelaskan, masyarakat Jatim di wilayah timur dikenal khas dengan bahasa Osing. Ada juga yang menggunakan bahasa Madura.

Liputan6.com, Surabaya - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa mengajak masyarakat untuk mensyukuri logat Jatim pada momen perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional yang jatuh setiap 21 Februari.

Khofifah mengatakan, keragaman budaya dan bahasa merupakan salah satu nilai lebih yang dimiliki bangsa Indonesia. Setiap suku memiliki ciri dan bahasa yang khas untuk kelompoknya. Di Jawa Timur pun beragam.

"Ini satu keragaman yang patut kita jaga, kita lestarikan dan kita kembangkan," ujar Khofifah, Minggu (21/2/2021).

Khofifah menjelaskan, masyarakat Jatim di wilayah timur dikenal khas dengan bahasa Osing. Ada juga yang menggunakan bahasa Madura. Tapi, logat bahasa tersebut sedikit berbeda dengan masyarakat yang tinggal di Kepulauan Madura.

Masih ada lagi, lanjut Khofifah, masyarakat Jawa Timur di wilayah barat, logat bahasa hampir sama dengan Jawa Tengah.

"Ini masih satu provinsi, belum pada provinsi lainnya, sungguh ini kekayaan yang luar biasa," ucapnya.

Khofifah mengungkapkan, masyarakat Indonesia patut bersyukur dengan keragaman budaya yang ada di Indonesia. Perbedaan bahasa tidak bisa disatukan dalam satu bahasa, yakni bahasa Indonesia.

"Penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ditetapkan jauh sebelum Indonesia Merdeka. Yakni pada 1928," ujarnya.

Di hari Bahasa Ibu Internasional ini, Khofifah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap menghargai keragaman budaya dan bahasa yang ada di Indonesia, khususnya Jawa Timur. "Perbedaan bukan untuk dipersoalkan. Perbedaan merupakan kepatutan yang harus dipahami dan dihargai," ucapnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cak Cuk

Sementara itu, Cak Cuk Kata Kata Kota Kita, begitu moto dari outlet Cak Cuk yang diprakarsai oleh Dwita Rusmika selaku pemilik outlet Cak Cuk Surabaya, yang berdiri sejak 10 November 2005.

Pria yang karib disapa Dwita ini menceritakan bahwa awal terbentuknya Cak Cuk ini didasari oleh hobinya yang suka jalan-jalan dan melihat kebiasaan orang Indonesia kalau berpergian, dan pulangnya selalu membawa oleh-oleh.

"Jadi pada tahun 2005 itu masih belum ada oleh-oleh alternatif berupa kaus, adanya cuma kuliner makanan saja. Jadi saya mempunyai ide untuk membuat sesuatu yang baru buat orang yang datang ke Surabaya, bisa membawa oleh-oleh alternatif berupa kaus dan merchandise," tuturnya saat berbincang santai dengan Liputan6.com di salah satu outlet Cak Cuk di Jalan Ahmad Yani Surabaya, ditulis kembali pada Minggu 21 Februari 2021.

Dia melanjutkan ceritanya bahwa pemilihan kata Cak Cuk ini didasari oleh kekhasan bahasa orang Surabaya, sehingga ketika orang melihat kaus Cak Cuk bisa langsung mengerti kalau oleh-oleh itu dari Surabaya.

"Cak Cuk atau Jancuk itu kalau istilah Suroboyoan merupakan sego jangan atau kebiasaan. Dan sudah biasa sehari-hari, kalau ngomong tidak ada Cuk itu serasa kurang, mirip sayur tanpa garam. Jadi kalimat Cak Cuk itu saya capture dan saya curahkan atau tuangkan ke desain kaus sebagai bentuk oleh-oleh yang khas Suroboyoan," kata Dwita.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.