Sukses

Antisipasi Pemudik, Dinas Perhubungan Jatim Gelar Penyekatan di 9 Titik

Penjagaan di sembilan titik yang dilakukan penyekatan tersebut akan dilakukan jajaran Ditlantas Polda Jatim dan melibatkan jajaran TNI serta 14 organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemprov Jatim.

Liputan6.com, Surabaya - Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jatim, Nyono mengatakan untuk mengantisipasi membeludaknya pemudik di tengah pandemi COVID-19, pihaknya menyiapkan langkah antisipasi dengan cara penyekatan di sembilan titik. 

Sembilan titik yang dimaksud berada di jalur Rembang-Tuban, Cepu-Bojonegoro, Sragen-Ngawi, Magetan-Karangaanyar, Wonogiri-Ponorogo, Jogja-Pacitan-Solo, Banyuwangi, hingga di beberapa pintu tol.

"Ditlantas Polda (Jawa Timur) itu akan melakukan penyekatan di sembilan titik. Itu berlangsung mulai 24 April sampai 31 Mei 2020," ujar Nyono di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu malam, 22 April 2020.

Nyono juga mengatakan, berdasarkan perintah dari Kakorlantas Mabes Polri, penjagaan di sembilan titik yang dilakukan penyekatan tersebut akan dilakukan jajaran Ditlantas Polda Jatim dan melibatkan jajaran TNI serta 14 organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemprov Jatim.

Sebelum 24 April, lanjut Nyono, pihaknya juga akan melajukan penyisiran di jalur-jalur alternatif menuju Jawa Timur. Nantinya, lanjut Nyono, di jalur alternatif juga akan dilakukan penyekatan. Dikhawatirkan, di jalur utama gelombang pemudik bisa dikendalikan, tetapi di jalur-jalur alternatif malah membludak.

"Itu jalur alternatif itu akan kita sisir, kita kerja sama dengan Polres setempat. Nanti penyekatan juga tidak hanya di jalur darat. Tapi juga penyekatan di moda-moda yang lain. Seperti kereta api, penyebrangan, angkutan udara, dan yang lainnya," ujar Nyono.

Nyono belum bisa memastikan berapa jumlah personel yang akan dikerahkan untuk mengantisipasi gelombang pemudik tersebut. Alasannya, karena pihaknya masih menginventarisir kekuatan yang ada. Dia hanya memastikan, di titik-titik pemeriksaan itu akan dijaga tim lengkap, mulai polisi, TNI, Dishub, Satpol PP, Dinkes, dan sebagainya.

"Nanti juga dilakukan pengecekan suhu tubuh, social distancing, dan sebagainya. Kalau enggak melakukan itu sanksinya dikembalikan atau disuruh mutar balik. Ini sudah tahap sosialisasi, penerapan mulai 24 April 2020," kata Nyono.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Risma Imbau Warga Surabaya Tak Mudik

Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) mengharapkan kepada seluruh warganya agar tidak melaksanakan mobilitas penduduk atau mudik ke daerah asal untuk menyambut bulan suci Ramadan dan Lebaran. Lantaran, di tengah pandemi Coron COVID-19 saat ini, sangat besar risiko bagi seseorang untuk tertular virus tersebut.

"Saya berharap untuk warga Surabaya tidak melakukan mudik, karena kondisi (COVID-19). Saya tahu bahwa semua inginnya mudik, tapi kita harus tahu bahwa saat ini kondisinya tidak memungkinkan untuk kita melakukan perpindahan atau mudik. Karena risikonya sangat besar sekali,” kata Wali Kota Risma, Selasa, 21 April 2020.

Risma mencontohkan, hampir 90 persen kasus positif COVID-19 di Surabaya karena ada mobilitas penduduk, baik dari luar kota atau luar negeri yang kemudian menjadi positif. Nah, ketika pasien menjadi positif, hal ini pasti berpengaruh terhadap keluarga, teman-teman, ataupun tetangga di sekitar.

"Akhirnya semua terkena dampak yang harus bukan hanya tinggal 14 hari, tapi ada kemungkinan kita menjadi positif kemudian kita harus rawat jalan atau rawat inap sampai beberapa hari kalau positif, dan itu tidak boleh kemana-mana,” kata dia.

Mengingat risiko yang sangat besar itu, Risma berharap kepada seluruh warga Surabaya agar tidak melakukan mobilitas penduduk atau mudik. Meski saat ini dalam kondisi sehat atau negatif COVID-19. 

Sebab, ia menilai, ketika melakukan mobilitas mudik, bisa saja daerah yang dituju itu ada yang terjangkit atau risiko ketika proses perjalanan. "Tolong dipikirkan panjang risiko yang harus kita alami (ketika melakukan mudik),” pesannya.

3 dari 3 halaman

Sudah Buat Protokol Mobilitas Penduduk

Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga menjelaskan, ada tiga pilihan ketika seseorang melaksanakan mudik atau tidak. Pertama, berisiko sakit dan masuk ke rumah sakit bahkan berimplikasi pada kematian. Kedua, ketika masuk ke rumah sakit, orang tersebut tidak bisa mencari nafkah. 

Ketiga, tidak melaksanakan mudik dan tetap sehat. “Nah, kalau memilih sehat, ayo kita tidak melakukan pergerakan mudik itu. Karena risikonya sangat besar sekali,” terangnya.

Presiden UCLG ASPAC ini juga mengungkapkan, dari beberapa kasus positif COVID-19 di Surabaya, 10 persennya karena tertular setelah bepergian ke daerah yang tidak sama sekali disangka ada yang terjangkit. Namun, setelah pihaknya melakukan tracing atau pengecekan dan hasilnya positif, ternyata mobilitas orang tersebut dari sebuah kota lain.

"Jadi karena itu kita tidak ngomong di sana tidak ada (terjangkit), tapi saat bergerak itu kemungkinan risiko sangat tinggi. Ayo mari kita bersama-sama yang bijak, bukan untuk diri kita sendiri, tapi untuk keluarga kita, juga untuk teman-teman, sahabat-sahabat, dan tetangga-tetangga kita,” pungkasnya.

Sebelumnya, pada 6 April 2020, Wali Kota Risma telah mengeluarkan surat edaran (SE) tentang protokol pengendalian mobilitas penduduk. Surat edaran bernomor: 470/3674/436.7.13/2020 tersebut, ditujukan kepada Ketua RT, pengelola apartemen, pengelola country house, dan pengurus REI Jawa Timur.

Surat edaran ini berdasarkan keputusan Presiden RI nomor 11 tahun 2020 tentang penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat akibat COVID-19. Demi memutus mata rantai penyebaran COVID-19 ini, pemkot meminta para Ketua RT dan pihak pengelola itu untuk melakukan beberapa antisipasi. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.