Sukses

PSBB Surabaya Raya Memasuki Tahap II hingga 25 Mei 2020

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa memastikan perpanjangan PSBB Surabaya Raya selama dua pekan sejak 12 Mei-25 Mei 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)  di Surabaya Raya yaitu Surabaya, Sidoarjo dan Gresik sudah berlangsung dua pekan dan berakhir pada 11 Mei 2020.

Selama dua pekan tersebut, kasus positif Corona COVID-19 masih tinggi selama PSBB. Selain itu warga juga belum patuh dan disiplin menerapkan aturan PSBB.

Data menunjukkan, pada Senin, 11 Mei 2020, tambahan kasus baru positif Corona COVID-19 mencapai 43 orang. Total pasien positif Corona COVID-19 menjadi 1.534 orang hingga 11 Mei 2020 di Jawa Timur. Selama PSBB tahap I, total kasus baru positif Corona COVID-19 di Surabaya bertambah 337 orang. Di Sidoarjo, ditemui kasus baru sebanyak 109 orang. Di Gresik, pasien positif bertambah 17 orang.

Pada akhir pekan lalu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa pun memastikan perpanjangan PSBB Surabaya Raya selama dua pekan pada 12 Mei-25 Mei 2020.

"Tadi saat masih ada Bu Wali Kota Surabaya, Bupati Gresik dan plt Bupati Sidoarjo bersama Pangdam V/Brawijaya, Pangkoarmada II dan wakapolda sama-sama kami menyetujui akan ada perpanjangan PSBB di wilayah Gresik, Surabaya dan Sidoarjo. perpanjangan ini dimulai dari 12 sampai 25 Mei 2020," ujar Khofifah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Sabtu, 9 Mei 2020.

Perpanjangan PSBB di Surabaya Raya dilakukan berdasarkan telaah epidemologi yang dilakukan tim Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga. Telaah tersebut menyebutkan kalau infeksi COVID-19 memiliki masa lebih panjang dari yang telah ditentukan awal yakni 14 hari.

Ketua Tim Advokasi PSBB dan Survilans Covid-19 dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, Windhu Purnomo merekomendasikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diperpanjang hingga 28 hari. 

"Berdasarkan kajian, sebagian pasien yang terjangkit COVID-19 memiliki masa penularan lebih dari 14 hari," ujar dia dalam konferensi pers melalui live streaming di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat malam, 8 Mei 2020.

"Penularan COVID-19 sudah keliatan polanya. Hanya 30 persen orang-orang yang positif yang masa penularannya hanya 14 hari. Kemudian 35 persen bisa menularkan hingga 21 hari, dan 15 persen masa penularannya 28 hingga 30 hari,” ia menambahkan.

Windhu melanjutkan, meskipun pertumbuhan pasien positif Corona -19 di suatu daerah menjadi datar selama dua pekan diterapkan PSBB, lalu pemerintah menghentikan kebijakan tersebut, dikhawatirkan muncul gelombang penularan kedua. Oleh karena itu, hal paling tepat menurut dia adalah diperpanjang selama 14 hari, menjadi total 28 hari.

"Melihat kondisi semacam itu, PSBB memang seharusnya minimal 28 hari. Dua minggu pertama untuk evaluasi sebetulnya. Tapi dari segi penularan kasus minimal 28 hari,” ujar Windhu.

Adapun perpanjangan pemberlakuan PSBB di Surabaya Raya langsung berjalan setelah masa PSBB yang pertama berakhir pada 11 Mei 2020, tanpa lagi mengajukannya terlebih dahulu ke kementerian kesehatan. 

"Ini otoritas kepala daerah yang sudah mengajukan PSBB pada periode pertama," ujar Khofifah. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pelaksanaan PSBB Diharapkan Lebih Tegas

Windhu juga mengharapkan PSBB dapat diterapkan secara tegas sehingga jumlah penambahan kasus segera turun. Masyarakat pun tidak berlama-lama merasakan dampak COVID-19. Hal ini mengingat masih banyak masyarakat terutama di Surabaya yang tidak patuh atas pelaksanaan PSBB.

"Semoga dilanjutkan dengan PSBB yang betulan, bukan PSBB abal-abal, karena masih ada warga yang bergerak terus. Ini bisa berjalan jika masyarakat bersatu-padu," ujar Windhu.

Oleh karena itu, penerapan PSBB Surabaya Raya tahap, sanksi akan lebih tegas. Salah satu sanksi yang disiapkan yakni, tidak diperkenankan mengajukan perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) selama enam bulan terhitung sejak melangar PSBB. Selain itu, pelanggar juga tidak perbolehkan mengajukan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) hingga batas waktu enam bulan. 

Kepatuhan Warga Belum Tinggi pada PSBB Tahap I

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya, Eddy Christijanto menuturkan, kalau kepatuhan masyarakat selama pelaksanaan PSBB tahap pertama di Surabaya baru sekitar 60 persen, sisanya tidak patuh sekitar 40 persen.

