Sukses

Respons Pemkot soal Ada Warga Surabaya Gadaikan Ponsel untuk Bertahan Hidup

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memastikan bantuan sosial (bansos) selama ini tepat sasaran dan tidak dobel atau dua kali menerima.

Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memastikan bantuan sosial (bansos)  selama ini tepat sasaran dan tidak dobel atau dua kali menerima.

"Kalau sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat berupa BST (bantuan sosial tunai), pasti tidak akan mendapatkan bantuan lagi dari pemkot karena tidak boleh dobel," kata Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara di Surabaya, Sabtu (20/2/2021).

Pernyataan Kabag Humas ini menyusul adanya pemberitaan keluarga Santi Marisa (33) yang tinggal di Jalan Gresikan, Pacar Kembang, Kecamatan Tambaksari, Surabaya. Santi yang sempat menggadaikan ponsel hingga nekat minta bantuan ke kantor DPRD Kota Surabaya agar bisa bertahan hidup di tengah pandemi.

Santi Marisa memiliki dua anak yang masih kecil yakni duduk di bangku sekolah SD dan TK. Sedangkan Ahmad Toha Muarif (35) suaminya adalah seorang kuli bangunan yang memiliki penghasilan tidak menentu.

Kondisi keluarga Santi semakin memburuk setelah suaminya kecelakaan beberapa bulan lalu. Selama tiga bulan suaminya tidak bekerja sehingga Santi menggadaikan ponsel yang biasa digunakan anaknya sekolah daring di rumah seharga Rp 350 ribu.

Sebulan kemudian, guru dari anaknya tersebut menanyakan tidak mengerjakan tugas sekolah. Mendapati hal itu Santi langsung menemui Ketua Komisi C DPRD Surabaya Baktiono di rumahnya di Jalan Rangkah.

Santi mengaku baru mendapat bantuan dari pemerintah saat pandemi. Santi tercatat sebagai masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan dapat BST Rp 300.000 per bulan. Santi menganggap bantuan itu hanya cukup untuk buat makan saja. Ia berharap bisa mendapat bantuan sosial yang diberikan rutin setiap bulan, seperti program keluarga harapan (PKH).

Baktiono menyarankan agar Santi menemui koleganya di Fraksi PDIP dengan membawa kartu keluarga dan kartu tanda penduduk. Dari sana, Santi diberi makan dan uang untuk menebus ponsel yang digadaikan.

Baktiono yang juga Ketua Fraksi PDIP meminta Pemkot Surabaya melakukan intervensi terkait kondisi warganya yang membutuhkan bantuan. Intervensi yang dimaksud adalah warga tersebut bisa dimasukkan dalam PKH.

Febriadhitya mengatakan, Pemkot Surabaya melalui Dinas Sosial dan LPMK setempat bergerak cepat dan langsung ke kediaman keluarga Santi Marisa. Hasilnya Santi tinggal di rumah warisan orang tuanya yang layak huni dan bukan kontrak.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Suami Berpenghasilan

Sedangkan suami Santi bekerja sebagai kuli bangunan dan penghasilannya Rp100 ribu per hari. Febri juga memastikan bahwa keluarga ini sudah mendapatkan bantuan BST dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Bahkan, BST itu sudah didapatkannya sejak awal hingga saat ini.

"Jadi, saudara Santi Marisa memang tidak masuk dalam MBR, tapi suaminya yang bernama Ahmad Toha yang merupakan kepala rumah tangga sudah terdaftar dalam MBR, sehingga mendapatkan BST itu," katanya.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa pelajar Surabaya yang tidak bisa mengikuti sekolah daring karena keterbatasan ponsel atau paket data, maka Dinas Pendidikan Surabaya sudah memfasilitasinya dengan cara guru memberikan tugas selama seminggu, kemudian pihak guru akan mengambil tugas tersebut seminggu kemudian.

"Sistem semacam ini sudah lama digunakan dan itu terus dilakukan hingga saat ini, sehingga orang tua tidak perlu khawatir karena hanya tidak punya ponsel dan paket data. Apalagi kalau paket data ada bantuan dari kementerian. Bahkan, bisa pula mengikuti pembelajaran melalui televisi, dan selama ini sudah efektif," ujarnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.