Sukses

Cerita Nenek di Surabaya yang Salat di Pinggir Jalan Raya

Dalam salatnya, diketahui perempuan itu membaca doa qunut yang tak lazim dibaca saat Salat Zuhur dan umumnya dibaca saat Salat Subuh.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang perempuan paruh baya diketahui sedang salat di pinggir jalan raya, tepatnya di kawasan pintu air Jagir, Wonokromo, Surabaya di siang bolong yang terik. Perempuan paruh baya tersebut mengenakan mukena berwarna putih dan menggunakan alas sajadah berwarna merah terang.

Dalam salatnya, diketahui perempuan itu membaca doa qunut yang tak lazim dibaca Saat salat Zuhur dan umumnya dibaca saat Salat Subuh.

"Tadi salatnya saya gabungkan (Subuh dengan Zuhur. Saya bekerja sebagai pemulung jadi baju saya selalu kotor. Maka saya gabungkan salatnya," kata Endang.

Diketahui, Kota Surabaya tengah menjalani masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang melarang orang untuk berkumpul di ruang publik, termasuk di tempat ibadah. Ketika ditanya mengapa tak mengerjakan salat di tempat ibadah, perempuan itu malah balik bertanya.

"Apa tidak boleh salat di sini?" jawab Endang.

Ditanya mengenai tempat tinggal dan kerabatnya, Endang menyatakan dirinya berasal dari Matahari. "Saya lahir dari matahari dan langsung turun ke bumi, di sini," ujarnya sambil pergi begitu saja.

Salah satu warga sekitar menyatakan Endang aslinya dari Madura, Jawa Timur. Sebelumnya, kata dia, Endang dan suami berprofesi sebagai calo penumpang angkutan umum. Namun, setelah suaminya meninggal, dia memilih hidup mandiri dan tinggal di sebuah becak.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Enggan Terima Pecahan 100 Ribu

"Bu Endang punya tiga anak yang salah satunya tinggal di sekitaran sini. Anaknya juga mengajaknya untuk tinggal di rumah. Namun Bu Endang memilih tetap di sini," kata Pak Harun.

Dia mengatakan, Bu Endang kalau diajak ngomong selalu nyambung. Bu Endang juga pantang menerima bantuan berupa makanan maupun yang tunai dalam jumlah banyak.

"Bu Endang tidak mau nerima uang pecahan 100 ribuan mas. Dia maunya cuma lima, sepuluh sampai 20 ribu saja mas. Karyawan di daerah sini sudah paham kalau mau ngasih uang ke bu Endang," ucapnya.

Saat tanya apakah bu Endang selalu salat di pinggir jalan, kenapa tidak salat di masjid atau musala, apakah tempat ibadah tersebut tutup karena masa pandemi COVID-19 dan PSBB Surabaya Raya.

"Memang dari dulu sampai sekarang, sampai adanya wabah ini, Bu Endang selalu salat di pinggir jalan sini," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.