"Ketika protokol itu diterapkan dengan disiplin, itu dipastikan proses penyebaran dari Covid-19 ini bisa dikendalikan. Karena teman-teman di lapangan itu masih menjumpai ketika orang beli di tempat-tempat umum itu masih berdekatan," ujar Eddy, Minggu, 10 Mei 2020.

Sementara itu, Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Kabupaten Sidoarjo mencatat masih tinggi pelanggaran jam malam yang dilakukan warga Sidoarjo selama pelaksanaan PSBB tahap pertama.

Dalam dua hari saja dilakukan razia total yang terjaring lebih dari 500 orang. Hasil tes cepat atau rapid test yang dilakukan Gugus Tugas terhadap ratusan orang yang terjaring razia ada sembilan orang positif Covid-19.

Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Sidoarjo, Nur Ahmad Syaifuddin menilai, selama pelaksanaan PSBB sembilan hari ditemukan pelanggaran masih tinggi, khususnya yang melanggar jam malam dengan keluar rumah pukul 21.00 WIB sampai pukul 04.00 WIB, tanpa ada alasan jelas.

Ia pun menilai perlu meningkatkan kesadaran masyarakat.  “Kami mencatat masih rendahnya kesadaran masyarakat, untuk itu penyebaran informasi perlu ditingkatkan lagi agar masyarakat sadar kalau penanganan Covid ini harus dilakukan bersama-sama dengan cara mematuhi aturan PSBB," ia menambahkan, pada 6 Mei 2020.

3 dari 3 halaman

Harus Masif Gelar Rapid Test dan Tes Swab

Hal senada dikatakan Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Djazuly Chalidyanto. Djazuly mengakui mendorong masyarakat untuk patuh aturan terutama PSBB sulit. Meski ada sanksi, Djazuly ragu warga tetap patuh aturan.

"Contoh saja menggunakan helm itu wajib. Akan tetapi yang tidak pakai helm masih tinggi. Dalam PSBB ini tidak ada tindakan yang sebabkan orang jera. Belum ada landasan hukum berikan sanksi ini problemnya,” ujar Djazuly saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (12/5/2020).

Djazuly melihat, pelaksanaan PSBB Surabaya Raya pada tahap pertama ini belum optimal. Ini dilihat dari masyarakat masih ada yang belum menggunakan masker. Selain itu, masih ada warga belum penuhi aturan PSBB terkait transportasi.

Dengan melihat kesadaran dan kepatuhan masyarakat belum tinggi, Djazuly mendorong agar pemerintah secara masif menggelar tes cepat atau rapid test dan tes swab. Lebih lanjut ia menuturkan, saat ini masalah dihadapi adalah keterbatasan untuk tes. Padahal dengan rapid test juga memberikan efek jera kepada masyarakat.

“Selain itu juga untuk memberikan efek jera. Kalau reaktif masuk ke ruang isolasi. Menjalani karantina selama 14 hari,” ujar dia.

Di sisi lain,menurut Djazuly dengan masif menggelar tes baik rapid test dan tes swab akan menemukan kasus positif Corona COVID-19 lebih banyak. Hal ini dilakukan Korea Selatan dan Selandia Baru yang melakukan tes secara masif. Menurut Djazuly, kedua negara itu dapat menjadi contoh bagaimana tes masif dilakukan. Setelah tes dilakukan lalu segera melacak orang yang kontak dengan pasien positif Corona COVID-19.

"Tes masif maka orang banyak dites sehingga dapat dilakukan tracing yang baik. Karena fokus pada orang yang hasil lab-nya positif dan orang-orang di sekitar orang yang lab positifnya tadi,” tutur dia.

Ia menuturkan, ada yang bilang kalau rapid test tidak efektif. Akan tetapi, menurut dia, lewat rapid test dapat mengidentifikasi awal sehingga segera melakukan pelacakan. Ia pun menganjurkan baik rapid test dan tes swab gencar dilakukan.

”Rapid test memang mudah dan cara paling sederhana. Rapid test itu menunjukkan reaktif atau tidak, sedangkan PCR itu menunjukkan konfirmasi positif atau negatif,” ujar dia.

Ia juga mengusulkan agar bantuan yang ada juga digunakan untuk memberikan rapid test gratis kepada masyarakat. Dengan begitu tes cepat dilakukan masif kepada masyarakat. “Kini APD sudah ditangani pemerintah. RS sudah bisa membeli APD. Ini bantuan APD dari lembaga donasi.Ini usul bantuan juga untuk pengadaan rapid test,” kata dia.

Selain itu, menurut Djazuly pengadaan mobile pcr itu akan turut mendukung tes Corona COVID-19. Lantaran hasil tes swab dengan pcr lebih akurat. "Kalau ada mobile pcr itu lebih luar biasa,” tutur dia.

Ia pun mengharapkan masyarakat lebih patuh dan disiplin menerapkan aturan selama PSBB tahap II. Warga dianjurkan memakai masker ketika di luar rumah, rutin cuci tangan, menjaga jarak dan disiplin melakukan protokol COVID-19.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.